Sekda Taufiq : BPNT Harus Disalurkan Enam Tepat

Giri Menang, Selasa 22 Oktober 2019 – Sekretaris daerah (Sekda) Kabupaten Lombok Barat, H. Moh. Taufiq menyatakan, dalam rangka mengevaluasi berjalannya Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), secara regulasi, bupati Lombok Barat sudah menerbitkn Surat Keputusan (SK) tentang Tim Koordinasi BPNT ini.

“Tujuan dari pertemuan ini adalah bagaimana BPNT ini berjalan dengan baik atau tidak. Karena sasaran dari BPNT ini diharapkan ada enam tepat,” kata Sekda saat memberikan arahan pada gelaran Rapat internal Tim Kordinasi BPNT Kabupaten Lombok Barat di Ruang Rapat Umar Madi, Selasa (22/10/2019).

“Enam tepat” yang dimaksudkan sekda adalah, tepat sasaran, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat waktu, tepat administrasi, dan tepat harga. Dalam perjalanan BPNT ini, sekda ingin mencari solusi terkait kendala yang ada, sehingga bisa berjalan dengan baik. Jika berjalan dengan baik, apa dan bagaimana selanjutnya.

“Saya harapkan laporan dari tim koordinasi dalam pertemuan ini, supaya kita tidak saling menyalahkan, tapi kita mencari solusi supaya bisa berjalan dengan baik,” pinta sekda Taufiq.

Ditempat yang sama, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lombok Barat, Ambaryati menegaskan, BPNT ini sudah dilaksanakan sejak Juni 2019 silam. Dalam Tim Koordinasi, Dinas Sosial kata Ambar, bertugas memvalidasi data, pengadministrsian, mengawasi dan memantau tim penyalur (e-warong) agen briling.

“Sesuai rekomendasi Himpunan Bank se-Indonesia, BRI ditunjuk untuk memfasilitasi BPNT ini kepada Keluarga Penerima Manfaat atau KPM,” sebut mantan Direktur Utama RSUD Tripat Gerung ini.

Baik BRI, Disperindag, Bulog, BPS, Kepolisian, Kominfo, Dinsos dan semua yang masuk dalam tim kordinasi, memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing. Pihak Dinsos sendiri kata Ambar, berdasarkan jadwal, sudah dilakukan distribusi kartu BPNT pada bulan Juli 2019.

Berdasarkan data, kartu BPNT yang tercetak sebanyak 42.812 kartu, termasuk di dalamnya Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Dilaporkan Ambar, ada beberapa persen kartu yang tidak tersalurkan. Sebaran kartu ini kata dia, menyebar di Kecamatan Batulayar yang tidak terdistribusi sebanyak 106. Di Gerung 760, Gunungsari 848, dan Sekotong 560 kartu.

“Kartu-kartu ini tidak terdistribusi dengan alasan meninggal dunia, tanpa ahli waris, TKI, pindah domisili, KPM tidak ditemukan, administrasi tidak lengkap, KPM sudah mandiri, disabilitas sehingga tidak bisa datang, dan ada juga yang dobel kartunya,” kata Ambar seraya menyebut, kartu yang tidak tersalurkan mencapai hampir lima ribuan kartu.

“Sampai bulan ini kartu yang tersalurkan baru 90 prsen dan bisa dibelanjakan atau dimanfaatkan oleh KPM,” papar Ambar dihadapan seluruh tim koordinasi BPNT Lombok Barat 2019.

HUT Santri 2019, Santri Sebagai Penyampai Pesan Perdamaian

Giri Menang, Selasa 22 Oktober 2019 – Meneruskan tema tahun 2018, peringatan Hari Santri Nasional 2019 kali ini mengusung tema “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia”. Isu perdamaian diangkat berdasar fakta bahwa sejatinya pesantren adalah laboratorium perdamaian. Sebagai laboratorium perdamaian, pesantren merupakan tempat menyemai ajaran Islam rahmatan lil alamin.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Lombok Barat H. Moh. Taufiq saat membacakan sambutan Sekretaris Jendral Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia pada upacara peringatan Hari Santri Nasional ke-5 tahun 2019 di Lapangan Kantor Bupati Lombok Barat, Selasa (22/10).

Di samping alasan pesantren sebagai laboratorium perdamaian, terpilihnya Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) sejak 2 Januari 2019 hingga 31 Desember 2020 dimana bargaining position Indonesia dalam menginisiasi dan mendorong proses perdamaian dunia semakin kuat dan nyata, menjadi momentum bagi seluruh elemen bangsa. Terutama bagi kalangan santri Indonesia, agar turut berperan aktif dan terdepan mengemban misi dan menyampaikan pesan-pesan perdamaian di dunia internasional.

Taufiq mengatakan, peringatan Hari Santri Nasional Tahun 2019 ini juga terasa istimewa dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

“Dengan Undang-Undang tentang Pesantren ini memastikan bahwa pesantren tidak hanya mengembangkan fungsi pendidikan, tetapi juga mengembangkan fungsi dakwah dan fungsi pengabdian masyarakat,” katanya.

“Dengan Undang-Undang ini, negara hadir untuk memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi kepada pesantren dengan tetap menjaga kekhasan dan kemandiriannya. Dengan Undang-Undang ini pula tamatan pesantren memiliki hak yang sama dengan tamatan lembaga lainnya,” sambungnya.

Sementara itu, Kepala Kemenag Lombok Barat H. Jaelani yang ditemui selepas apel juga mengharapkan selain sebagai penyampai pesan perdamaian, santri juga nantinya bisa berkontribusi dalam pembangunan daerah.

