Ahad Legiharto,ST.M.EngSetiap orang berhak untuk hidup sejahtera, lahir dan bathin. Bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan baik, serta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Tinggal di sebuah hunian dengan lingkungan yang layak, merupakan hak dasar yang harus dipenuhi pemerintah. Namun penanganan permukiman kumuh menjadi sebuah tantangan  bagi pemerintah kabupatenh/kota. Karena selain merupakan masalah, tapi juga merupakan salah satu pilar penyangga pererkonomian.

99Berangkat dari cita-cita ini, pemerintah telah mencetuskan sebuah program berlabel KOTAKU atau Kota Tanpa Kumuh. Program ini merupakan sebuah target dalam menetapkan penanganan perumahan dan permukiman kumuh. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, salah satu sasaran pembangunan kawasan permukiman adalah, tercapainya pengentasan permukiman kumuh menjadi 0 (nol) Hektar (Ha). Karena, Kementerian PU melalui Ditjen Cipta Karya sendiri mencatat, penanganan kawasan kumuh mencapai angka 38.341 Ha.

Namun sebaliknya, dari angka ini, di kabupaten Lombok Barat (Lobar) sesuai SK bupati mencatat, ada 221,42 Ha kawasan kumuh. Sementara yang sudah tertangani melalui program PNPM sebanyak 9 Ha. saja. “Memang masih banyak sisa yang belum tertangani hingga mencapai nol persen,” kata kepala Dinas PU Lobar melalui Kepala Bidang (Kaabid) Cipta Karya, Ahad Legiarto,ST,M.Eng di ruang kerjanya belum lama ini.

Mengacu pada SK Bupati bernomor 1151.A/51/Bappeda/2014 tentang Penetapan Kawasan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh tahun 2014-2019 ini, secara nasional, Lombok Barat (Lobar) masuk dalam kategori penanganan pencegahan. Tujuannya, bagaimana supaya kawasan kumuh menjadi nol hektar. Intinya adalah, kawasan yang sudah baru direvitalisasi, supaya jangan ada muncul kawasan kumuh baru lagi.

Tercatatnya Lobar sebagai kawasan penanganan pencegahan, karena patut disyukuri bahwa, Lobar dalam data RPJMN sampai 2019, secara hektar tidak ada sumbangsihnya yang  tercantum pada data pengembangan dan permukiman (bangkim) nasional. Bersyukur, hanya dua kabupaten yang memiliki data nol hektar yaitu, Lobar dan Sumbawa. Kedua daerah kabupaten inilah yang dinilai sebagai daerah yang bisa mengurangi angka kawasan kumuh nasional sebesar 38.341 Ha.  ”Kita bersyukur karena Lobar memiliki angka nol hektar dalam RPJMN,” jelas Asisten Kota (Askot) CD Mandiri Lobar pada Bidang Cipta Karya DPU Lobar, Muh.Zamzani,ST.

Kendati Lobar tidak masuk dalam angka kawasan kumuh nasional, tapi tidak menutup kemungkinan, akan terjadi adanya perubahan dan revisi terhadap data bangkim nasional ini. Sehingga pemerintah Lobar berharap, tahun 2017 semoga daerah ini tidak masuk dalam angka yang lain. Angka lain inilah yang disebut Zamzani sebagai angka keramat. “Bersyukur angka keramat itu hanya bisa masuk dalam kategori pencegahan, bukan kulaitas fisik,” sambung Zamzani.

Di Lobar sendiri, sesuai SK bupati, sasaran pendampingan program KOTAKU ini menyebar di dua kecamatan yakni, kecamatan Kediri dan Labupai. Di kecamatan Kediri, menyebar di dua desa, masing-masing; Desa Jagaraga Indah dan Desa Kediri. Luas kawasan kumuhnya mencapai 42,06 Ha. Sedangkan di kecamatan Labupai, menyebar di 4 desa masing-masing; desa Karang Bongkot, Karang Bongkot (1), Kuranji Dalang, dan desa Labuapi. Luas kawasan kumuhnya mencapai 27,42 hektar.

Sampai 2019, dua kecamatan dan enam desa inilah sebagai sasaran penanganan pencegahan kawasan kumuh di Lobar. Ini berdasarkan SK sebagai sasaran program KOTAKU. Tetapi jika mengacu pada jumlah kecamatan dan desa/lurah yang ada, ini tentu menjadi program dan kebijakan internal pemerintah daerah setempat.

Masuknya dua kecamatan dan enam desa ini sebagai sasaran KOTAKU, karena menyangkut penilaian pusat terhadap beberapa indikator. Salah satu indikatornya adalah, indikator kecamatan dan desa yang masuk dalam wilayah perkotaan. Indikator lainnya adalah, desa yang memiliki KK miskin di atas angka 10 persen. Prinsipnya, program KOTAKU ini sama dengan program P2KKP atau PNPM. Yang membedakannya adalah, P2KKP dulu fokus pada penanganan kemiskinan. PNPM terfokus pada pemberdayaan masyarakat dan program KOTAKU ini menyangkut penanganan kawasan kumuh.

Dengan masuknya program KOTAKU ini, bisa dipastikan, hingga tahun 2019 mendatang, kota-kota dikawasan sasaran tidak lagi ada yang kumuh. Data 221,42 Hektar kawasan kumuh di Lobar, dengan penuh rasa optimis, bisa teratasi menjadi nol hektar. Angka 221,42 Hektar ini diselesaikan dalam jangka waktu tiga tahun dirasakan sulit, sehingga angka ini bisa diselesaikan sampai tahun 2021. Karena penanganan pencegahan rasanya berat sekali, belum lagi milyaran rupiah uang yang harus tersedia. Harapannya, angka 221,42 hektar ini, bisa menjadi lokasi secara nasional  ketika  ada kebijakan perubahan pusat.

Terhadap hal ini, sebagai target tahun 2017, kabupaten Lobar diminta untuk menyusun dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2-KPKP). Dokumen ini disusun sebagai dokumen gabungan perencanaan program. Hanya saja, terhadap rencana penyusunan dokumen ini, baru sebatas rencana, karena pihak Pemda Lobar belum mengajukan surat minat kepada pemerintah provinsi sebagai perpanjangan tangan pusat.

Dokumen inilah sebagai sebuah tolok ukur pemda setempat dalam rencana aksi penanganan dan pencegahan kawasan kumuh, termasuk penanganan besar kecilnya anggaran yang diajukan ke pusat. Maka pusat tentu mengacu pada dokumen RP2-KPKP ini. “Dalam dokumen ini semua perencanaan SKPD Lobar berkoalisi menajdi satu,” tutur Ahad.

Kembali pada indikator kekumuhan dari program KOTAKU ini. Menurut Ahad, ada tujuh plus satu indikator yang harus ada. Indikator ini meliputi kondisi bangunan, jalan, lingkungan, air minum, sampah, air limbah, proteksi bencana, plus ruang publik. Indikator inilah yang menjadi target program KOTAKU hingga 2019. Sehingga sasaran di kawasan program ini, tidak ada lagi muncul yang namanya kota kumuh, tetapi Kota Tanpa Kumuh. Semoga! L.Suhaimi – Gerung (Jurnalis warga)