Kabupaten Lombok Barat

7 kiat menangkal virus ukhuwah

Dalam surat Al Hujurat (QS 49) Allah SWT memaparkan 7 kiat bagi kita untuk menangkal virus-virus ukhuwwah yang bisa menghancurkan shaf ukhuwwah yang telah dibina.

Tabayyun
Tabayyun berarti mencari kejelasan informasi dan mencari bukti kebenaran informasi yang diterima. Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS 49:6)

‘Adamus Sukhriyyah
Artinya tidak memperolok-olokkan orang atau kelompok lain. Firman Allah
SWT:
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah satu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokkan).” (QS 49:11)

Saat ini terdapat banyak kelompok atau organisasi dakwah. Harus kita sadari bahwa diantara kelompok-kelompok dakwah tersebut terdapat perbedaan yang prinsipil maupun yang tidak prinsipil. Perbedaan dalam menentukan al-hadaful a’la (sasaran tertinggi) termasuk dalam masalah prinsip.

Kondisi ini memancing suasana tanafus (persaingan) yang kadang bentuknya tidak sehat. Persaingan ini akan semakin tidak sehat dengan tampilnya oknum-oknum yang senang melontarkan ungkapan-ungkapan bernada cemooh persaingan.

Berhimpunnya kelompok-kelompok dakwah dan harakah yang ada di bumi sekarang ini adalah suatu mimpi indah. Sebagaimana yang ditulis DR. Yusuf Qardhawi, maka kesatuan wala’ (loyalitas) dan tumbuhnya suasana ta’awun dalam menghadapi konspirasi para thaghut adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi. Dan kalaupun hal ini belum terwujud karena ada beberapa hal yang belum bisa kita lakukan, maka tidak mampukah kita sekadar meninggalkan tradisi sukhriyyah dan perasaan ana khairun minhu (saya lebih baik daripadanya) seperti yang dinyatakan iblis???

‘Adamul Lamz
Maksudnya tidak mencela orang lain. Ini ditegaskan dengan firman-Nya:
“Dan janganlah kamu mencela diri sendiri’. Mencela sesama muslim, oleh ayat ini dianggap mencela diri sendiri, sebab pada hakekatnya kaum muslimin dianggap satu kesatuan. Apalagi jika celaan itu adalah masalah status dan standar kebendaan. Allah sendiri menyuruh Rosul dan orang-orang yang mengikutinya untuk bersabar atas segala kekurangan orang-orang mukmin. (lLihat QS, 18:28).

Tarkut Tanabuz
Yakni meninggalkan panggilan dengan sebutan-sebutan yang tidak baik terhadap sesama muslim. Ini berdasarkan firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu saling memanggil dengan sebutan-sebutan (yang buruk).” (QS 49:11)

Tanabuz dalam bentuk yang paling parah adalah berupa pengkafiran terhadap orang yang beriman. Pada kenyataannya masih saja ada orang atau kelompok yang dengan begitu mudahnya menyebut kafir kepada orang yang tidak
tertarik untuk masuk ke dalam kelompok tersebut.

Ijtinabu Katsirin minadzdzan
Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa.” (QS 49:12)

Pada dasarnya seorang muslim harus berbaik sangka terhadap sesamanya, kecuali jika ada bukti yang jelas tentang kesalahan tersebut. Dan sebaliknya, kepada orang kafir dan musuh Islam, kaum muslimin harus menaruh curiga bila mereka bermanis budi. Allah SWT sendiri menegaskan:
“Sesungguhnya orang-orang kafir menginfakkan harta-harta mereka untuk mengahalangi manusia dari jalan Allah.” (QS 8:36)

Adamut Tajassus
‘Adamut Tajassus adalah tidak mencari-cari kesalahan dan aurat orang lain. Perbuatan ini amat dicela Islam. Allah SWT amat suka bila kita berusaha menutup aib saudara kita sendiri. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu sekalian mencari-cari kesalahan (dan aurat) orang lain.” (QS 49:12)

Ijtinabul Ghibah
Allah SWT menegaskan:
“Dan janganlah kamu sekalian menggunjing sebagian lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?…”

Ghibah sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah SAW adalah menceritakan keburukan dan kejelekan orang lain. Ketika seseorang menceritakan kejelekan orang lain, maka ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, jika yang diceritakannya benar-benar terjadi maka itulah ghibah. Kedua, jika yang diceritakannya itu tidak terjadi berarti ia telah memfitnah orang lain.

Begitu besarnya dosa ghibah, sampai Allah SWT menyamakan orang yang melakukannya dengan orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri

Sumber : http://albarokah.or.id/