Santri juga disebutkan Jaelani sebagai pihak yang yang mengemban amanat untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia Indonesia, khususnya di Lombok Barat. Tercatat ada sekitar 102 Pondok Pesantren (Ponpes) yang aktif dengan total 21.645 santri di Lombok Barat.

“Kita berharap kontribusi Santri terhadap pembangunan di daerah Kabupaten Lombok Barat ini semakin nyata. Khususnya di bidang pendidikan,” harapnya.

Peringatan Hari Santri ini juga dirangkai dengan penyerahan bantuan Pendidikan Kesetaraan dari Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI senilai Rp. 80 juta. Penyerahan diwakili oleh Ponpes Al-Rohmah Nahdatul Ulama Bonder Lombok Tengah.

Selanjutnya penyerahan bantuan Operasional Pendidikan Ponpes dari Kantor Kemenag NTB kepada kepada Ponpes Salafiyah Abu Dzar Al-Gifari Kediri dan Ponpes Ma’had Qur’an Wal Hadist Al-Aziziyah Kapek Gunung Sari Lombok Barat, masing-masing sebesar Rp. 13 juta.

Selain itu juga ada Penyerahan Izin Operasional Pondok Pesantren yang masing-masing diterima oleh Ponpes Zainul Hafiz At-Taufiq Tanjung Menangis Desa Sepi, Kecamatan Sekotong Lombok Barat, Ponpes Darussalam Tanaq Beak Narmada, Ponpes Palapa Nusantara Lombok Timur, Ponpes Bumi Nusantara Lombok Timur, Ponpes Al-Majidiah Lombok Timur dan Ponpes Hifzul Wathan Lombok Timur serta Ponpes Sabilul Rosyad Lombok Timur.

Selain dihadiri oleh perwakilan santri-santri dari 102 pondok pesantren se-Lombok Barat, turut hadir juga para alim ulama, elemen masyarakat bersama perwakilan dari Kantor Wilayah Kemenag NTB dan jajaran Forkopimda Lombok Barat.

 

OPAL dan TOGA Upaya Mendukung Ketahanan Pangan Keluarga

Giri Menang, Jumat 18 Oktober 2019 – Dalam rangka menstabilkan ketahanan pangan keluarga, pemerintah tengah menerapkan program Obor Pangan Lestari (Opal) dan Tanaman Obat Keluarga (Toga). Kedua program ini dinilai mapan dalam mengentaskan kemiskinan di tingkat keluarga, dusun dan desa. Tidak menutup kemungkinan, jika program ini berhasil, ke depan akan menjadi sumber pendapatan yang memadai.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Lombok Barat, Mujitahidin menyatakan, di Kabuaten Lombok Barat, Opal dan Toga ini diuji coba sebagai pilot project. Tujuannya, selain meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan keluarga, tapi juga pemanfaatan lahan kosong atau lahan non produktif.

“Program Opal dan Toga ini merupakan program Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian disinergikan dengan pengembangan ternak dan unggas,” papar Mujitahidin dalam sambutannya pada acara peresmian Opal terintegrasi ternak unggas dan pakan mandiri alami serta sosialisasi Tanaman Obat Keluarga (Toga) di Halaman kantor Dinas Ketahanan Pangan Lombok Barat di Gelogor, Jumat (18/10/2019).

Mujitahidin menyebutkan, kegiatan ini selain menerapkan sistim Bioplok atau penerapan teknologi tepat guna berupa pakan mandiri pangan, tapi juga sinegritas dengan pangan Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA).

“Dengan mengkonsumsi pangan yang berbasis B2SA ini, harapan kita dapat meningkatkan pola pangan harapan yang merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU, red) di Dinas Ketahanan Pangan Lombok Barat,” tegas Ketua Tim Ketahanan Pangan Lombok Barat ini di hadapan Pejabat Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTB, Pengurus TP PKK Pokja 3 Kecamatan se Lombok Barat dan sejumlah Kepala OPD Pemkab Lombok Barat.

Mujitahidin juga melaporkan, program Opal dan Toga ini dananya bersumber dari dua angaran berbeda; APBN (Dekonsentrasi) dan APBD Lombok Barat tahun 2019. Nilainya mencapai Rp.100 juta dengan rincian, Rp.50 juta APBN dan Rp.50 juta APBD.

Di tempat yang sama, Sekretrais Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTB, Ibu Pakhi menyatakan, Opal dan Toga ini sesungguhnya memperkenalkan kepada masyarakat yang memiliki lahan dan pekarangan sedikit. Mereka bisa memanfaatkan lahan itu dengan kebutuhan Toga dan Opal ini.

Usai meresmikan Opal dan Toga, Ibnu Pakhi kepada tim Humas Lobar mengatakan, fungsi dari Opal dan Toga ini, selain mendatangkan pendapatan, tapi juga menghadirkan nuansa dan perasaan segar terutama bagi mereka yang sudah purna tugas.

“Ini fungsi dalam jangka pendek. Tapi dalam jangka panjang tentu untuk mempromosikan bahwa, melalui Opal dan Toga ini akan menerapkan bertani dengan lahan yang terbatas,” kata Ibnu Pakhi usai meresmikan Penerapan Opal dan Toga.

Peresmian sendiri ditandai dengan penebaran pakan ke kolam lele, meninjau peternakan ayam pedaging, petelur serta meninjau tanaman sayur dengan pola hidroponik, agroponik.

