husnawadi

Ini adalah kisah nyata dari perjuanganku mengapai cita-cita yang tidak pernah aku bayangkan. Allah memberiku melebihi apa yang aku pinta karena Ia tahu apa yang baik buat hambanya. Namaku Husnawadi, anak dari pasangan Kasmin dan Murni. Aku memiliki tiga orang saudara perempuan, Emi kakaku, Irma dan Arni adiku. Bapakku hanyalah seorang tukang servis arloji yang dulu biasa menawarkan jasanya di Pasar Karang  Jasi Mataram. Ibu adalah seorang ibu rumah tangga yang dulunya adalah seorang pedagang di Pasar Pagesangan. Aku lahir di karang Tapen tanggal 24 Agustus 1985. Nama kecilku adalah Cawok, dimana orang kampung sering memanggilku dengan nama pelesetan dari nama almarhum kakekku yang berasal dari Kopang, Lombok Tengah, Ratmawa.

Cerita ini berawal ketika aku tamat dari bangku SD tahun 1998. Aku putus sekolah selama dua tahun dikarenakan orang tau ku tidak mampu untuk membiayai aku masuk ke jenjang SMP. Disaat yang sama ibuku tidak lagi berjualan dikarenakan hal terntentu yang tidak aku ketahui, yang kemudian diambil alih oleh tanteku. Sehingga, keluargaku hanya mengandalkan hidup dari servis arloji bapakku di pasar.Rumah pun kami tidak punya karena masih tinggal dirumah tanteku. Selama dua tahun aku menganggur, aku banyak bermain dengan anak-anak SMK Hasanudin yang berasal dari Lombok Tengah dan Senggigi, saat itu juga aku mulai sedikit belajar bahasa Inggris.

Suatu hari aku berfikir mau jadi apa kalau tidak sekolah karena harus menunggu rumah bermain sendiri kesepian di saat teman-teman sebayaku pergi ke sekolah. Terlebih aku sering dipukuli ibuku karena toledor menjaga nasi yang kadang sampai hangus. Ini semua memotivasiku untuk sekolah lagi. Tapi biaya itu tidak ada sama sekali. Aku adalah tipe anak yang kasihan melihat keadaaan orang tua ku. Aku takut dan kasihan untuk membebani mereka. Akhirnya aku memutuskan untuk meminta surat miskin untuk bisa masuk sekolah SMP tahun 2000 dengan meminta surat pengantar kepala kampung saat itu. sesampai disana aku diminta mengisi data pribadi termasuk penghasilan orang tua dan lain lain.

Sesaat setelah mengisi semua data peribadi surat pun jadi. Keesokan harinya, aku membawanya ke Kelurahan Cakra Barat dan akhirnya surat keterangan tidak mampu pun aku dapatkan. Ini adalah langkah awalku melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Rahman adalah teman dekatku meski sebaya tapi dia tetap bersekolah. Dia duduk di bangku SMP kelas dua. Aku selalu bermain kelereng sore hari dengannya. Suatu hari, aku mendaftar sekolah ke SMPN 9 Mataram di kawasan Punie bersamanya sebagai Wali Muridku, dengan bekal uang lima ribu sebagai biaya pendaftaran.

Setiba di sekolah formulir pendafataran aku serahkan berserta persyaratannya. Selang beberapa waktu, tiba giliranku untuk di wawancara.

“Husnawadi” panggil salah seorang  guru sebagai komite pendaftaran.

Dengan segera aku menghadap bersama Rahman. Kami duduk berhadapan dengan si Guru dan Rahman tepat berada disampingku.

“Mana Wali Muridnya dek?” tanya si Guru.

“Ini bu.” jawabku sambil menunjuk Rahman yang duduk disampingku.

“Kok sama besarnya?” tanya guru tersebut sambil tersenyum.

“Dia tidak di urus sama Bapaknya ini bu.” Jawab Rahman.

Kamipun tertawa. Tapi apa yang dikatakan Rahman ada benarnya. Bapakku tidak pernah mendaftarkan aku sekolah. SD pun aku di daftarkan oleh kakak misanku.

