awidi* Awidi, Perajin Ketak yang Kini Menjadi Supplier Mancanegara

Sempat diterpa ”badai” pada 2002-2005, Awidi mampu bangkit. Dengan memanfaatkan teknologi informasi, ia mampu memasarkan produk-produk kerajinan ketaknya ke luar negeri. Pesanan pun terus mengalir hingga saat ini.

MASYARAKAT di Dusun Presak Timur, Desa Karang Bayan, Lingsar, Lombok Barat membuat kerajinan anyaman ketak secara turun temurun. Awalnya, kerajinan ini digunakan sebagai wadah cepu atau tempat tembakau para orang tua. Sehingga wajar saja, bakat sebagai perajin ketak sudah diperoleh Awidi sejak kecil.

Awidi menjelaskan, kerajinan ketak Lombok yang dibuat dari bahan dasar tanaman yang disebut ketak ini merupakan tanaman keluarga paku-pakuan yang biasanya menjalar pada tanaman induk. Ketak dapat dianyam atau dijalin kemudian dibentuk berbagai macam kerajinan tangan seperti nampan, tempat tisu, tempat buah, dan yang paling banyak diminati oleh kaum hawa adalah tas. Selain bernilai seni tinggi juga berguna dalam kehidupan sehari-hari.

Usaha yang digelutinya saat ini, merupakan warisan dari H Elmi Bayani, salah satu perajin yang disegani masyarakat setempat, sekaligus pemilik rumah adat Karang Bayan ”Ina-Ina”.

Usaha kerajinan ketak di tangan H Elmi Bayani memang sudah terkenal. Tetapi semenjak diangkat sebagai kepala desa (Kades), usaha kerajinannya tak terurus dan terbengkalai, hingga para pelanggan berangsur-angsur berkurang. ”Barang-barang yang sudah dipesan tidak tepat waktu, akhirnya pelanggan,” tutur Awidi pada Lombok Post.

Awidi muda tak ingin tinggal diam. Dia tekuni lebih dalam lagi proses pembuatan kerajinan ketak milik sang kakek. Tak mengenal lelah dan waktu, dia percaya usaha sang kakek akan berkibar kembali.

”Bisa dikatakan saya generasi kedua. Tak ingin tinggal diam, saya terus belajar dan mengembangkan usaha,” katanya.

Dengan sepeda ontel miliknya, dia menjajakan hasil-hasil kerajinan ketaknya mulai dari Sindu, Rungkang Jangkuk, yang kala itu juga sedang booming dengan kerajinan cuklinya, menyusuri Ampenan, hingga Senggigi. Dia juga menjalin kerja sama dengan berbagai art shop lainnya. Tetapi keberuntungan belum juga dewi menghampirinya. Tetapi dia tak patah semangat. ”Saya percaya, usaha saat itu akan membuahkan hasil,” imbuhnya.

Hingga keburuntungan itu pun tiba. Dia masih ingat betul berkat pertemuannya dengan seorang wisatawan asal Jepang bernama Tomoko yang mengunjungi dirinya. Sejak itu kehidupannya berubah. ”Tomoko, pria asal Jepang itu, datang kemari dan melihat para perajin, salah satunya saya.” ujarnya.

Setelah melihat langsung proses pembuatan kerajinan ketak, wisatawan Jepang itu merasa takjub seolah tak percaya. Walau hanya dari rumput ketak, tetapi sangat dinilai tinggi proses seni yang dilakukan para perajin. Sederhana tanpa proses kimia. ”Sehingga terjalinlah kerja sama lebih lanjut,” kata pria 43 tahun ini.

Sejak kedatangan Tomoko, pesanan terus menerus datang. Semula pemasarannya hanya sekitar wilayah Lombok, kemudian merambah hingga Bali. Orderan kerajinan ketak miliknya paling banyak bila dibandingkan perajin lainnya. Sehingga untuk memenuhi pesanan yang ada, ayah tiga anak ini pun beralih menjadi supplier kerajinan ketak di desanya. ”Saya ingat betul, sedang jaya-jayanya tahun 1990-an,” kenangnya.

Memasuki tahun 2002, bak diterpa awan cumulonimbus yang ganas, peristiwa Bom Bali I sangat memengaruhi para pengusaha kerajinan. Tak hanya dirinya, pengusaha cukli pun meradang. Ditambah lagi, kejadian Bom Bali II tahun 2005, membuat dampak yang lebih besar lagi. Hingga sebagian besar pengusaha gulung tikar. Ada pula yang melelang hasil kerajinan dengan sangat-sangat murah. ”Banyak yang gulung tikar karena tidak kuat menghadapi cobaan ibarat awan cumulonimbus,” katanya meniru peristiwa yang dialami salah satu maskapai penerbangan saat ini.

Bila yang lain memilih melelang hasil kerajinan dengan harga murah, hingga gulung tikar, hal itu tidak dilakukannya. Diakuinya, usahanya memang sempat vakum. Saat itu, dia memutar otak agar dapat bangkit kembali. Dengan berbekal sedikit penguasaan teknologi komputer dan internet, dia mendalami pemasaran produk melalui blog. ”Saya belajar buat blog. Melalui blog itu saya pasarkan produk-produk yang namanya sekarang online,” paparnya.

Semenjak memiliki blog bernama ketaknusaindahlombok.blogspot.com, usaha yang sudah lima tahun ini mulai bangkit kembali. Sedikit demi sedikit, kata dia, mulai bermunculan pesanan dari dalam Pulau Lombok hingga luar Lombok. Pesanan paling sering datang dari Jakarta. ”Ada dari Jakarta, pesanan awal berupa sample, pesanan berikutnya baru jumlah besar,” jelasnya.

Seiring perjalanan waktu, pesanan juga datang dari luar. Salah satunya dari Jepang. Mereka beralasan, kerajinan ketak yang berasal dari bahan alam, lebih awet tak dimakan rayap. Selain itu, proses finishing yang secara alami juga menjadi daya tarik. ”Karena tempat makanan, mereka ingin tidak mengandung bahan kimia. Ketak ini proses finishing hanya di-oven saja seperti tembakau. Warna yang dihasilkan pun kuning keemasan, sehingga jadi daya tarik mereka,” paparnya.

Omzet yang diperolehnya pun bisa mencapai Rp 90 juta dalam satu kali pengiriman. Dalam setahun dia bisa menerima hingga empat kali orderan dari Jepang. Usaha ini pun, kata dia, tak lepas dari dukungan keluarga, peran pemerintah dari Disperindag NTB, Diskop dan UMKM NTB, serta binaan dari PT. Petrokimia Gresik (PG) dalam hal modal, manajemen, pemasaran dalam pengembangan usaha. “Dukungan juga tak lepas dari mereka dan pihak-pihak terkait. Pemerintah memberi pendidikan dan pelatihan, pengadaan pameran. Sedangkan PG lebih ke modal dan manajemaen pengembangan usaha selama binaan, setelah omset mencapai Rp 1 miliar kemudian dilepas,” jelasnya.

Dia mengatakan, dalam menjalani usaha apapun itu jenisnya selama positif, jangan mudah putus asa, terus semangat, karena bila niat yang sungguh-sungguh maka hasil yang ditanam akan dipanen sendiri. ”Dalam Islam istilahnya man jadda wajada, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil. Insya Allah,” tutupnya.(lestari dewi)

Sumber: http://www.lombokpost.net/2015/pasarkan-produk-melalui-internet.html