“Inilah kiat dan cara untuk memperoleh pangan yang bergizi dan mudah didapat di tingkat rumah tangga. Semua Dinas Ketahanan Pangan kabupaten/kota se NTB kami harapkan meniru dan mencontoh Opal dan Toga di Lombok Barat ini,” harap Ibnu Pakhi.

Khawatir Molor, Fauzan – Sumiatun Sidak Proyek di Lobar

Giri Menang, Kamis 17 Oktober 2019 – Khawatir atas pelaksanaan pembangunan fisik di tahun anggaran 2019 ini, Bupati dan Wakil Bupati Lombok Barat, H. Fauzan Khalid dan Hj. Sumiatun melakukan monitoring untuk inspeksi mendadak (sidak, red) ke enam proyek sebagai sample dari keseluruhan proyek infrastruktur. Pasangan dengan akronim Zaitun ini didampingi oleh Sekretaris Daerah H. Moh. Taufiq, Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Hj. Lale Prayatni, beberapa Kepala OPD, serta didampingi juga oleh Bagian Administrasi Pembangunan dan Bagian Pengadaan Barang/Jasa di Sekretariat Daerah.

Tim tersebut sengaja menyasar enam proyek yang bersumber dari pembiayaan Dana Alokasi Khusus (DAK) karena menyangkut ketatnya DAK serta capaian realisasi atau progress pembangunannya dianggap masih kurang cepat. Sidak tersebut dilakukan selama dua hari dengan menyasar proyek pembangunan dermaga di Senggigi, Puskesmas Sesela, dan Kantor Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTS) di hari pertama kemaren, Rabu (16/10/2019). Sidak kemudian dilanjutkan ke Pasar Eyat Mayang, Ruas Jalan sepanjang 3,3 Kilometer di Telaga Lebur Sekotong, dan Puskesmas Pelangan di hari kedua ini, Kamis (17/10/2019).

Saat sidak tersebut, Bupati Lombok Barat beserta rombongan menemukan beberapa kekurangan capaian dari yang seharusnya berdasarkan target yang ditetapkan. Kekurangan tersebut terdapat di hampir semua proyek yang disidaknya.

“Dari hasil monitoring, memang rata-rata masih kurang dari target. Jadi kita tegaskan kepada kontraktornya untuk mengejar ketertinggalan itu,” ujar Fauzan saat diwawancarai di hari pertama, Rabu (16/10/2019).

Untuk itu, Fauzan meminta agar para kontraktor bisa memenuhi target yang ditetapkan dengan mencari jalan keluar seperti penambahan jumlah tenaga dan jam kerja. Pihaknya, aku Fauzan, tidak mau tahu alasan keterlambatan capaian tersebut. Menurutnya, kelangkaan bahan material seperti semen atau bata merah yang sempat menjadi keluhan banyak pihak, harus dicarikan jalan keluarnya sendiri oleh para kontraktor.

“Kalau masalah material, silahkan tanya kontraktornya saja. Yang pasti kita sudah menanda tangani kontrak dan itu harus selesai. Kita tidak mau masuk ke urusan teknis,” tegas Fauzan.

Hal senada juga disampaikan oleh Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Hj. Lale Prayatni. Lale memastikan para kontraktor sudah mencari jalan keluar sendiri terhadap persoalan material, kecuali yang sifatnya pabrikasi. Namun Lale mengingatkan agar sebelum musim hujan datang, beberapa item pembangunan yang sifatnya struktur dan yang utama sudah bisa rampung sehingga tidak akan mempengaruhi progress pekerjaan.

“Kita punya limit waktu sampai Desember. Sekitar November nanti kita turun lagi. Harus ngecek lagi. Dengan Bupati dan Wakil Bupati turun, itu menjadi energi baru buat mereka (kontraktor, red) dalam bekerja, dari pada kita diamkan,” terang Lale.

Selama sidak, banyak temuan yang mereka dapatkan. Di hari pertama sidak, hampir semua proyek yang disidak mengalami keterlambatan sekitar 1-2 persen dari yang ditargetkan, kecuali untuk pembangunan dermaga di Senggigi yang memang memiliki spesifikasi khusus sehingga deviasi antara target dengan realisasi pekerjaannya sampai 8 persen lebih. Untuk itu, Lale meminta hal itu diperhatikan oleh Kepala Dinas yang ikut bertanggung jawab atas proyek di SKPD-nya. Untuk kasus dermaga menjadi domain kerja Dinas Perhubungan.

“Saya sudah mengingatkan ke Dinas Perhubungan agar selalu memantau perkembangan. Bila perlu beri teguran tertulis apabila realisasi fisik lebih rendah dari target realisasi,” tegas Lale saat ditemui setelah sidak hari pertama (Rabu, 16/10/2019).

Jenis pekerjaan untuk Dermaga Senggigi sendiri adalah penambahan panjang dermaga sepanjang 50 meter yang akan memudahkan kapal-kapal besar untuk bisa sandar.

Sebelumnya, dermaga yang tersedia untuk menambah panjang itu hanya berbentuk dermaga apung. Karena jenis dan spesifikasi pekerjaan agak khusus di laut, maka sebagian pekerjaan utamanya berupa pembuatan precast beton balok dilaksanakan di darat. Nantinya jika pancang dan balok betonnya sudah terpasang maka progress pekerjaan bisa langsung cepat terlihat karena bobot pekerjaan di laut yang sangat tinggi.

Kondisi serupa juga ditemukan saat sidak di Pasar Eyat Mayang di sidak hari kedua. Secara kasat mata progress pelaksanaan proyek cukup lamban, namun karena jenis pekerjaan berupa pemasangan kap rangka baja adalah jenis pabrikasi, maka pekerjaan tersebut menunggu kap baja yang sedang dalam masa pembuatan.

