Sisir Mulai Mataram hingga KLU
***
SEJAK berpisah dengan Mataram dan KLU, aset milik Pemkab Lobar belum sepenuhnya dirapikan. Aset dalam bentuk tanah dan bangunan masih berdiri di wilayah lain, termasuk di dua wilayah tersebut.
Daerah yang banyak menampung aset milik Lobar, yakni Kota Mataram. Tidak hanya di Mataram, namun aset yang masih atas nama Pemkab Lobar berada pula di Lombok Utara.
Kini, aset-aset yang tercecer itu mulai dirapikan. Selain dirapikan, ada pula yang dilego. Misalkan, beberapa aset yang ada di Kota Mataram. Tim aset dari pemkab bekerja dengan melibatkan juga tim aset dari unsur masyarakat.
Bermodal data-data awal berupa buku kedistrikan, tim aset mengecek satu per satu lokasi aset. Dari sekian aset itu, ada pula yang sudah dikuasai secara perseorangan, ada juga yang telah dijual, namun ada yang belum dikuasai sama
Tapi, rata-rata aset milik Pemkab Lobar itu kebanyakan bermasalah. Selain dijual, aset mereka banyak diklaim beberapa oknum. Ada beberapa orang yang mengaku lahan yang terdaftar dalam buku aset itu telah dibeli dari oknum pejabat hingga oknum anggota legislatif.
Tim penyelamat aset Pemkab Lombok Barat (Lobar) menemukan ribuan hektare tanah aset bermasalah. Rata-rata, tanah aset tersebut diperjualbelikan dan dikuasai secara pribadi.
Seperti yang diungkap Tim Aset dari Unsur Masyarakat Lobar, Hasbi. Ia mengaku, sejak dibentuk tahun 2009, tim penyelamatan aset menemukan 2000 hektare tanah milik pemkab bermasalah. Aset itu tersebar di Kota Mataram, Lobar, dan Lombok utara.
”Kami telah memegang data aset. Hampir 2000 hektare aset Lobar yang bermasalah,” kata Hasbi.
Baru-baru ini, tim menggagalkan upaya jual beli tanah aset seluas empat hektare lebih. Lokasi aset itu berada di belakang Loang Baloq, Tanjung Karang. Tanah yang memiliki harga hingga miliaran rupiah itu dikuasai secara priadi oleh seorang warga.
Ia membeberkan, banyak aset yang gelapkan dan dijual oknum tertentu. Padahal, dalam buku aset itu tertera dengan jelas lokasi dan jenis aset yang dimiliki pemkab.
”Aset itu ada yang dijual belikan dan ada yang menggarap bertahun-tahun lalu menguasainya,” ujar dia.
Dalam perjalanan, tim aset sempat vakum selama bertahun-tahun. Kemudian, tim kembali dihidupkan Bupati Lobar H Zaini Arony tahun 2013 lalu. Hasilnya, tim banyak menyelamatkan aset-aset yang dikuasai secara pribadi.
Tim aset dari unsur masyarakat terus melakukan penelusuran terhadap lokasi aset. Ada ratusan hektare aset yang sudah diselamatkan, bahkan ada dua kasus aset besar yang masuk ranah hukum. Khusus di Kota Mataram, kata dia, sekitar 21 hektare yang telah diselamatkan dari total 200 hektare. Saat ini, pihaknya terus melakukan penelusuran lokasi aset yang belum ditemukan.
”Total aset Lobar di Kota Mataram 200 hektare. Itu belum terhitung dengan aset di Lobar,” jelasnya.
Ia menuding, banyaknya aset yang dimiliki secara pribadi disebabkan lemahnya sistem dari pejabat lama. Sehingga memudahkan penggelapan aset.
”Sistem pemerintahan dulu, oknum pejabat lama melakukan jual aset tahunan, kadang-kadang dijual hingga 10 tahun. Lama kelamaan pejabat yang menjual meninggal, dan tanah itu dikuasai penggarap,” ujar dia.
Kendati demikian, aset-aset milik Lobar sudah tercantum dalam buku aset. Buku yang ditulis tangan itu memuat seluruh aset Lobar dengan jumlah lima kedistrikan.
”Kami punya buku aset. Dalam buku ini terdata dengan jelas dimana lokasi-lokasi aset. Ada beberapa aset yang sedang kami telusuri,” tandas dia.
Modus Penggelapan Aset Beragam
PERSOALAN aset di Lobar ini seakan tidak ada habisnya. Ada yang dikuasai secara pribadi, ada pula yang dengan terang-terangan dijual. Parahnya lagi, kepemilikan aset pemkab secara pribadi itu diduga melibatkan pula oknum pejabat dan legislatif.
Modus penguasaan aset daerah ini sedikit demi sedikit mulai terkuat. Tim aset berusaha membongkar habis parktek penjualan dan kepemilikan aset.
