Giri Menang, Selasa 14 November 2017 – Banyaknya penyalahgunaan obat di masyarakat diibaratkan oleh Wakil Ketua Komisi IX, Hj. Ermalena layaknya penyakit menular. Menurutnya, masyarakat terutama kalangan remaja menyalahgunakan obat hanya untuk eksistensi gaya hidup.

Hal itu disampaikannya saat memberikan pembekalan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (Gema Cermat) di Ballroom Hotel Aruna Senggigi, Selasa (14/11).

“Anak-anak remaja ingin mengeksistensikan gaya hidup. Kemudian mencontoh teman dan lingkungannya. Itulah sebabnya keluarga harus paham kondisi pergaulan, teman-teman dan lingkungan anaknya,” ungkapnya mencontohkan penyalahgunaan Tramadol yang marak belakangan ini.

Dalam kesempatan itu, Ermalena juga memaparkan lima hal yang harus diperhatikan untuk menghindari masyarakat salah saat membeli obat.

“Yang pertama, kita harus tahu obat ini apa namanya dan kandungannya. Obat ini apa khasiatnya. Obat ini berapa dosisnya. Obat ini bagaimana cara menggunakannya dan obat ini apa efek sampingnya. Kelima hal inilah yang harus ditanyakan kepada ahlinya yakni dokter dan apoteker. Bukan malah bertanya kepada internet dan tukang obat keliling,” tegasnya.

Dirinya berharap melalui pembekalan ini, masayarakat mampu menjadi agen perubahan bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. “Jadikan kekuatan masyarakat sebagai agen perubahan,” serunya.

Dalam kesempatan itu, Kasubdit Seleksi Obat dan Alat Kesehatan, Direktorat Pelayanan Kefarmasian, Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, Dra. Andriyani, Apt., M.Si memaparkan tren penyakit saat ini. Dijelaskannya, masyarakat saat ini telah memasuki era penyakit tidak menular seperti stroke, jantung, tekanan darah tinggi dan lainnya.

“Usia 20-30 tahun saat ini sudah kena penyakit stroke. Itu bisa disebabkan penyalahgunaan obat seperti penggunaan obat bebas secara berlebihan (over dosis),” katanya.

Kebiasaan menyimpan obat di rumah baik itu obat bebas terbatas maupun obat keras seringkali disalahgunakan karena kurangnya pengetahuan tentang pemakaian obat.

Dicontohkannya, seperti saat tetangga sakit dan gejalanya dirasa mirip dengan penyakit yang pernah dideritanya, lantas ia memberikan obat tanpa indikasi yang jelas. Akibatnya dapat memberikan efek samping yang tidak baik untuk tubuh.

Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2013 menunjukkan bahwa 35,2% rumah tangga menyimpan obat untuk swamedikasi (pengobatan sendiri). Dari 35,2% rumah tangga yang menyimpan obat, 35,7% diantaranya menyimpan obat keras dan antibiotika 27,8% di antaranya menyimpan antibiotik dan 86,1% antibiotik tersebut diperoleh tanpa resep.

Swamedikasi ini dinilai seringkali tidak disertai informasi yang memadai dan kurangnya supervisi dari tenaga kesehatan.

Melalui program Gema Cermat ini diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat dalam memilih, mendapatkan, menggunakan, menyimpan dan membuang obat secara benar. Hingga pada akhirnya akan meningkatkan penggunaan obat secara rasional dalam pelayanan kesehatan.

Untuk itu dibutuhkan kerjasama dengan berbagai stake holder. Bukan hanya institusi dan lembaga pemerintah terkait dengan pemberdayaan masyarakat, pendidikan maupun komunikasi dan informasi. (humas)