Berkat dedikasinya terhadap dunia pendidikan anak-anak, wanita tunanetra asal Dusun Karang Bedil Desa Kediri Kecamatan Kediri ini terpilih sebagai penerima anugerah Kick Andy Hero yang tayang di Metro TV.
Disambangi di kediamannya kemarin, Fitri menuturkan sejak kelas 2 SMA, ia telah mengalami buta permanen, sehingga ia pun dikucilkan dan dikeluarkan dari sekolah. Namun tak lantas hal itu membuatnya putus asa, justru dengan keterbatasannya menjadi pematik semangatnya untuk membuktikan kepada semua orang bahwa dirinya bisa.
Keterbatasan fisik tak menjadi penghalang baginya mendulang pretasi dan berbuat baik terhadap sesama. Mulai kelas 2 SMA, tahun 1998 silam, ia mulai merintis pendidikan untuk anak-anak jalanan kemudian berkembang tahun 2000 ia membuat yayasan di Solo. Tahun 2006, ia berhasil mendirikan sekolah dengan siswa 400 sekolah, anak muridnya dari semua golongan dan sekolahnya pun gratis.
Misi pertamanya dalam mengembangkan pendidikan anak-anak, adalah menghapus label anak. Maksudnya menghapus label anak bahwa anak itu semua sama tidak ada namanya anak jalanan, anak fakir, anak yatim dan anak cacat. Ia sangat menentang adanya sebutan status dan label bagi anak. Karena menurutnya, ketika mengatakan anak itu cacat, maka secara langsung sudah terbebentuk mentalnya.
Seperti apa yang dialami dirinya, umur 12 tahun ia mulai mengalami kebutaan. Saat itu ia dikatakan cacat dan harus keluar dari sekolah, hal ini awalnya membuat ia minder. Menurutnya, ketika berbicara anak cacat atau anak jalanan maka asumsi anak jalanan urakan, secara langsung terbentuk mentalnya. “Anak itu semua sama. Misi saya tidak ada diskriminasi terhadap anak, karena anak karunia Allah yang perlu dijaga,”ujarnya.
Menurutnya, semua orang memiliki kekurangan. Bahkan banyak anak yang kurang segala hal baik mental dan materi. Anak-anak ini harus diperhatikan . Di Solo dia beraktivitas layaknya wanita normal. Namun ketika kembali ke Lombok puluhan tahun lalu, ia agak terbatas. Ia membuat lembaga pendidikan non formal Samara Lombok di kediamannya. Selain itu ia juga membuat lembaga konsultasi dan riset serta menjadi motivator. Ia ingin agar ilmu yang dipunyanya bisa ia tularkan.
Ketika mengembangkan lembaganya di Lombok bukan tanpa rintangan. Banyak cemoohan dan ejekan ia terima dari orang-orang sekitarnya. Bahkan Ia pernah dianggap pengemis waktu berjalan di pasar. Masyatrakat disini katanya jika melihat orang buta jalan dikira pengemis dan peminta. Ditengah ringatan yang dihadapi, ia tetap konsen mengembangkan lembaganya. Anak-anak ditampung untuk belajar gratis.
Lantas atas dedikasinya itu ia diganjar pengharagaan Kick Andy Hero oleh stasiun TV nasional karena ia dinilai berdedikasi dalam pendidikan anak. Ada 15 nominator masuk nominasi, dua orang dari NTB termasuk dirinta dan Mamiq Selamet dari Lotim. Ia awalnya tidak tahu bahwa dirinya mendapatkan penghargaan. Namun berdasarkan hasil voting, ia memperoleh suara dan ratting tertinggi.
Tak sampai disitu, acara khusus bagi perempuan di salah satu stasiun TV yakni She Can juga meliriknya sebagai penerima penghargaan. Ia juga tak tahu diberikan penghargaan ini. “Tiba-tiba saja ia ditelpon sebagai pemenang. Untungnya acara She Can mau dibawa di Lombok. Saya juga ingin memperkenalkan Lombok,”ujarnya.
Apa motivasinya konsen memperhatikan pendidikan anak? Motivasinya berumber dari dirinya sendiri ketika bisa melihat apa
yang dialaminya. Ketika ia dikeluarkan karena kebutaan, lalu ia sekolah di SLB dua tahun dan SMP serta SMA umum. Ia pun bisa membuktikan dengan memperoleh rengking dan menjadi siswa terbaik. Bahkan dikampus pun ia diterima di universitasi 11 Maret dan lulus dengan nilai comlaude. Ia pun diangkat menjadi asisten dosen. “Artinya kecacatan tidak menghalangi berprestasi,” imbuhnya. Harapannya kedepan, pemerintah dan lapisan masyarakat memberi perhatian terhadap pendidikan anak-anak. (Zubaidi asal Sekotong)