Pantauan lapangan yang cukup unik ditemukan pada pembangunan ruas jalan Telaga Lebur-Kedaro di Sekotong yang sesungguhnya panjang jalan tersebut adalah 3,3 kilometer, namun poyeknya sendiri hanya membiayai sepanjang 2 kilometer. Menurut pengakuan kontraktor yang mengerjakannya, pihaknya telah melakukan pengaspalan sepanjang 2,68 Kilometer, yaitu 1,3 kilometer di ujung utara dan 1,38 kilo meter di ujung selatan dengan menyisakan jalan yang tanpa aspal di tengah-tengahnya. Pengakuan kontraktor yang tidak ingin namanya disebut, hal itu berdasarkan permintaan masyarakat yang disetujui oleh Pemerintah.

“Tapi kami telah melakukan perataan dan pengerasan tanah (di jalan yang tanpa aspal, red) sehingga tetap bisa dilewati dengan aman,” aku kontraktor tersebut mengaku ingin menuntaskan seluruh panjang jalan, namun nilai kontraknya yang hanya untuk 2 kilometer membuatnya menyisakan di tengah.

Proyek fisik di Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dengan sistem tender di tahun 2019 ini total berjumlah124 proyek tender. Keseluruhannya bernilai total Rp. 268 milyar lebih dengan komposisi 61 persen lebih bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

“DAK sekarang sangat ketat. Di saat kita tidak bisa menyelesaikan tepat waktu di Bulan Desember akan merugikan kita,” terang Lale.

Menurutnya, pola pembayaran DAK hanya dibayarkan sesuai dengan realisasi pekerjaan dan resikonya ada di kontraktor. Namun pekerjaan sisanya akan menjadi tanggungan APBD dalam menuntaskannya.

“Itupun dibayarkan bukan dari DAK, tapi dari APBD kita di tahun depan. Jadi kalau kontraktor itu mau dibayarkan di APBD-P tahun depan, silahkan bisa dilanjutkan, tapi belum tentu di APBD-P nanti bisa kita cantumkan dalam belanja kita,” terang Lale.

Hal tersebut, menurut Lale saat mengakhiri wawancaranya, yang membuat Pemerintah Kabupaten Lombok Barat khawatir dan harus tetap melakukan pengawasan terhadap seluruh proyek, terutama yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

Sumiatun: Multitaskin, Wanita Lebih Baik dari Pria

Giri Menang, Kamis 17 Oktober 2019 – Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Untuk mewujudkan pelaku usaha yang bertanggung jawab, membangun konsumen yang lebih cerdas, serta menjauhkan konsumen dari dampak negatif konsumsi barang, Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Lombok Barat (Lobar) menggelar sosialisasi perlindungan konsumen, kepastian hukum bagi konsumen, dan pelaku usaha.

Mengusung tema ‘Perlindungan Konsumen Bagi Pelaku Usaha Wanita’, kegiatan yang diikuti berbagai organisasi wanita di Lobar ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pelaku usaha dan konsumen, khususnya para wanita, baik pelaku maupun konsumen.

“Kegiatan ini juga untuk meningkatkan komitmen dan peningkatan peran perempuan dalam organisasi wanita di Kabupaten Lombok Barat. Dan bahwa wanita pun bisa menjadi pelaku usaha,” kata Wakil Bupati Lombok Barat Hj. Sumiatun saat membuka sosialisasi di Aula Kantor Bupati, Kamis (17/10).

Ditambahkannya, peran wanita sebagai pelaku usaha telah berlangsung lama. Terlebih dengan adanya emansipasi wanita, maka peran wanita dituntut tidak kalah dengan peran kaum pria.

“Dari hasil penelitian katanya ditemukan perempuan lebih baik dari laki-laki dalam melakukan banyak tugas (multitasking) sekaligus. Sebuah tes yang dilakukan oleh psikolog Inggris menemukan, laki-laki lebih lambat dan kurang terorganisir ketika beralih cepat antara satu tugas ke tugas lainnnya. Tidak hanya itu, ketika dibandingkan, perempuan dan laki-laki dalam jenis multitasking tertentu, wanita lebih cepat,” ungkapnya.

“Demikian juga dalam rumah tangga, wanita bisa melaksanakan banyak tugas sekaligus. Mereka memasak makanan, sambil menjaga anaknya. Begitu juga saat mengerjakan pekerjaan di bawah tekanan, perempuan lebih terorganisir,” sambungnya.

Hal itu menurutnya, menunjukkan bahwa dalam situasi stres dan kompleks, perempuan lebih mampu berhenti dan berpikir apa yang terjadi di depan mereka. Dengan kata lain kaum Hawa lebih baik dari kaum Adam dalam hal mengerjakan banyak pekerjaan dalam satu waktu.

“Semoga dengan begitu, kegiatan ini mampu memberikan manfaat bagi para peserta untuk lebih menyadari pentingya perlindungan konsumen, sekaligus membangun kepercayaan diri bahwa wanita pun bisa,” pungkas Sumiatun.

Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan terkait perlindungan konsumen oleh Ketua IWAPI NTB Hj. Baiq Diah Ratu Ganefi, dan M. Taufik Rahman dari Dinas Perindustrian Provinsi NTB selaku narasumber.

Tinjau Kebon Kongok, Bupati Lobar Dorong Teknik Pemadaman Baru

Giri Menang, Kamis 17 Oktober 2019 – Kebulan asap yang tak kunjung tuntas, membuat Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid memaksa diri menjelang Kamis dini hari tadi (17/10/2019) mengunjungi lokasi kebakaran sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Kebon Kongok Suka Makmur Gerung Lombok Barat.

