Ketua KWT Karya Wanita, Dusun Dasan Belo, Desa Jembatan Kembar Siti HartiniMenuju sukses, apalagi iktikat awal untuk merubah image masyarakat agar menjadi sadar dan peduli akan ketahanan pangan berikut kelestariannya membutuhkan waktu, proses dan penuh kesabaran.  Merubah perilaku masyarakat, apalagi dengan  sikap masyarakat yang masih apatis dan berpendidikan rendah, pemikirannya masih tradisonil akan menjadi lebih kontras dari apa yang diharapkan. Namun apa yang dilakukan Siti Hartini Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Wanita Tani, Dusun dasan Belo, desa Jembatan Kembar Timur, Kecamatan Gerung, kabupaten Lombok Barat  pantas diteladani.

Dengan ketekunannya ulet dan sabar tanpa mengenal cibiran tetangga sekitar, dengan pendekatan kekeluargaan dan sentuhan tangan dinginnya secara perlahan namun pasti, sikap apatis masyarakat yang tak respek terhadap pentingnya ketahanan pangan keluarga akhirnya membuahkan hasil.

Awalnya Hartini, begitu ia biasa disapa mengawalinya dengan mencoba menanam berbagai jenis tanaman sayur-mayur di pekarangan rumahnya yang luasnya tak seberapa. “Sayur-mayur itu berupa cabe merah, cabe hijau, terong, tomat, kangkung, sawi, bayam, labu, seledri, kemangi, pare, gambas, kacang panjang, mentimun, koro (komak), kecipir dan masih banyak tanaman sayur lainnya. Komiditas pangan lainpun juga ditanam anggota kelompok. Misalnya talas, uwi, ubi kayu, ubi jalar, mangga, sawo, anggur, papaya. Tanaman Obat Keluarga (Toga) juga memenuhi pekarangan rumah. Diantaranya, kunyit, lengkuas, jahe, kencur, sirih, sereh dan lainnya,” ujar Hartini ramah.

Hartini menyadari komoditas pangan tersebut di atas kesehariannya yang paling banyak dicari sebagai konsumsi rumah tangga. Dampaknya masyarakat terutama ibu rumah tangga tidak perlu kebingunan akan pemenuhan kebutuhan sayur-mayurnya. “Tak mesti harus ke pasar atau ke sawah ladang yang jauh untuk memperoleh sayur. Jadi cukup memetik saja di pekarangan rumah,” tutur ibu berpenampilan kalem ini.

Banyaknya manfaat bertanam sayur di pekarangan rumah milik Hartni, kecuali rasa malu warga lainnya yang kerap kali meminta sayur di pekarangan rumah, ternyata ide Hartini telah menginisiasi warga dusun sekitar untuk mengikuti jejak Hartini. Secara perlahan warga lainnya turut menanam tanaman sayuran yang muaranya untuk pemenuhan gizi masyarakat. Ketertarikan warga yang makin bertambah  itulah yang juga mengilhami Hartni untuk membentuk Kelompok Wanita Tani “Karya Wanita”. Awalnya hanya 25 anggota,   hingga kini KWT ini beranggotakan 45 orang yang terbentuk sejak tahun 2012. Namun register penetapannya oleh Bupati Lombok Barat tertanggal 26 Juni 2013.

Kesungguhan KWT Karya Wanita bagi pemenuhan pangan masyarakat setempat memantik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB untuk dijadikannya sebagai binaan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) bahkan BPTP dibawah Kementerian Pertanian ini berhasil menyabet juara I lomba MKRPL se NTB yang diadakan lembaga tersebut di tahun 2014.

              Keberhasilan KWT Karya Tani juga mengundang Wakil Menteri Pertanian RI Dr. Rusman Heriawan pada Maret 2014 lalu yang secara khusus melakukan kunjungan dinasnya di kelompok ini. Menyusul pula KWT Karya Tani mendapat kehormatan sebagai salah satu onyek kunjungan Worl Bank – FAO Communities of Praktice (CoP) bersama rombongan dari berbagai Negara berjumlah 20 orang. Kedatangannya dimaksudkan untuk belajar dan mendapatkan informasi dan pengalaman membangun dan mengembangkan MKRPL yang nantinya akan dikembangkan di negaranya masing.

           Tanaman sayur-mayur di pekarangan kelompok KWT Karya Tanaman sayur dan komiditi pangan lainnya yang dikelola KWT Karya Tani tidak hanya dikonsumsi sebagai pemenuhan atau pelengkap nasi saja. Namun KWT Karya Wanita ini juga berpikiran cerdas. Jika saja untuk konsumsi atau secara ekonomi bisa meningkatkan pendapatan keluarga, namun pengetahuannnya hanya sebatas itu saja. Karena itu kelompok ini memproduksi berbagai makanan kecil atau camilan dengan rasa yang gurih dan mengundang selera.

Sebutlah misalnya ada stik kangkung, peyek bayam, kacang sembunyi, pudding labu dan sebagainya. “Ide kami untuk membuat makanan camilan berawal karena dorongan membuat camilan dari bahan sayur-mayur dari pekarangan rumah dan bernilai khas. Makanan olahan dari sayur memiliki nilai gizi yang tinggi. Dan jika diolah jadi camilan berupa stick dan peyek akan terasa lebih nikmat dan digemari semua orang. Demikian pula nilai ekonomisnya juga lebih tinggi,” kata Hartini.

Jurnalis Warga oleh: WARDI