Kepala Satuan Pol PP Lobar, Ir. I Nengah Sugiartha (Ical) dalam laporannya menyampaikan inisiatif Gerakan Ronda Mandiri merupakan masukan dari masyarakat untuk mengaktifkan kembali kegiatan ronda-ronda malam hari di seluruh wilayah Lobar. Dilaporkan Ical, pembuatan pos ronda dilakukan secara swadaya oleh masyarakat.
“Jadi gerakan ini dilakukan dari oleh dan untuk masyarakat,” ujar Ical.
Bupati Zaini saat memberi sambutan sebelum membuka gerakan ronda mandiri menyampaikan memukul kentongan dalam pos ronda merupakan bahasa sandi untuk mengetahui adanya bencana alam, pencurian, dan sebagainya.
“Namun yang paling penting dari itu semua adalah agar masyarakat mau datang ke pos ronda, jangan tidur saja,” kata bupati di hadapan ratusan undangan yang hadir. Menurut bupati, makna kata `gerakan` adalah bahwa dalam menjaga keamanan tidak hanya tugas Polisi, TNI, Pol PP saja tetapi menjadi tugas seluruh masyarakat. Gerakan ini penting, kata bupati, karena banyaknya pencurian dan perampokan ternak akhir-akhir ini.
Dikatakan Zaini, ronda sebenarnya menyangkut tiga aspek yaitu pertama menjaga keamanan bersama dan merupakan tujuan utamanya. Dengan melakukan ronda secara giliran maka keamanan akan lebih terjaga karena bila terjadi pencurian dan sebagainya ada masyarakat yang akan terlebih dahulu menginformasikan kepada yang lain sehingga mencegah kecurian.
Kedua, menjaga hubungan antar warga. Ronda juga bisa menjadi sarana silaturrahmi terutama bagi warga yang jarang bertemu karena kesibukan bekerja pada siang hari. Sebagai contoh, seorang PNS yang pergi pagi pulang sore akan jarang bisa bertemu dengan warga lainnya, sehingga melalui ronda silaturahmi yang intens bisa dilakukan. Diskusi dan sharing informasi tentang pertanian, jalan, usaha dan sebagainya bisa dilakukan sambil meronda.
Ketiga, melalui ronda juga bisa meningkatkan solidaritas, saling mendukung, saling bantu antar warga. Misalnya, bila ada warga yang suka keluar malam tidak jelas, bisa diingatkan dengan memberi nasehat demi keamanan bersama.
“Tapi jangan ronda ini dilakukan saat rawan keamanan saja, dengan gerakan ini mari tingkatkan tiga aspek tersebut sehingga kita bisa lebih bagus, lebih solid, sehinga tidak ada lagi gangguan-gangguan,” kata bupati. Kepada para ibu, bupati juga meminta dukungan untuk suaminya yang melakukan ronda dengan menyiapkan kopi.
“Jaga kekompakan untuk menjaga keamanan,” ajak Zaini.
Selain ronda, bupati juga mengajak untuk kembali menggalakkan sistem keamanan lingkungan (Siskamling). Dikatakan bupati, bila ronda dilakukan dengan menjaga keamanan pada malam hari secara bergantian, maka siskamliing bermakna bahwa warga masyarakat juga menjaga rumahnya masing-masing misalnya dengan menggembok pagar, mengunci pintu rumah, dan lain-lain.
“Kita akan memasuki bulan puasa, jaga kemanan karena biasanya maling sering memanfaatkan waktu saat Shalawat tarawih untuk mencuri,” kata bupati mengingatkan.
Simulasi Suara Kentongan
Dalam acara pencanangan Gerakan Ronda Mandiri tersebut juga dilakukan simulasi pemukulan kentongan oleh perwakilan Polres Lobar, Dewa Made Giri. Dewa di hadapan bupati dan undangan lainnya, mendemonstrasikan 6 cara dan maksud pemukulan kentongan yaitu bunyi kentongan saat perkelahian, pencurian, kebakaran, bencana alam, pencurian hewan dan bunyi kentongan saat situasi dalam keadaan aman. Pada kesempatan ini, bupati juga menyerahkan kentongan secara simbolik kepada 10 kepala satuan tugas linmas dari 10 kecamatan se-Lobar.