Fauzan didampingi oleh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran, H. Fauzan Husniadi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Budi Dharmajaya, dan Camat Gerung H. Mulyadi. Ikut bersama rombongan tersebut Anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat H. Ahmad Zainuri yang sengaja datang walau bukan merupakan anggota legislatif dari Daerah Pemilihan di wilayah tersebut.

Kehadiran Fauzan Khalid menjelang dini hari itu diikuti oleh Kapolres Lombok Barat, Hery Wahyudi untuk memberi semangat kepada anggota Dinas Damkar Lombok Barat dan anggota kepolisian yang berjibaku melakukan pemadaman. Saat di lokasi dan mendapat pemaparan kondisi terkini, Fauzan Khalid meminta agar teknik pemadaman gunungan sampah bisa dikembangkan agar asap yang tetap mengebul akibat sekam atau material berbahan plastik serta gas metan tidak menimbulkan api dan asap lagi.

“Coba kita fikirkan bagaimana caranya agar pemadaman bisa segera selesai. Kalau sampah sudah dipecah-pecah, tentu ini akan mempermudah proses pemadaman, namun belum tentu efektif mematikannya seratus persen. Kalau kita bisa dibantu, mungkin akan efektif jika menggunakan pemadaman lewat udara atau dengan penggunaan foam (busa, red) yang akan menghambat keluarnya udara sehingga menghambat munculnya api,” pinta Bupati saat pertemuan informal dengan Kapolres Lombok Barat, Kepala UPT TPA Kebon Kongok Didik, Kepala Desa Suka Makmur H. Slamet, Camat Gerung dan bahkan hadir juga Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Nusa Tenggara Barat, Madany Mukarom.

Menurut Kepala Pemadam Kebakaran Lombok Barat, Fauzan Husniadi, soal teknik pemadaman sudah mulai menggunakan alat berat untuk memecah sampah agar langsung disemprotkan ke area sampah.

“Saat ini dengan luasan area kebakaran yang semakin bertambah, kita melakukan zonasi pemadaman dan berbagi tugas dengan teman-teman dari kota (Dinas Damkar Pemerintah Kota Mataram, red) dan Polres Lombok Barat,” terang Fauzan Husniadi.

Pihaknya memprediksi akan melakukan penyiraman dengan foam (busa, red) yang bisa menghambat meluasnya kebakaran. Namun sampai hari ini (Kamis, 17/10/2019) pihaknya belum memulai penggunaan foam karena harus mematikan spot-spot (titik-titik api, red) yang masih banyak walau kecil.

“Saat ini, komando ada di Dinas Pemadam Kebakaran Kota Mataram. Kita saling bahu membahu, namun kita menuntaskan zona yang dibagikan ke kita,” terang Fauzan Husniadi.

Kunjungan Fauzan Khalid di TPA yang telah menghidupi paling sedikit 120 warga yang bekerja menjadi pemulung tersebut juga menemukan aktivitas bantuan dari Tagana Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pengakuan Mulyadi, salah seorang anggota Tagana tersebut, pihaknya telah stand by di lokasi sejak hari Senin dengan pola bergantian sampai 20 orang. Mereka rata-rata bekerja selama 10 sampai 12 jam sehari untuk membantu suplay air yang akan dipakai untuk memadamkan api.

“Kondisi truk milik Dinas Sosial tidak memungkinkan untuk melakukan penyemprotan. Jadi kita hanya menyuplai air setiap saat secara terus menerus,” terang Mulyadi menyebutkan pihaknya menggunakan 3 truk milik Dinas Sosial yang terus menerus bertugas mendatangkan bantuan air.

Selain membantu suplay air, pihaknya, imbuh Mulyadi, juga diperbantukan untuk penyediaan makan bagi semua orang yang bekerja untuk melakukan pemadaman.

Sebagai TPA Regional, Kebon Kongok ini menimbulkan dilema buat Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Area tersebut, menurut Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid menjadi pembuangan sampah dari Kota Mataram dengan volume mencapai 300 ton per hari, sedangkan Kabupaten Lombok Barat hanya menyuplai paling banyak 60 ton sehari.

“Kita paling banyak mengirimkan sampah ke TPA ini 60 ton sehari. Sisanya yang terbuang ke sungai atau tempat lain karena kesadaran masyarakat soal sampah belum tinggi,” terang Fauzan Khalid.

Karena hanya menyuplai kurang dari seperempat total sampah setiap hari, maka Kabupaten Lombok Barat mestinya mendapat kompensasi dari Pemerintah Kota Mataram.

“Minimal Rp. 15 milyar lah untuk perbaikan infrastruktur di area ini atau menangani dampak lingkungan dan bau yang ditimbulkan oleh TPA Kebon Kongok,” pinta Bupati sambil memastikan akan mengkomunikasikan ulang pola kerja sama soal TPA ini dengan Pemerintah Kota Mataram.

Bupati Himbau Masyarakat Lobar Tidak Segan Tes HIV-AIDS

Giri Menang, Kamis 17 Oktober 2019 – Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1992, kasus HIV AIDS di Kabupaten Lombok Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dengan jumlah penduduk 694.985 jiwa (sumber BPS Lombok Barat 2018) tercatat kasus Kumulatif HIV AIDS mencapai 295 kasus dengan rincian 174 HIV dan 121 AIDS, termasuk di dalamnya 48 orang adalah ibu rumah tangga.

Hal itu dilaporkan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS H. Junaidi dalam rapat koordinasi Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS Lobar tahun 2019 di Aula Excavator Dinas PUPR Lobar, Rabu (16/10) kemarin.

