Pasir putih yang menghampar luas di sepanjang Pantai Pengantap, Desa Buwun Mas, Sekotong, Lombok Barat, NTB setidaknya menjadi saksi bisu yang bisa bersuara dan memberi fakta otentik akan keindahan, eksotisme dan menggugah hati siapa saja utamanya yang gemar berpetualang destinasi wisata pantai. dihiasi digelombang air laut yang bergulung-gulung dan saling kejar-mengejar di pantai yang berjarak tidak kurang dari 50-an kilometer dari pusat ibukota Kabupaten Lombok Barat di Giri Menang, Gerung, akan terbayar akan keindahan pantai yang bersebelahan dengan keindahan pantai tetangganya yakni pantai Nambung yang sudah mulai terkenal melalui transformasi berbagai media.
Pantai ini diakui memang belum banyak dikenal. Namun cerita dari mulut ke mulut, bahkan informasi melalui media baik media online maupun media cetak dan elektronik sebelumnya sudah kerap kali terungkap. Hanya saja para pengunjung enggan mendatangi pantai ini, karena sarana dan prasarana menju ke sana belum lengkap terutama, fasilitas jalan yang belum memenuhi syarat.
Namun saat ini berkat komitmen Pemerintah Lombok Barat untuk memperbaiki infrastruktur, para wisatawan yang berkeinginan rekreasi ke pantai ini tidak lagi menjadi kendala. Pengaruhnya pada hari-hari tertentu atau hari-hari libur seperti Sabtu dan Minggu atau pada hari libur resmi lainnya seperti Lebaran, tahun baru dan hari-hari besar lainnya, banyak pengunjung yang berdatangan ke pantai Pengantap.
Meski terik matahari membakar wisatawan yang datang ke sini, namun tiupan angin semilir yang berhembus dan terasa mengasyikkan membuat wisatawan betah berlama-lama menikmati pantai ini, atau bahkan menelusuri sepanjang pantai ini tanpa alas kaki sekalipun yang lebih spesifik di pantai ini selain gelombang air laut yang bergulung-gulung, saling kejar-kejaran dan terpecah di bagian tengah, juga wisatawan bisa melihat langsung hempasan gelombang laut dan kecipak air bergoyang di bukit berbatu di tengah laut. Oleh masyarakat setempat bukit batu yang bentuknya mendatar di tengah laut tersebut dinamakan Batu “Gilik Wao”.
Batu gilik Wao ini sendiri oleh warga setempat tidak diketahui pasti asal muasal dan alas an yang jelas terkait penamaan bukit berbatu tersebut. Namun batu berbukit ini justru menjadi suguhan alam yang sangat memukau bagi para wisatawan, karena keindahannya. Utamanya pada saat terjadi deburan ombak yang menghempas di batu ini. Percikan air meluap terpecah menjulang tinggi hingga di atas bukit dan bisa menyamarkan penglihatan punggung bukit.
Selain itu pantai ini terlihat seperti suguhan muara suangai yang luas, karena bentuknya melengkung dari bagian barat hingga ke bagian timur yang mana di bagian timurnya terdapat bukit bebatuan yang tersambung dengan bibir pantai Nambung.
Di Pantai Pengantap dan sekitarnya sangat jarang atau bahkan satupun tidak ditemukan nelayan yang menggunakan perahu penangkap ikan ke tengah laut. Hal ini menurut warga setempat Wayan Pura (60) nelayan tidak akan berani melaut hingga ke tengah. Karena disamping gelombangnya cukup deras dan berketinggian, juga laut ini merupakan laut lepas yang tak bertepi.
Namun keberuntungan lain bisa diperoleh warga setempat, yakni dengan membudidayakan rumput laut sebagai mata pencaharian utamanya. Karena itu wisatawan yang berkunjung ke sini, selain bisa menikmati keindahan pantai pasir putih bak merica mengkilat bentuk tipis dan tebal, juga bisa mendapatkan buah tangan atau oleh-oleh rumput laut yang bisa dibeli dari petani setempat dengan harga perkilonya sangat terjangkau. (Hernawardi)