Giri Menang, Senin 24 Maret 2020 – Komoditas kopi sebagai komoditas perkebunan unggulan belum banyak mendapat sentuhan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), terutama di Kabupaten Lombok Barat. Hal itu ditegaskan oleh Ketua Asosiasi Kopi NTB, Dody Adi Wibowo.
“Peta perkopian di Indonesia biasanya yang dikenal itu mulai dari Gayo di Sumatera, lalu ke Pulau Jawa mulai dari Jawa Tengah, Jawa Timur, terus ke Bali, dan langsung ke Flores. NTB itu tidak pernah disebut masuk sebagai penghasil kopi, padahal potensi kopi kita jutaan ton,” sebut Dody saat mengunjungi Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) “Alam Lestari” Dusun Rumbuk, Desa Batu Mekar Kecamatan Lingsar – Lombok Barat, Senin (23/3/2020).
Dody berkunjung ke Gapoktan tersebut dalam rangka melakukan pendampingan yang dimediasi oleh Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) NTB, KPH Resot Jangkok dan KPH Resot Rinjani Barat.
Dody juga berasumsi, nihilnya NTB dalam catatan sebagai penghasil kopi kemungkinan karena dampak cara penanaman dan panen kopi yang serba sembarang. Padahal dengan sedikit sentuhan pembinaan dan edukasi, semua tidak akan menjadi ribet, termasuk soal harga dan marketing.
“Sebagai penggiat, pengusaha UKM, usaha pengolahan kopi serta ketua asosiasi Kopi NTB, saya ingin memberikan edukasi dan pembinaan terlebih dahulu,” jelas Dody.
Kata dia, hal ini dilakukan, mengingat gaung kopi Lombok di luar daerah belum ada namanya. Kondisi ini, membuat asosiasi merasa ikut bertanggung jawab, karena secara data kopi di Indonesia, daerah NTB tidak masuk dalam hitungan sebagai daerah penghasil kopi.
Pihaknya aku Dody merasa optimis prospek kopi di Lombok Barat ke depan sangat cerah. Dari 830 hektar lahan Hutan Kemasyarakatan (HKm), para petani paling sedikit menanam sekitar 100 ribu pohon kopi dan saat ini siap panen. Dua puluh persen di antaranya merupakan kopi dengan sistem sambung.
“Kami sudah minta restu pak Bupati Lombok Barat melalui Kepala Bagian Humas untuk melakukan edukasi kepada Gapoktan. Kami tidak pasang target volume hasil, tapi targetnya pembinaan dari hulu dulu,” papar Dody menyebutkan potensi hasil panen kopi bisa mencapai 3000 ton biji kopi berkualitas baik.
Untuk sasaran pembinaan dari hulu, pihak asosiasi dan Gapoktan lalu memilih Kelompok Tani Hutan (KTH) “Cobak Bae” Dusun Rumbuk sebagai sample pengelolaan kopi. KTH ini terpilih karena tercatat sebagai anggota pengelola awal Gapoktan Alam Lestari. Dari 15 sub KTH yang ada, Gapoktan Alam Lestari memiliki anggota sebanyak 1.400 orang. Selain itu difasilitasi juga oleh Koperasi serta lahan garapan seluas 830 Hektar.
Di tempat yang sama, Kepala BKPH Rinjani Barat NTB, Mustara Hadi menyatakan, pertemuan ini sebagai pertemuan perkenalan. Jika kopi yang akan dikelola ternyata hasilnya baik, ada tindak lanjutnya, akan menggelar pertemuan kembali dengan pihak asosiasi kopi.
“Sebelum panen nanti kita langsung praktek pengolahan, sortir serta menjaga kualitas dan prospek pasar yang akan dibina oleh asosiasi,” jelas Mustara.
Pembinaan tersebut disambut gembira oleh Ketua Gapoktan Alam Lestari, Warni.
Warni mengaku saat ini cukup leluasa memanfaatkan hutan untuk kesejahteraan ekonomi keluarganya, terutama melalui HKm.
“Kalau dulu saya masuk HKM itu sembunyi seperti maling. Sekarang boleh, asal taat pada proses dan tercatat resmi sampai di pusat,” kata Warni sambil berharap agar mereka bisa dibina seara berkelanjutan oleh asosiasi dan pemerintah daerah.
Sumber : Humas Lombok Barat