Menjaga dan memelihara lingkungan adalah tugas semua lapisan masyarakat, bukan hanya tugas Kementerian Lingkungan Hidup atau para penggiat lingkungan hidup. Untuk itu, Wakil Presiden Boediono mengingatkan bahwa memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2013, bukanlah sekedar memperingati. “Tapi kita harus ingatkan dari waktu ke waktu, kadang terlupa karena kesibukan kita sehari-hari bahwa memelihara lingkungan, keanekaragaman hayati adalah tugas kita semua,” ujar Wapres saat memberikan sambutan pada HCPSN 2013 di Istana Wakil Presiden, Kamis 28 November 2013.
Wapres mengingatkan, bahwa menjaga lingkungan adalah tugas generasi sekarang. “Kalau kita egois, tentu kita habiskan, nanti terserah generasi mendatang. Itu bukan sikap yang baik,” pesan Wapres. Setiap generasi, dikatakan Wapres, harus mempunyai cita-cita memberikan sesuatu yang lebih baik kepada generasi pengganti, dan begitu seterusnya, sehingga kualitas dari lingkungan hidup akan semakin baik lagi.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Balthasar Kambuaya melaporkan bahwaIndonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi atau yang disebut negara megabiodiversity. Berdasarkan data terbaru Bioresource untuk Pembangunan Ekonomi Hijau (2013), keanekaragaman hayati Indonesia termasuk nomor tiga setelah Brazil dan Kongo. “Kondisi ini menunjukkan kemerosotan biodiversity, karena menurut Indonesia Biodiversity Strategic Action Plan (IBSAP) 2003-2020, Indonesia menempati urutan kedua setelah Brazil,” ucap Menteri LH.
Menanggapi turunnya peringkat Indonesia dalam pemilikan keanekaragaman hayati, Wapres berharap agar dilakukan penataan dengan sebaik-baiknya. “Perbaikan bukan untuk mendapatkan penghargaan dari dunia, itu bersifat sekunder. Yang primer itu adalah untuk anak-anak kita,” kata Wapres. Selain itu, manfaat yang diperoleh dari keanekaragaman hayati itu mengandung nilai yang luar biasa, baik dari nilai ekonomi maupun nilai sosial.
Menteri LH juga melaporkan bahwa Indonesia telah mengambil langkah konkrit dengan meratifikasi Protokol Nagoya melalui UU No 11 tahun 2013 tentang Akses Pada Sumberdaya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya. “Dengan diimplementasikannya Protokol Nagoya tersebut, maka biopiracy atau pembajakan hayati akan berkurang dan akan ada penerimaan keuntungan dari pemanfaatan SDG untuk konservasi dan peningkatan ekonomi masyarakat sebagai pengampu kearifan lokal dalam pemanfaatan SDG,” ucap Metneri LH.
Wapres mengingatkan bahwa protokol Nagoya yang sudah diratifikasi artinya telah mengikat semua pihak manapun yang akan memanfaatkan sumber daya hayati. “Protokol ini mengatur semuanya. Kalau kita lewatkan yang rugi kita sendiri. Aturan internasional yang memberikan ruang utuk melindungi sumber alam hayati yang luarbiasa,” ucap Wapres.
Kuncinya, dikatakan Wapres, tidak hanya meratifikasi, tapi dituangkan ke dalam rencana tindak dalam kerangka kebijakan. “Tindakan apa yang harus dilakukan oleh siapa. Segera dijabarkan ke dalam action plan yang jelas untuk benar-benar memanfaatkan protokol Nagoya demi kepentingan bangsa,” ucap Wapres. Ia pun mengingatkan Kementerian LH agar menggandeng semua pemangku kepentingan bukan hanya pemerintah dalam penyusunan rencana tindak.
Tema HCPSN 2013 adalah Puspa dan Satwa Sahabat Kita Bersama, Stop Kepunahannya. Untuk mengenalkan lebih dalam dan kecintaan terhadap keanekaragaman hayati endemik (asli) Indonesia, pada tahun 2013 ditetapkan Pohon Sagu (Metroxylon sago) sebagai Puspa Nasional 2013 dan Hiu Gergaji (Pristris microdon) sebagai Satwa Nasional 2013.
Dalam acara tersebut, Wapres menandatangani Sampul Hari Pertama (SHP) Perangko seri Puspa dan Satwa Identitas Daerah. Tahun 2013, seri tersebut menampilkan gambar Pohon sagu dan Hiu Gergaji dan menyematkan Tanda Kehormatan Satyalancana Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Sunjoto, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta,
2. Aziil Anwar, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat,
3. Drs. Abdul Rahim Kuty, Kabupaten Palopo, Sulawesi Selatan,
4. Loen Tondang, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara,
5. Hamzah, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan,
6. KH. Fuad Affandi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat,
7. Pariz Sembiring, Kota Medan, Sumatera Utara,
8. H. Arfa’e, Kabupaten Gresik, Jawa Timur,
9. Marthin Frederick Haullussy, Kabupaten Ambon, Provinsi Maluku,
10. Wilhelm Mambar, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat.
Pada peringatan HCPSN 2013, sebagai wujud apresiasi kepada pemerintah daerah yang mempertahankan dan menambah tutupan vegetasi di kawasan berfungsi lindung, didukung oleh aspek manajemen pemerintah daerah dan peran serta masyarakat yang tinggi, ditetapkan 7 kabupaten penerima Trophy Raksaniyata 2013 sebagai berikut :
1. Sangihe, Sulawesi Utara;
2. Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat;
3. Buleleng, Bali;
4. Sumbawa, Nusa Tenggara Barat;
5. Cilacap, Jawa Tengah;
6. Pesisir Selatan, Sumatera Barat;
7. Deli Serdang, Sumatera Utara.
Piagam Raksaniyata diberikan kepada 6 kabupaten yaitu:
1. Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah;
2. Bantul, DI Yogyakarta;
3. Ciamis, Jawa Barat;
4. Bulukumba, Sulawesi Selatan;
5. Kuningan, Jawa Barat;
6. Selayar, Sulawesi Selatan
Pada kesempatan ini pula, diberikan penghargaan kepada masyarakat setingkat RW atau Dusun dan Kelurahan atau Desa yang telah melaksanakan aksi lokal yang dapat meningkatkan kapasitas adaptasi dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim dan memberikan kontribusi terhadap upaya mitigasi perubahan iklim untuk mendukung pencapaian target nasional pengurangan emisi Gas Rumah Kaca. Trophy Program Kampung Iklim (Proklim) diberikan kepada:
1. Dusun Sukawangi, Tasikmalaya
2. Desa Burno, Lumajang
3. Desa Gekbrong, Cianjur
4. Desa Bendrong, Malang