“Sampai bulan Agustus 2019 ditemukan kasus baru sebanyak 30 orang positif HIV dan 6 orang positif AIDS. Ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya (2018, red) di bulan yang sama yaitu HIV 20 orang dan AIDS 7 orang. Kasus ini sudah menyebar di sepuluh kecamatan di Lombok Barat. Kasus terbanyak ditemukan di Kecamatan Batu Layar, menyusul Gerung, Narmada, dan Labuapi,” paparnya.

Junaidi menambahkan, ada tiga lokasi yang beresiko tinggi di Lobar, yakni Pelabuhan Lembar, Tambang Sekotong, dan Senggigi (kawasan wisata) serta mantan TKI.

Di samping jumlah kasus yang meningkat setiap tahunnya, dalam kurun waktu 2008-2018 juga telah terjadi pergeseran sumber temuan kasus. Dari yang sebelumnya didominasi oleh pengguna narkoba khususnya narkoba suntik, sekarang bergeser kepada perilaku seksual baik yang terjadi pada Wanita Penjaja Seks (WPS), waria, dan Lelaki Seks Lelaki (LSL).

Perluasan segmentasi juga telah terjadi tidak hanya pada Kelompok Resiko Tinggi, tetapi juga telah meluas ke kalangan Ibu Rumah Tangga (IRT) dan balita yang tergolong dalam Kelompok Resiko Rendah.

Berangkat dari fenomena itu, Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid menghimbau kepada seluruh masyarakat khususnya di Lombok Barat untuk tidak malu lagi memeriksakan diri (tes HIV) ke fasilitas kehatan yang ada. Menurut Bupati masih banyak sekali masyarakat yang malu untuk memeriksakan diri walaupun secara gratis.

Fenomena Gunung Es (lebih banyak data yang tidak diketahui, red) dalam kasus HIV-AIDS di Lombok Barat (Lobar) memang sangat mengkhawatirkan. Karena sedari awal HIV-AIDS dikaitkan dengan perilaku seksual menyimpang, maka masih dianggap “sesuatu yang memalukan”. Tidak semua orang mau secara sadar untuk memerikasakan dirinya karena malu bahwa perilaku menyimpangnya diketahui publik.

“Ini fenomena Gunung Es, boleh jadi puluhan kali lipat dari data yang kita miliki,” ujar bupati.

“Masih banyak masyarakat kita yang malu untuk memeriksakan diri ke dokter atau ke tempat-tempat pemerikasaan, walaupun gratis. Bahkan kebijakan pemerintah untuk pengobatan HIV-AIDS ini semua ditanggung,” terangnya.

Tentunya Pemkab Lombok Barat tidak tinggal diam menghadapi fenomena ini. Melalui Komisi Penanggulangan AIDS Lombok Barat tercatat telah melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan seperti sosialisi tentang Narkoba dan HIV-AIDS ke sekolah-sekolah khususnya SMA, pondok pesantren, dan Kader Dasawisma. Selain itu juga dilakukan pembinaan kepada Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA), pemberian informasi bahaya HIV-AIDS melalui running text, pemutaran film keliling, melalui siaran radio, media cetak, baliho serta sosialisasi-sosialisasi yang bekerjasama dengan beberapa instansi terkait seperti Dinas Kesehatan, DP2KBP3A, Dikbud, Dispar, Dishub, Diskominfo, KPA Prov, PKK dan lainnya, serta mengadakan VCT Mobile.

 

Puskesmas Sedau dan Sekotong Lobar Raih Akreditasi Utama

Giri Menang, Rabu 16 Oktober 2019 – Puskesmas Sedau di Kecamatan Narmada dan Puskesmas Sekotong di Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat meraih hasil positif saat dinilai untuk akreditasi ulang oleh Badan Akreditasi Nasional. Hal tersebut dikabarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat, H. Rachman Sahnan Putra saat dikunjungi di ruang kerjanya, di Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat, Rabu (16/10/2019).

“Dari 5 yang sudah dire-akreditasi, yang sudah keluar hasilnya itu ada dua, yaitu Puskesmas Sekotong yang 3 tahun lalu berstatus akreditasi madya, sekarang naik menjadi akreditasi utama, naik satu tingkat. Kemudian Puskesmas Sedau di Kecamatan Narmada, 3 tahun lalu hanya mencapai akreditasi dasar, sekarang melompat dua tingkat, yaitu menjadi akreditasi utama,” terang Rahman.

Menurut Rahman, dari 19 Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di wilayah Kabupaten Lombok Barat sampai dengan tahun 2018 , ada dua Puskesmas yang akreditasi untuk perdana, yaitu Puskesmas Suranadi dan Puskesmas Eyat Mayang.

“Dua-duanya sudah dilakuka pra-survei, InsyaAllah bulan November ini mereka akan disurvei oleh Badan Akreditasi Nasional untuk bisa ditetapkan akreditasinya,” tambah Rahman.

Sedangkan yang lainnya, menurut Rahman, ada 6 Puskesmas yang dire-akreditasi karena masa berlaku status akreditas tersebut adalah sudah 3 tahun. Mereka yang diakreditasi lagi adalah Puskesmas Sekotong, Puskesmas Sedau, Puskesmas Banyumulek, Puskesmas Mininting, Puskesmas Kuripan dan Puskesmas Narmada.

