Lombok Barat memiliki banyak pondok pesantren (Ponpes). Mulai dari utara hingga selatan terdapat banyak ponpes berdiri. Salah satu yang tertua adalah ponpes Al Islahuddiny.

BOK-1-1SEJAK memasuki awal Ramadan lalu, kajian kitab kuning dan tahfidzul quran menjadi rutinitas di ponpes ini.  Kedua kegiatan ini memang menjadi ikon utamanya.

Di pagi hari, semua santri akan berbondong-bondong melakukan dua kegiatan tersebut. Program pengajian kitab kuning dilaksanakan untuk mengasah kemampuan santri dalam membaca kitab kuning. Sebab, kitab kuning merupakan ciri khas dari pondok pesantren. Kitab kuning sendiri dianggap sebagai ruh ponpes tersebut.

Dalam aplikasinya, program pengajian kitab kuning ini diselenggarakan secara berjenjang. Yakni  berdasarkan tingkat pendidikan formal santri.

“Agar kelak saat mereka lulus, mereka memiliki nilai berharga di masyarakat,” ujar Ketua Yayasan Ponpes Al-Ishlahuddiny TGH Muhlis Ibrahim Al-Khalidy.

Ia menuturkan, selama puasa para santri lebih focus dalam melakukan dua kegiatan tersebut. Terlebih pada tahfidzul quran. Santri dapat lebih mengembangkan bakat hapalan mereka. Sebab, mereka tidak terganggu oleh kurikulum yang ada.

“Mereka dapat meningkatkan kualitas yang dimiliki,” kata Muhlis.

Meski kajian kitab kuning dan tahfidz merupakan ikon ponpes, ia tidak mengenyampingkan kebutuhan santri akan ilmu pengetahuan. Terlebih lagi perkembangan teknologi semakin pesat. Maka kedua hal tersebut harus seimbang.

“Jadi, paginya kajian kitab kuning dan tahfidz. Maka siangnya belajar ilmu pengetahuan umum,” jelasnya.

Saat ini, ponpes Ishlahuddiny tengah mengembangkan pembelajaran bahasa inggris. Sebab tak bisa dipungkiri jika bahasa ini menjadi kebutuhan utama dalam menghadapi persaingan pasar global. Bahasa ini digunakan tak hanya di Timur Tengah, namun juga di seluruh dunia.

Sementara untuk NTB sendiri, bahasa ini sangat diperlukan untuk pariwisata syariah. Bahasa ini sangat potensial sebab digunakan oleh seluruh wisatawan berbagai negara yang berkunjung ke NTB.

Muhlis mengatakan, saat ini Islahuddiny telah berhasil mengirim santrinya belajar ke luar negeri. Mereka belajar memperdalam potensi bahasa tersebut. Kemudian dibawa kembali dan diterapkan di ponpes.

Beberapa waktu lalu, sebanyak 120 santri kembali dari luar negeri. Semua dari jenjang Aliyah dan Tsanawiyah.  Mereka dipilih dari kelas dua Aliyah dan Tsanawiyah.

Muhlis mengatakan, mereka dipilih karena memiliki waktu satu tahun untuk menerapkannnya di Ponpes. “Sementara kelas tiga tidak,” pungkasnya.

Bergerak secara klasikal di 1956 di Kediri Lombok Barat, Ponpes Islahuddiny mulai berkembang secara perlahan. Mulai dari Madrasah Ibtidaiyah hingga saat ini memiliki Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID). Ponpes ini menjadi salah satu ponpes tertua di Lombok Barat. Begitu juga di NTB.  Pada zaman itu, ponpes masih terbilang langka.

Hal ini yang menjadi motivasi TGH Ibrahim Al-Khalidy membangun ponpes ini. Tak hanya mengajarkan agama, namun juga ilmu pengetahuan umum lainnya. Santrinya pun berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia.

Hingga saat ini, Ishlahuddiny telah berhasil mencetak banyak ulama besar yang tersebar di berbagai daerah di NTB. Begitu juga sarjana lainnya. “Bahkan sudah lima lulusan sini yang jadi dokter. Satu spesialis dan empat umum,” pungkasnya.

Kini, ponpes ini  memiliki 48 cabang di NTB. Cabang terbanyak berada di Lombok Tengah. Salah satu cabangnya juga berada di pulau Sumbawa.(Ferial ayu/Giri menang/r6)

Sumber: http://www.lombokpost.net/2016/06/17/kaji-kitab-kuning-tak-lupakan-bahasa-inggris/