Narmada yang dikenal dengan moto kota AIR (Aman, Indah dan Rapi), memang juga identik dengan air. Karena di taman peninggalan raja Mataram ini terdapat kolam air awet muda. Konon bagi orang yang meminumnya, akan menjadi awet muda. Namun apapun mitos yang disuguhkan, tidak akan terasa lengkap bila tanpa hidangan Sate Bulayak, makanan khas kota air ini.
Setelah berlama-lama mandi, menceburkan tubuh ke dalam kolam, badan terasa dingin. Apalagi air kolam berasal dari Danau Segara Anak di Gunung Rinjani sana. Dinginya masih nyata. Namun ini tak berlangsung lama, karena bau asap sate menggoda selera. Bukan itu saja, tubuh yang tadinya terasa dingin, seketika menjadi hangat. Apalagi saat menyantap seporsi Sate Bulayak lengkap dengan bumbu khas, kecap serta cabe hijau penghilang rasa dingin.
Di atas kolam permandian, sudah tersedia tenda dan lapak-lapak tradisional berderet sepanjang kolam.Tenda dan lapak-lapak ini sengaja disediakan untuk lesehan. Sangat lezat bila dinikmati bersama orang terkasih, keluarga maupun handai tolan. Di sini, khusus menyediakan makanan khas sate Bulayak.
Sate Bulayak memang makanan khas kota Narmada. Sebenarnya masih ada satu makanan khas lagi yang sering menjadi incaran para pecinta kuliner selagi jalan-jalan di kota air yakni, dodol nangka. Namun camilan yang satu ini, sudah teredia di toko-toko dan super market di kota-kota.
Sate Bulayak Narmada, memang khas rasanya. Mau dimakan di tempat, atau mau dibawa pulang sama enaknya. Namun kalau menikmatinya di tempat asalnya yakni di taman Narmada, dijamin lebih memuaskan. Karena Narmada bukan cuma sate Bulayak, tapi seabrek kuliner lain yang perlu dijelajahi para pecinta atau hobi makan. Menjelajahi makanan dimanapun berada, memang menjadi keasyikan tersendiri. Apalagi nuansa yang disuguhkan, tidak cuma sekedar cita rasa yang tinggi. Tapi lebih dari itu, suguhan wisata budaya dan sejarah serta wisata keluarga merupakan paket baru wisata ke taman Narmada ini.
Menurut sebagian warga setempat, sate Bulayak ini memang sudah ada sejak zaman dulu. Konon, makanan khas ini tidak hanya berupa sate Bulayak saja, tetapi lengkap dengan saur (parutan kelapa), kacang kedelai dan urap jambah. Media menu inilah yang dihidangkan dalam sebuah media/wadah dulang, ditutupi tebolaq yang dihiasi kaca cermin dan keke (kerang).
Pilosofi kaca cermin dan kerang yang dituangkan dalam tutup tebolaq ini, ternyata menggambarkan sebuah peringatan kepada penyantapnya. Kaca cermin ini, menurut salah seorang sesepuh adat di Narmada, disimbolkan bahwa, yang menyantap makanan tersebut hendaknya senantiasa bercermin/diberi peringatan agar jangan menikmati makanan terlalu kenyang. Kita harus ingat bahwa, karena terlalu banyak makan, akibatnya jadi penyakit. Dan diharapkan bersyukur, karena makanan yang disantap itu datangnya dari sang Khalik. Orang perlu tenaga, maka butuh makan. Dengan tenaga pula orang bisa mampu dan layak untuk beribadah.
Sedangkan filsafat kerang (keke) adalah simbol kematian. Kerang atau siput kosong ini, memberi makna peringatan kepada kita, agar ingat terhadap kematian. Kedua media, antara cermin dan kerang ini memberi peringatan, jangan terlalu banya makan, apalgi sampai sakit. Akibatnya kematian yang datang menjemput.
Namun akibat dari perkembangan globalisasi, mithologi tadi, lambat laun terkikis dan punah dimakan zaman. Demikian pula dengan kelengkapan menu, tidak lagi selengkap dulu. Saur, urap jambah, dan kacang kedelai tidak lagi ditemukan. Yang ada hanya sate dari daging kabing atau sapi (usus sapi), bumbu kuah, cabe hijau dan bulayak.
