Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan, konsep aturan tersebut diantaranya dari sisi fiskal, pembayaran (payment gateway) dan infrastruktur. “Dari sisi fiskal, ada pajak yang harus dibayar misalnya pajak pertambahan nilai,” kata Rudiantara di Jakarta, Jumat (11/9).
Menurut Rudiantara, saat ini para pelaku e-commerce masih jungkir balik mengatur pemasukan dan pengeluarannya. “Nantinya dari segi fiskal akan dibuat sesederhana mungkin untuk mempermudah pengusaha,” ujarnya. Dari sisi pembayaran (payment gateway) Rudiantara memprediksi transaksi pelaku e-commerce masih akan menggunakan mesin ATM. “Pembeli membayar melalui ATM dan menunjukkan struknya pada penjual melalui pesan singkat seperti aplikasi BBM ataupun WhatsApp. Ini menjadi sangat tidak efektif dari segi biaya,” tuturnya.
Rudiantara menilai, dengan sistem pembayaran yang belum terintegrasi ini, transaksi e-commercetidak terindentifikasi dan efektif. Untuk itu menurut Rudiantara, Bank Indonesia harus memiliki sistem pembayaran nasional. Sistem pembayaran e-commerce yang terintegrasi ini terinspirasi dari China yang sukses dalam bisnis e-commerce-nya. Keuntungan dari sistem ini, pemerintah akan memiliki data yang valid mengenai nilai dan transaksi e-commerce, ujarnya.
Dikatakannya, dari segi konektivitas, Kemkominfo memiliki tugas untuk menyediakan infrastruktur agar konektivitas pendukung e-commerce lancar. “Dalam mendukung majunya dunia e-commerce, Kominfo hanya menjadi salah satu sekrup pendukung,” kata Rudiantara.
Ide-ide terkait regulasi e-commerce ini, menurutnya terinspirasi dari Tiongkok yang nilai transaksie-commerce-nya sudah mencapai US$436 miliar melebihi Amerika Serikat yang hanya US$330 miliar. Kalau Indonesia meniru sebagian atau setengahnya saja, regulasi e-commerce yang diterapkan Tiongkok, maka ia memprediksi nilai transaksi e-commerce Indonesia mampu mencapai US$136 miliar dari US$12 miliar pada saat ini, pungkas Rudiantara (Aak).