Aku pun resmi menjadi siswa SMPN 9 Mataram. Di kelas aku pemalu karena aku tahu aku adalah anak miskin.Tapi aku selalu berusaha untuk bisa setara dengan teman temanku. Setiap hari aku pergi dan pulang berjalan kaki. Kadang aku nebeng sama salah seorang teman yang kebetulan satu kampung.

Singkat cerita, sampai tiga bulan pertama sekolah pembagian, caturwulan pertama. Aku mendapatkan peringkat ke-6. Di saat itu pula aku pulang ingin menunjukan hasil belajarku kepada orang tuaku. Di saat yang sama, aku tidak menemukan seorang pun di rumah yang setiap hari tempatku tidur makan dari semenjak lahir. Aku menangis karena tidak menemukan seorangpun dirumah itu. Orang tuaku di usir dari rumah tempat kami beteduh. Sukurnya dengan hasil jualan ibuku yang dulu, kami memiliki rumah di dusun Bagek Polak Enjak, Kec.Labuapi, meski dengan luas setengah are. Semenjak itu aku mulai berjalan sekolah puluhan kilo dari Dusun Bagek Polak ke Punie Mataram. Suatu hari, aku menghadap wali kelasku menanyakan prosedur pindah sekolah HJ.Nurhasanah. Tetapi biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurus pindah itu tidak mampu untuk di bayar. Alhasil, setiap hari aku bangun subuh makan kerak nasi di campur garam dan cabe. Aku berlari menuju Punie dari rumahku yang baru dihuni di dusun Bagek Polak Enjak. Meski berjalan dari rumah yang jaraknya sepuluh kilo-an, aku masih tetap selalu bisa membuka gerbang sekolah.

Suatu hari aku mendapatkan uang beasiswa dari pemerintah karena aku memakai surat miskin. Uang tersebut aku pakai membeli sepeda sehingga akupun bisa mendayuh sepeda setiap hari menuju  sekolah. Di setiap jalan pulang aku berdoa semoga Allah memberikanku kesempatan sekolah sampai SMK sehingga aku bisa kerja di bidang pariwisata/perhotelan.

“Ya Allah berikanlah hambamu ini kesempatan untuk bisa melanjutkan sekolah sampai SMK”. Inilah doa yang selalu aku ingat ketika mendayuh sepeda pulang tepat di depan heler padi Bagek Polak Karang Kebon Barat menuju dusunku, Bagek Polak Enjak.

Tahun berikutnya, aku mulai kerja di tanteku .Sepulang sekolah aku mampir disana, membungkus kacang kedelai yang dulu dijual ibuku, mengepel musholla dan pergi membawa se-ember kopi untuk  digiling demi makan dan uang saku. Aku mulai jarang pulang ke rumah karena harus membantu tanteku kerja sepulang sekolah. Baju pakaian sekolah aku taruh pakai kardus di Musholla rumah tanteku. Dalam seminggu aku pulang dua sampai tiga kali.

Setelah kelas dua, aku mulai mengajar mengaji anak dari tetangga tanteku di Karang Tapen, Bu Hj. Baiq Nur. Setiap bulan aku diberi uang sebagai tambahan belanja. Dari kelas dua aku mulai mendapatkan peringkat 1 atau 2 dan selalu peringkat pertama di saat kelas tiga. Sampai suatu hari, sekolahku hampir selesai. Dan aku berbicara kepada ibuku agar aku bisa masuk SMK setelah tamat SMP nanti. Aku selalu mendapat peringkat pertama di saat duduk di bangku kelas tiga.

Disaat kelulusan SMP, aku tidak memiliki uang untuk menebus Surat Tanda Kelulusan (STK) sebesar 25.000 rupiah. Suatu pagi aku dan sahabat karibku, Devi Yulius Panggo, pergi mencuci sepedaku di sebuah kali baratnya Karang Bate, Cakra menuju Pagutan. Setelah selesai mencuci, sepeda itupun aku jual dengan harga 30.000 rupiah setelah melakukan penawaran dengan pedagang barang loak di gang Pasar Cakra.