Di sini ada keunikan. Kenapa harus bulayak? Konon, bulayak ini berarti memutar. Karena cara membukanya terlebih dahulu menekan ujung kulit, lalu diputar. Media pembungkus/kulit dari daun enau. Menurut sebagian warga Narmada, pada daun enau inilah letak keharuman dan kenikmatan bulayak ini.
Pada dasarnya, sate Bulayak ini bisa saja dimakan dengan ketupat. Namun ketupat bisa dibuat dengan beberapa alat penunjang. Jika dibuat dari alat penunjang daun pisang, tentu beda namanya. Begitu pula alat penunjangnya daun kelapa (busung), tentu kita sebut ketupat. Ada ketupat segi empat yang sehari-hari kita temukan namanya ketupat bawang. Ada juga ketupat lepas yang digantung dibagian bale-bale ketika hendak membangun rumah. Nah sesuai perkembangan, ternyata di samping busung dan daun pisang sebagai alat penunjang, maka daun enau pun bisa dibuat sebagai penunjang dan bentuknhya memanjang. Inilah yang disebut bulayak atau memutar, karena cara membukanya harus diuputar sedemikian rupa.
Apapun mithologi menurut warga Narmada, kelezatan dan kenikmatan sate bulayak, tidak akan mempengaruhi faktor cita rasa. Yang jelas keinginan berselera telah terkonsumtif. Apalagi Dinas Pariwisata Lombok Barat telah memprioritaskan komunitas sate bulayak cukup menjanjikan. Saling memberi. Di satu sisi pemerintah setempat memperoleh kontribusi pajak, sementara di sisi lain pedagang pun memperoleh kesejahteraan yang memuaskan.
Harga sate bulayak ini per porsinya relatif terjangkau. Untuk seporsi, Anda hanya mengeluarkan kocek Rp.15 ribu. Sate, kuah bumbu dan bulayak sudah siap disantap. Yang jadi kekhasan lagi adalah cara menyantapnya, tanpa menggunakan sendok/garpu. tapi bulayak (lontong) ujungnya dicelupkan ke dalam bumbu sate, lalu dinikmati bersamaan dengan sate di tangan kiri. Ada yang lebih khas lagi yaitu, bulayak terbuat dari beras, dibungkus dengan daun enau. Jika di daerah lain dibungkus dengan menggunakan daun kelapa (janur) sehingga mirip dengan ketupat.
Penampilan dan penyajian sate bulayak Narmada ini, memang biasa dan sederhana. Namun cita rasa khas terutama mumbu, daging sate yang gurih dan empuk berbaur dengan cabe hijau yang khas pula. Ramainya pengunjung merupakan permandangan sehari-hari di taman Narmada ini. Pengunjung yang dilibatkan oleg dua kegiatan sekaligus yaitu, berwisata budaya dan wisata kuliner taman Narmada. Mereka terdiri dari banyak kalangan, ada yang datang sendiri, bersama pasangan juga beramai-ramai rekan kantor. Maklum lokasi wisata kuliner taman Narmada ini cukup strategis.
Kekuatan dari rasa sate bulayak ini tampaknya yang membuat penikmat merasa kangen untuk datang lagi. Tapi bila masyarakat Narmada yang tinggal di Mataram, kerap merindukan masakan kampung sate bulayak ini. Agar kerinduan ini bisa terobati, mereka sering mendatangi lehesan-lesehan di seputar Udayana yang menyediakan masakan khas ini.
Akhirnya, tak heran bila sate bulayak Narmada ini, menjadi pilihan menu pada setiap pesta perkawinan di kota-kota. Bukan tak punya alasan, karena sate bulayak Narmada ini, bukan sekedar kuliner, bukan sekedar mitos awet muda, tapi menyatu dalam suguhan wisata budaya dan sejarah yang lengkap. Rasanya kurang lengkap bila pulang meninggalkan Narmada dengan tangan hampa. Pulang hanya dengan mengenang keagungan sejarah dan budayanya. Sate bulayak Narmada, menu khas kota AIR ini pilihan tepat sebagai oleh-oleh bagi sanak keluarga. Sebagai saksi nyata kalau Anda pernah berkuliner, menikmati sate bulayak lengkap dengan mithologi serta wisata budayanya. Semoga! (L.Pangkat Ali-Pranata Humas Pelaksana Lanjutan)