Mengunjungi Kelompok Wanita Tani Bunda Lestari di Lembar (1)

F-boks2Para perempuan yang bergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Bunda Lestari di Jembatan Kembar Timur, Lembar, Lombok Barat, sungguh berdaya. Untuk kebutuhan masak sehari-hari, kini mereka tak perlu merogoh kocek. Uang belanja sayur pun mampu dihemat hingga Rp 8 ribu sehari.

***

AROMA karya nyata KWT Bunda Lestari sudah menyeruak bahkan dari pintu masuk area persawahan yang menjadi kebun kelompok tani ini di Jembatan Kembar Timur. Di pintu masuk, ditanami seledri, kemangi, dan pohon labu.

Lalu di sepanjang jalan menuju kebun, hamparan tanaman sayur dan buah mengelilingi setiap jalan. Seluruhnya tanaman organik. Yang berarti memang ditanam menjauhi pupuk sentuhan pupuk kimia. Di kebun itu, sebanyak 54 jenis tanaman buah dan sayur ditanam. Kebun itu, juga bukti nyata lain, menyangkut kemandirian KWT Bunda Lestari.

Tentu saja, nikmat yang diperoleh kelompok tani ini tidak datang sendirinya. Semuanya disemai dengan kerja keras. “Memang tidak mudah dari awal,” kata Mulyani, ketua KWT Bunda Lestari ditemui Lombok Post di kebunnya, kemarin.

Mulai digagas 2013 silam dengan beranggotakan 27 orang, KWT memang memulai kiprah dengan mengedepankan kemandirian. Kemandirian tersebut diwujudkan mulai dari proses tanam bahan pangan lokal hingga pengolahan hasil tani menjadi produk kuliner pangan lokal, secara swadaya.

Pelan namun pasti, ikhtiar kelompok tani ini akhirnya membuahkan hasil. Hasil pangan lokal yang dihasilkan oleh kelompok wanita tani tersebut berupa olahan dari labu seperti nagasari labu dan serbat. Disamping itu juga KWT membuat kompos sendiri dari peliharaan sapi yang dibeli kelompok.

”Sapi ini miliknya kelompok. Sebab dulu sebelum ada sapi kita harus membeli bahannya untuk membuat kompos dan itu nilainya lumayan besar bagi pengeluaran kelompok,” kata Mulyani.

Seluruh aktivitas di kebun itu dikelola dan dilakukan bersama oleh angota. Untuk memudahkan, dibagi jadwal. Biasanya saat sore hari semua anggota berkumpul untuk menyiram dan membersihkan kebun. ”Kalau pagi sampai siang saya dan sore harinya anggota,” terangnya.

Mulyani menceritakan awalnya memang agak sulit untuk mengembangkan KWT. Apalagi untuk menjaga semangat teman kelompok yang awalnya masih merasa ragu apakah berhasil atau tidak. ”Ini merupakan tekad kawan-kawan untuk maju dan berkembang,” ujarnya.

Kalangan ibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok ini memang perajin dan ulet. Itu pun terbukti dari hasil yang diperoleh kelompok saat ini. ”Lumayan lah kami bisa membantu uang belanja harian untuk rumah tangga kami,” ujarnya sembari mencampur tanah dengan serbuk gergaji kayu.

Bahkan hasilnya juga membuat semua anggota di KWT ini tidak perlu lagi membeli sayuran atau buah. Dengan tidak membeli sayuran dan buah ini, anggota kelompok bisa hemat sekitar Rp 8 ribu per hari uang belanja yang diberikan suami mereka.

Sebab, segala kebutuhan kini tinggal memetiknya langsung dan diolah sendiri. Bahkan kalau hasil panen banyak dan semua kelompok sudah dapat, akhirnya sayuran dan buah itu dijual ke pasar. ”Hasil jualan di pasar berkisar Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu per hari. Hasil ini masuk ke kas kelompok yang nantinya akan dibagikan juga untuk kelompok atau membeli bahan tanam,” tuturnya.

Kerja keras kelompok selama ini semua berbuah manis saat kelompok mulai mengikuti lomba-lomba sayur dan buah. Bahkan sempat menjadi juara hingga di tingkat provinsi. ”Mulai saat itu kita mulai dikenal dan mulai diikutkan dalam setiap event pameran. Bahkan dari pameran itu bisa menambah pelanggan baru kita,” jelasnya. (NURUL HIDAYATI/r12)

Sumber: http://www.lombokpost.net/2015/tidak-perlu-beli-sayur-irit-uang-belanja-rp-8-ribu-sehari.html