Singkat cerita, aku mulai mendaftarkan diri masuk ke SMKN 2 Mataram untuk pertama kali dengan memilih jurusan perjalan jasa wisata atau guiding. Namun sekolah tersebut mewajibkan murid yang mengambil jurusan tersebut untuk kursus bahasa Inggris di sebuah lembaga kursus yang cukup terkenal di Mataram serta melakukan study tour ke Denpasar, Bali. Dengan alasan tersebut, aku mengundurkan diri, dan melamar ke SMKN 4 Mataram dengan modal nekat dan berserah bagaimanapun hasilnya.

Setelah aku di nyatakan lulus, ibuku meminjamkan aku uang sebesar 100.000 ribu dan meminta seragam bekas SMA kepada keluarganya.Begitu juga ibu Hj. Baiq Nur, memberikanku uang sebesar 100.000. Jadi untuk daftar ulang aku mempunyai modal 200.000. Dengan itu aku hanya bisa membeli seragam olah raga, dan baju sekolah SMKN4 Mataram.Tapi biaya uang bangunan masih tertunda. Aku pun tetap memakai surat miskin untuk melamar sekolah. Alhasil aku selalu mendapatkn tunjangan beasiswa miskin dari sekolah.

Kurang lebih dua bulaan disekolah, aku mulai tinggal di Yayasan Al-Aadiyaat, yayasan anak yatim piatu dan fakir miskin yang berlokasi di Karang Tapen. Di bangku SMK, suatu hari aku mengikuti Lomba Pidato Bahasa Inggris tingkat sekolah dalam merayakan 17 Agustus, hari kemerdekaan Indonesia. Akupun belajar dari seorang teman yang bekerja di KFC Mataram Mall. Dia membantuku membuat konsep sebanyak dua lembar setengah. Aku bisa menghafalkannya dalam waktu dua hari. Terus menerus aku berlatih di depan kaca. Akupun mendapatkan peringkat ketiga dalam lomba tersebut dikalahkan oleh senior-senior kelas tiga. Terkait biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari, aku mulai berjualan nasi bungkus di sekolah yang aku titipkan di koperasi sekolah. Bu Sundari adalah guru yang memberikanku kepercayaan. Setiap jam istirahat, aku menjaga koperasi dan sambil berjualan nasi yang aku  ambil dari Karang Tapen. Aku mendapatkan untung dari Rp.5.000 sampai Rp.10.000 setiap hari. Tapi dikala rejeki kurang, nasi pun aku kadang bawa pulang kembali, tetapi selalu aku titipkan di sebuah warung di depan IKIP Mataram. Hasil jualan  tidak lupa aku tabung dan aku berikan sebagian kepada ibuku dan sedekah bagi orang-orang tua jompo disekitar rumah.

Di SMK, aku mulai terlibat di dalam pelatihan Team Debat Bahasa Inggris SMKN 4 Mataram. Aku mulai mengenal Pak Marzoan sang guru yang paling berjasa dalam hidupku. Beliau melatihku dan teman-teman lainnya dengan penuh kesabaran. Sampai aku bisa mengikuti Lomba Debat Bahasa Inggris Tingkat Nasional antar siswa-siswi SMK se-nasional yang dikenal dengan Lomba Kompetensi Siswa (LKS), dua kali berturut turut pada tahun 2005 di Denpasar dan 2006 di Jakarta. Di dalam kelas aku termasuk siswa yang aktif dan selalu mendapat peringkat dan prestasi. Aku selalu hadir lebih awal setiap hari Jumat untuk menyiapkan Imtaq.Uang hasil beasiswa, aku gunakan untuk membayar tunggakan bangunan sekolah.