Akreditas madya dan utama, menurut Rahman, menjadi gambaran tentang kualitas dan kuantitas pelayanan kepada masyarakat di bidang layanan dasar kesehatan. Terutama kepada Puskesmas Sedau yang mengalami lompatan nilai dalam akreditasinya. Bagi Rahman, akreditasi tersebut adalah Continuous Quality Improvement atau artinya perbaikan mutu secara terus menerus. Logikanya, kata dia, 3 tahun yang lalu ditelusur seperti apa statusnya dalam hal upaya kesehatan perorangan dan masyarakat, maupun administrasinya.

“Yang dinilai itu dari segi Standard Operating Procedure (SOP), ketersediaan sumber daya manusianya, peralatannya, kerjasama tim, hubungan masyarakatnya, dan keterlibatan masyarakat. Itu semua dievaluasi, dinilai dan alhamdulillah Puskesmas Sedau itu diputuskan diberikan status oleh Tim akreditasi Pusat itu menjadi Puskesmas terakreditasi utama,” papar Rahman.

Saat ini, dari 19 Puskesmas sebagai FKTP di Kabupaten Lombok Barat, ada 6 Puskesmas mendapat Akreditasi Utama, 7 Puskesmas mendapat Madya, dan 4 Puskesmas mendapat Akreditasi Dasar. Dari aspek kemasyarakatan, akreditasi ini akan membuat kepercayaan public semakin tinggi atas jaminan pelayanan kesehatan yang mereka dapatkan.

Terkait dengan kemanfaatannya bagi masyarakat miskin peserta Jaminan Kesehatan Nasional, akreditasi ini akan mempermudah masyarakat miskin dalam memperoleh akses pembiayaan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Kalau Puskesmas itu tidak terakreditasi, maka dia tidak bisa kerjasama dengan BPJS. Jadi BPJS akan bekerjasama dengan FKTP maupun rumah sakit yang sudah terakreditasi, apalagi dia terus naik tingkat,” tegas Rahman.

Terbuai Lagi Di Senggigi Sunset Jazz

Senggigi Sunset Jazz akan kembali menyapa pecinta jazz Indonesia. Raisa, Ruth Sahanaya, Tompi, hingga Tami Aulia dan sejumlah musisi asli Nusa Tenggara Barat, seperti Suradipa, Betelu, The Maiqkane’s, siap menyajikan penampilan terbaik dari kawasan Senggigi di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Pemain saksofon cilik asal NTB, Kevin, dan Ricard Hutapea juga akan berkolaborasi dengan para musisi yang tampil.

Pilihan para penampil tahun ini adalah untuk menguatkan komitmen untuk menyajikan pentas jazz yang sebenarnya. Penampil dipilih untuk mewakili rentang penggemar jazz yang luas sejak dulu sampai sekarang.

“Nantikan kejutan-kejutan di Senggigi Sunset Jazz 2019. Saya ingin mengajak semua benar-benar terbuai dengan pantai, sunset dan penampil pilihan yang khusus hadir untuk Senggigi Sunset Jazz,” ujar Nety Rusi, Project Director Senggigi Sunset Jazz di Jakarta, (14/10).

Jazz di pantai saat matahari terbenam adalah waktu yang indah untuk menggambarkan perasaaan melalui musik. Pengalaman luar biasa dan tidak setiap saat ada. Senggigi Sunset Jazz 2019 menggabungkan unsur-unsur terbaik untuk menikmati jazz.

“Kami tampil saat sunset. Ini akan menjadi penggalaman yang luar biasa. Tantangan bagi kami adalah memberikan penampilan yang berkesan untuk para pengunjung setia Senggigi Sunset Jazz dari tahun ke tahun. Proses ini membuat kami terpacu untuk memastikan tidak ada penonton kecewa,” kata Ruth Sahanaya.

Sementara musisi muda Tami Aulia mengatakan, tantangan tampil di SSJ 2019 adalah pentas ini tidak hanya bertujuan menghibur para pecinta jazz. Pentas ini sekaligus menjadi bagian dari upaya menunjukkan Lombok terus bangkit setelah diguncang gempa besar tahun lalu.

“Sebagai orang asli Lombok, saya berharap, Senggigi Sunset Jazz bisa menjadi energi pemacu Lombok untuk terus bangkit, tetap semangat, dan semakin maju setelah musibah tahun lalu. Lombok punya potensi dan energi luar biasa,” ungkap Tami.

Senggigi Sunset Jazz 2019 akan digelar di Pantai Kerandangan yang masih dalam kawasan Senggigi pada 3 November 2019. Pertunjukkan mulai sore sampai malam hari. Rutin digelar sejak 2017, Senggigi Sunset Jazz yang digarap Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dengan Nuraga itu akan memberi alternatif atraksi wisata untuk Lombok.

Pemerintah Kabupaten Lombok Barat memilih Pantai Kerandangan sebagai lokasi tahun ini karena sejumlah pertimbangan. Pertama, animo penonton yang membesar dari tahun ke tahun. “Setelah dua kali menyelenggarakan, kami melihat penontonnya semakin banyak. Tahun ini, kami mencari tempat yang lebih representatif namun tetap dapat menampung penonton yang banyak itu,” ujar Bupati Lombok Barat, Fauzan Khalid.

Pertimbangan lainnya adalah memaksimalkan suasana matahari terbenam. “Pentas akan berlatar matahari yang perlahan tenggelam. Ini anugerah alam untuk Senggigi,” imbuhnya.