Dari sejumlah penelusuran, tim menemukan adanya praktek yang diawali dengan sewa menggarap. Lama-lama kelamaan hingga bertahun-tahun, penggarap itu menguasai secara pribadi, bahkan berani menerbitkan sporadik.
Dengan modal sporadik itu, penggarap lahan menyulapnya menjadi sertifikat. Seperti yang terkuak dalam kasus penjualan tanah di Ireng Daya, Jatisela, Gunung Sari. Kini kasus tersebut telah bergulir di pengadilan, bahkan sudah ada yang divonis. Yakni, mantan Kepala Kantor Aset Daerah (KAD) Lobar Burhanuddin, sedangkan oknum anggota dewan dinyatakan tidak terbukti dan lolos dari hukuman penjara.
Selain tanah pecatu di Jatisela, aset berupa rumah dinas Ciamis di Mataram tidak luput dari masalah. Kali ini, lagi-lagi Burhanudin membuat ulah. Dia menjual tanah itu kepada salah seorang pembeli Rp 228 juta. Akibatnya, Burhanudin dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman kurungan penjara selama dua tahun. Dia juga dibebankan untuk membayar denda sebesar Rp 50 juta susbsidair enam bulan penjara.
Burhanudin seakan tidak kapok. Ia kembali bermasalah dengan kasus penjualan tanah di Jagaraga, Kecamatan Kuripan. Burhanudin diduga terlibat dalam penjualan eks tanah pecatu Kepala Dusun (Kadus) Jagaraga seluas 3.900 meter persegi. Tanah tersebut terletak di Tegal, Kuripan. Tersangka diduga menjual tanah tersebut sebesar Rp 754 juta.
Masalah aset tidak hanya melibatkan oknum pejabat Pemkab Lobar. Tapi, oknum dewan ikut terseret namanya. Tepatnya tahun lalu, tim Penertiban Aset Daerah bersama KAD Lobar melakukan pemasangan plang di tanah seluas 51 are yang berlokasi di Desa Selat, Narmada. Pemasangan plang tersebut dilakukan lantaran selama beberapa tahun tanah tersebut dikuasai oleh masyarakat.
Dari beberapa informasi yang diserap wartawan, tanah aset pemkab ini sebelumnya sudah dikavling oleh salah seorang oknum masyarakat melalui perantara salah seorang oknum anggota DPRD Lobar.
Oknum dewan yang diberikan kepercayaan kemudian diduga menjual tanah tersebut kepada sembilan orang masyarakat. Namun tanah yang dijual tersebut terdaftar di buku inventaris aset yang merupakan eks pecatu Kepala Dusun Tebao Narmada sehingga dikuasai oleh Pemkab Lobar.
Disamping itu, masalah muncul dalam ruilslag tahun 1994 silam. Kala itu, pemkab melakukan tukar guling tanah seluas 10 hektare di Perampuan, Labuapi. Sementara tanah penukar yang disiapkan berada di lokasi yang berbeda. Namun faktanya sebagian tanah penukar tidak ditemukan.
Dari tanah penukar itu, diserahkan tanah dua hektare di Pemenang. Tanah tersebut digunakan untuk membangun SMP. Dua hektare lagi berada di Dasan Geres dan dipakai untuk pembangunan SMP. Sementara, lahan seluas dua hektare di Narmada dan satu hektare di Kuripan. Tanah tiga hektare sesuai berita acara disiapkan di Kuranji. Tapi, tim aset termasuk pemkab belum mengetahui keberadaan tanah tersebut.
Nah, saat ini yang lagi hangatnya, yakni rebutan lahan eks RPH di Loang Baloq, Ampenan. Status lahan ini menjadi rebutan pemerintah kabupaten (pemkab) dan seorang pengusaha asal Jakarta. Mereka sama-sama saling klaim memilik hak atas tanah tersebut.
Pengusaha tersebut lebih agresif dalam mengusai lahan itu. Dia memagar keliling lahan tersebut. Bahkan, pintu masuk ditutup mati dengan palang besi.
Ia juga memasang baliho besar bertuliskan tanah RPH ini miliknya. Dia menyelipkan pula bukti yang dipegangnya seperti serfifikat, bukti pembayaran pajak, serta bukti surat lainnya.
Baru-baru ini, tim penertiban aset kembali memasang plang di atas lahan di Ampenan. Mereka memasang tiga plang sekaligus. Lahan tersebut telah ditanami padi oleh warga setempat.
Namun, kondisi plang yang dipasang itu sudah tidak berada pada posisi semula. Diduga, plang itu telah dicabut. Pantauan Koran ini, tiga plang bertuliskan tanah milik Pemkab Lobar disimpan di sebuah parit. Ketiga plang itu tidak satu pun dibiarkan berdiri.(jlo)
Sumber: http://www.lombokpost.net/2015/memburu-aset-yang-tercecer.html