husnawadi4

Jakarta 2006

Dikarenakan, aku berprestasi khususnya dalam bidang kompetensi Bahasa Inggris, aku memutuskan untuk masuk kuliah keguruan jurusan pendidikan Bahasa Inggris, di IKIP Mataram. Dibantu oleh pihak Yayasan Al-Aadiyaat tempatku tinggal dan menjadi pengurus sampai saat ini, akupun bisa melanjutkan kuliah. Semenjak masuk kuliah aku mulai mengajar Bahasa Inggris privat dan ngaji di beberapa rumah donatur yayasan, termasuk mengajar anak Sekda Kota Mataram, Mamiq Makmur Said. Dengan itu semua aku bisa membiayai diriku kuliah dan membeli sebuah sepeda motor Astrea Grand meski second tapi bisa digunakan untuk bolaq balik beraktifitas. Aku mulai aktif di kampus, mendirikan club debat Bahasa Inggris di Fakultas FPBS yang aku langsung ketuai. Aku selalu menunjukan bahwa IKIP Mataram mampu bersaing dengan universitas negeri seperti UNRAM. Suatu hari aku mengikuti lomba pidato Bahasa Inggris antara mahasiswa se-NTB di IAIN Mataram, dan mampu sebagai juara pertama mengalahkan kandidat lain yang juga berasal dari UNRAM. Aku terpilih mewakili NTB dalam wisata kampus ke Jogja tahun 2007 dan mengikuti lomba debat tingkat wilayah kopertis VIII di Denpasar Bali tahun 2008. Semenjak dibangku kuliah, aku melamar beasiswa untuk Newmont dan untuk pemda melalui kampus. Alhamdulillah, biaya kuliahku dapatkan bukan saja dari mengajar tapi juga beasiswa yang dua kali aku dapatkan dari Newmont dan Pemda.

Tahun 2009, aku melamar beasiswa short course ke Amerika, bermodal Bahasa Inggris aku akhirnya terpilih sebagai salah satu peserta beasiswa tersebut, Indonesian English Language Study Program, IELSP. Akupun berangkat ke Amerika dan belajar Bahasa Inggris di pusat bahasa Universitas Arkansas selama hampir tiga bulan.

husnawadi3

Dengan itu aku dapat membeli sebuah laptop pertamaku untuk belajar. Di samping  itu, aku aktif memberikan penyuluhan debat Bahasa Inggris kebeberapa sekolah yang ada di NTB serta mengadakan Lomba Debat Bahasa Inggris Tingkat Propinsi NTB. Semenjak itu pula, aku selalu menjadi juri debat Bahasa Inggris di beberapa kabupaten termasuk di Lombok Timur dan Lombok Tengah.

husnawadi2

Tahun 2010, aku lulus dari IKIP Mataram dengan IPK 3.84 dan menjadi pembicara perpisahan di acara wisuda, dimana hanya ditemani oleh bapak dan adik perempuanku saja. Tapi aku bangga bahwa aku bisa terpilih mewakili ribuan mahasiswa yang wisuda hari itu. Aku pun mendapatkan tawaran untuk melanjutkan study S2 ke Surabaya oleh pihak kampus. Tapi dengan alasan aku melamar beasiswa ke Australia, aku menolak tawaran itu. Awal tahun  2011, aku di panggil wawancara oleh pihak Australian Development Scholarship, ADS. Tapi sayang nasib belum berpihak. Aku memutuskan untuk menikah tahun 2011.

Aku mulai mengajar di IKIP Mataram dan STIKES Mataram serta membuka kursus Bahasa Inggris dirumah kontrakan di Dasan Sari Mataram. Sampailah, tahun 2013 aku dinyatakan lulus beasiswa S2 ke Negeri Kangguru sampai saat ini aku masih duduk sebagai mahasiswa MA TESOL di Flinders University, Australia.

husnawadi1

Inilah kisah singkat hidupku sebagai anak Lombok dari sebuah keluarga miskin. Dan aku percaya, bahwa kemiskinan bukanlah halangan untuk menggapai cita-cita, tapi kemiskinan adalah sebuah kekuatan untuk menggapai cita-cita itu. Bahkan Allah pun dengan kuasa-Nya memberikan sesuatu yang lebih dari yang di cita-citakan hamba-Nyaya asalkan kita berusaha dengan sungguh sungguh sebagaimana firman-Nya  “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Semoga ini dapat memberikan motivasi kepada kita semua untuk berani mengatakan bahwa “poverty is not the hindrance of life, but the power to live a life of success“,  kemiskinan bukanlah masalah hidup, tapi ia adalah daya untuk hidup sukses.

Husnawadi, Flinders, South Australia. Agustus 2015