Launching Frekwensi Sat Pol PP
Kegiatan pencanangan Gerakan Ronda Mandiri ini juga dirangkaikan dengan peluncuran frekwensi Sat Pol PP melalui HT. Bupati melakukan uji coba frekwensi dengan anggota Sat Pol PP di setiap perbatasan. Dua yang diuji-coba bupati yaitu wilayah Narmada dan Gunungsari.
“Saya bupati selaku Pembina dan anggota ORARI, dengan nama Zulu Alfa (ZA) yang merupakan singkatan dari Zaini Arony, selalu menghidupkan ORARI sebelum tidur,” ujar bupati saat melakukan uji coba. Bupati juga berharap agar para camat dan kades di Lobar mempunyai HT untuk memudahkan koordinasi.
Sebuah Komparasi
Pada era pemerintahan Bupati H. Mudjitahid, pernah juga dicanangkan gerakan Kentongisasi dan Gerakan Sadar Kamtibmas atau yang lebih dikenal dengan Perang Melawan Maling (1994). Saat peluncuran, oleh warga masyarakat dilakukan pemukulan kentongan secara beruntun atau bersahut-sahutan dari satu tempat ke tempat lain. Maraknya pencurian ternak saat itu menjadi latar belakang munculnya ide tersebut. Beberapa tempat yang dianggap sebagai rumahnya maling juga dilakukan pembinaan dengan memberi bantuan sapi bagi warganya untuk bisa beralih profesi dari maling menjadi peternak. Salah satu tempat itu adalah Dusun Tereng Anjang Desa Tanak Beak Kec. Narmada. Dan kini dusun ini telah berubah, sudah tercipta keamanan, julukan sebagai kampung maling telah menjadi sejarah, sebuah sejarah yang tidak akan terulang lagi. Warganya sudah hidup sebagaimana warga-warga di kampung lainnya, hidup sebagai buruh tani, peternak sapi dan peternak bebek.
Mengenal Kentongan
Kentongan adalah alat pemukul yang terbuat dari batang bambu atau batang kayu jati yang dipahat. Kegunaan kentongan didefinisikan sebagai tanda alarm, sinyal komunikasi jarak jauh, morse, penanda adzan, maupun tanda bahaya. Ukuran kentongan tersebut berkisar antara diameter 40cm dan tinggi 1,5M-2M. Kentongan sering diidentikkan dengan alat komunikasi zaman dahulu yang sering dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di daerah pedesaan dan pegunungan. Sejarah budaya kentongan sebenarnya dimulai sebenarnya berasal dari legenda Cheng Ho dari Cina yang mengadakan perjalanan dengan misi keagamaan. Dalam perjalanan tersebut, Cheng Ho menemukan kentongan ini sebagai alat komunikasi ritual keagamaan. Penemuan kentongan tersebut dibawa ke China, Korea, dan Jepang. Kentongan sudah ditemukan sejak awal masehi. Setiap daerah tentunya memiliki sejarah penemuan yang berbeda dengan nilai sejarhnya yang tinggi. Di Nusa Tenggara Barat, kentongan ditemukan ketika Raja Anak Agung Gede Ngurah yang berkuasa sekitar abad XIX menggunakannya untuk mengumpulkan massa. Di Yogyakarta ketika masa kerajaan Majapahit, kentongan Kyai Gorobangsa sering digunakan sebagai pengumpul warga.
Awalnya, kentongan digunakan sebagai alat pendamping ronda untuk memberitahukan adanya pencuri atau bencana alam. Dalam masyarakat pedalaman, kentongan seringkali digunakan ketika suro-suro kecil atau sebagai pemanggil masyarakat untuk ke masjid bila jam salat telah tiba. Namun, kentongan yang dikenal sebagai teknologi tradisional ini telah mengalami transformasi fungsi. Dalam masyarakat modern, kentongan dijadikan sebagai salah satu alat yang efektif untuk mencegah demam berdarah. Dengan kentongan, monitoring terhadap pemberantasan sarang nyamuk pun dilakukan. Dalam masyarakat tani, seringkali menggunakan kentongan sebagai alat untuk mengusir hewan yang merusak tanaman dan padi warga.
Hadir dalam acara tersebut beberapa kepala SKPD, Camat se-Lobar, dari organisasi radio amatir (ORARI dan RAPI), Babinsa, Babinkamtibmas, dan ratusan masyarakat Dusun Datar. Acara ditutup dengan doa dipimpin oleh H. Zohdi Anwar. (Muhammad Busyairi-Humas)