Banyaknya warga yang memproduksi miras, membawa image negatif bagi Desa Langko. Perlahan namun pasti warga ingin menghilangkan image negatif tersebut. Bagaimana caranya?

***

A-BOX-langko-1DESA  Langko, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu desa yang terletak di bagian utara Lombok Barat.

Desa ini berbatasan langsung dengan hutan yang memisahkan kabupaten Lombok Barat dengan kabupaten lainnya. Warga desa yang berada di pedalaman ini mengandalkan hasil hutan. Terutama pohon aren yang tersebar di hutan desa ini.

”Pohon aren tumbuh hingga di pekarangan rumah warga,” kata Kepala Desa Langko HM Arjuna pada Lombok Post saat dikunjungi Kamis (26/5).

Banyaknya pohon aren, tentu menghasilkan air nira yang banyak pula. Air nira inilah sejak puluhan tahun menjadi bahan baku pembuatan miras.

”Dulunya hampir setiap hari warga saya produksi miras sekitar 1875 liter. Kalau kisaran drum 200 liter, berarti dalam sehari menghasilkan 6 drum miras,” ujarnya.

Sejak tahun 2015, Arjuna mencoba untuk merubah mindset warga. Di mana warga bisa mengolah air nira, tanpa harus memproduksi miras.

”Awalnya memang terbilang cukup sulit. Apalagi usaha produksi miras ini telah berlangsung puluhan tahun,” ceritanya.

Selama beberapa bulan, masih warga ada yang memproduksi miras. Bahkan hasil miras dulunya bisa terlihat di setiap depan rumah warga yang siap diangkut dan dipasarkan berjajar.

Hingga akhirnya dia meminta kadus masing-masing di desa ikut terjun juga ke masyarakat. Kadus bertugas mengajak warga untuk beralih memproduksi air nira menjadi komoditas lainnya.

”Saat itu saya terpikir memproduksi gula aren,” ujarnya.

Ia mengungkapkan bila warganya memasarkan gula aren, hasilnya cukup lumayan. Harga perbiji dari gula aren di Dusun Longseran berkisar Rp 1 ribu. Harga ini merupakan harga pasaran yang biasa dibeli masyarakat.

“Harga perpack kalau dijual lagi sekitar Rp 20 ribu untuk 24 biji,” jelasnya.
Dari sini bisa dilihat keuntungan yang didapatkan untuk gula aren yang dijual sekitar Rp 4 ribu. Bayangkan saja bila dalam sehari bisa laku 100 biji. Maka dalam sehari keuntungan yang didapatkan bisa Rp 400 ribu.

Pemikiran ini pun disambut baik dinas terkait dengan mulai memberikan pelatihan dan bantuan. Salah satunya bantuan rumah produksi dan rumah kemasan. Di samping itu ada pelatihan yang digelar berkelanjutan.

Dia menilai, satu upaya menekan produksi miras, dengan mengajak warga menggalakkan UMKM. Keinginan ini didorong karena desa ini awalnya dikenal sebagai produsen miras.

“Desa Langko ingin menghilangkan image negatif tersebut,” tegasnya.

Merubah sesuatu yang sudah lama dilakoni memerlukan waktu dan tenaga lebih. Tentunya tidak akan semudah membalikkan tangan merubah yang sudah lama ada. Inilah yang menjadi perhatian dan tantangan Arjuna bagaimana bisa merubahnya tanpa harus ada perselisihan.

“Memerlukan waktu pendekatan yang cukup lama. Waktu itulah yang saya gunakan untuk menganalisa warga saya,” ujarnya.
Sosialisasi dan pelatihan memang sangat diperlukan masyarakat. Apalagi ini merupakan salah satu upaya agar tidak ada lagi produksi miras di desa ini. “Kami ingin desa ini bersih dari miras sesuai dengan perbup yang ada,” terangnya.(Nurul Hidayati/Giri Menang/r4)

Sumber: http://www.lombokpost.net/2016/05/28/rayu-warga-produksi-gula-aren/