 

Padamkan Kebon Kongok, Sampah Harus Dipecah

Giri Menang, 16 Oktober 2019 – Kebakaran yang melanda Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Kebong Kongok Desa Suka Makmur Gerung, Hari Minggu (13/10) lalu masih sulit dipadamkan. Kondisi tersebut masih berlangsung dengan asap membumbung yang telah mengganggu aktivitas ribuan warga yang ada di enam desa. Lima desa tersebut adalah yaitu Desa Suka Makmur dan Desa Taman Ayu di Kecamatan Gerung, dan Desa Kuranji, Desa Kuranji Dalang, Desa Perampuan, dan Desa Karang Bongkot di Kecamatan Labuapi.

Walau telah melakukan upaya pemadaman sejak kejadian, asap masih saja mengganggu aktivitas warga. Seperti dilaporkan media massa hari kemaren, setidaknya sudah ada 120 warga Desa Kuranji Dalang mengeluh sakit akibat asap tersebut. Akan tetapi oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat, H. Rachman Sahnan Putra diklarifikasi berdasarkan pemantauan lapangan yang dilakukan pihaknya.

“Sampai hari ini belum ada satupun masyarakat yang terdampak di sekitar situ yang ISPA (infeksi saluran pernapasan akut, red), makanya kita lakukan upaya-upaya pencegahan. Setiap beraktifitas keluar mereka kita harapkan menggunakan masker,” terang Rahman saat dihubungi via telpon, Rabu (16/10/2019).

Pihaknya, tambah Rahman, telah membagikan paling sedikit 2200 masker dan obat-obatan untuk penguat stamina kepada masyarakat sebagai tindakan preventif atas bahaya asap tersebut.

“Yang paling penting adalah masyarakat paham apa yang harus dilakukan supaya mereka tidak terdampak, tidak sakit akibat dari asap itu, salah satunya adalah beraktifitas keluar menggunakan masker,” pinta Rahman yang mengaku langsung menurunkan Tim agar menyisir daerah-daerah lingkar TPA tersebut.

Hasil pantauan lapangan, sampai saat ini pihak Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Lombok Barat nampak kewalahan melakukan pendinginan. Di samping karena penumpukan sampah yang sangat tinggi dan luas area yang terbakar yang mencapai 1,25 hektar, kondisi tersebut juga dipicu oleh material sampah yang mengandung gas metan dan tetap mudah terbakar.

“Permasalahan di lapangan karena tumpukan sampah itu terlalu tinggi. Jadi sampah itu harus dipecah dulu. Kan selama ini sia-sia saja penyiraman yang kita lakukan karena hanya dipermukaan saja,” keluh Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Lombok Barat, H. Fauzan Husniadi saat dihubungi via telpon, Rabu (16/10/2019).

Sejak malam kejadian, aku Fauzan, pihaknya telah berusaha melakukan pemadaman bersama Dinas Pemadam Kebakaran Kota Mataram, bahkan juga melibatkan Kepolisian Daerah, Tagana, dan Basarnas. Namun asap masih saja ada, karena pemadaman hanya menjangkau permukaan sedang api masih ada menjalar di bawah.

“Kenapa sampai hari ini terjadi itu karena belum dipecah sampah itu. Jadi percuma saja kita lakukan pemadaman hanya diatas permukaan dan apinya padam, tapi bara yang di bawah itu yang menimbulkan asap,” terang Fauzan Husniadi mengaku telah mengkoordinasikan dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTB untuk dibantu alat berat untuk melakukan pemecahan atas tumpukan sampah tersebut.

Reaksi yang cukup keras juga disampaikan oleh Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid di sela-sela melakukan peninjauan proyek, Rabu (16/10/2019).

“Kita minta Pemerintah Provinsi untuk betul-betul mengatensi masalah ini, karena sekarang dampaknya sudah mulai terasa di masyarakat,” pinta Fauzan Khalid.

Menurut Fauzan Khalid, karena TPA Kebon Kongok berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat, maka Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kota Mataram harus memberi perhatian lebih kepada kawasan yang terdampak oleh keberadaan TPA tersebut, dalam hal ini tidak hanya karena masalah asap akibat kebakaran itu.

“Sekarang ini kita tidak mau hanya sekedar sebagai tempat (pembuangan sampah, red) saja, harus ada kompensasi. Contoh kasus seperti di Jakarta dan Bekasi, itu ada semacam kompensasi, walaupun itu tanah mereka. Kita juga akan minta seperti itu,” tegas Bupati.

Kompensasi itu, pinta Fauzan Khalid, bisa dalam bentuk hibah yang akan diarahkannya ke masyarakat sekitar.

“Termasuk infrastruktur, karena infrastruktur itu yang punya Lombok barat. Kalau rusak, kan kita yang bertanggung jawab? Kalau tidak ada kompensasi, terus uangnya dari mana?,” terang Bupati sambil memperkirakan minimal Rp. 15 milyar APBD Lombok Barat per tahun harus dialokasikan pihaknya untuk perbaikan infrastruktur yang rusak akibat dilalui truk sampah, menyalurkan bantuan ekonomi, atau bantuan lainnya untuk masyarakat sekitar yang sakit karena dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh TPA tersebut.

Keberadaan TPA Kebon Kongok ini memang sangat dilematis buat Kabupaten Lombok Barat. Di satu sisi menjadi area pembuangan sampah dari Kota Mataram, di sisi lainnya Kabupaten Lombok Barat paling banyak mendapat dampak negative berupa kerusakan infrastruktur jalan, debu, bau, dan lingkungan yang tidak sehat namun tidak mendapatkan kompensasi apapun akibat dampak tersebut.

Area seluas kurang lebih 5 hektar ini sebagiannya memang miliki Pemerintah Kota Mataram dan telah menjadi area pembuangan akhir bagi rata-rata 333 ton sampah per hari.

1 176 177 178 179 180 394