Kabupaten Lombok Barat

STQ NTB XXII Di Lombok Barat

Perpaduan Nilai Religi Pelataran Budaya Dengan Kemasan Tari Kolosal

Pembukaan Seleksi Tilawatil Qur’an ke XXII tingkat provinsi NTB, Senin malam (3/11) akhirnya dibuka Gubernur NTB, TGH. Dr. Zainul Majdi di halaman pusat pemerintahan Lombok Barat di depan Bencingah Agung cantor Bupati. Turut hadar pada desempatan tersebut Bupati-Wabup Lobar, H. Zaini Arony-H. Mahrif, Wagub NTB, H. Badrul Munir, anggota Forkompimda NTB, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh adat dan ratusan kafilah STQ ke XXII asal 10 kabupaten/kota se-NTB.

Senin sore sebelumnya dilakukan Pawai Taaruf yang diikuti para kafilah dari 10 kabupaten/kota se NTB dengan mengambil Star dari lapangan umum Mareje Gerung dan finís di depan pendopo Bupati-Wabup Lobar. Para peserta diterima Bupati, Wabup anggota Muspida dan desertai seluruh jajaran Pemkab. Lobar di panggung kehormatan.

Pada acara pembukaan tersebut berbagai atraksi seni tari kolosal termasuk pembacaan puisi yang disampaikan oleh seniman terrenal NTB Winsa diiringi suara gamelan lembut bernuansa islami membuat decak kagum dan haru para pengunjung STQ dari arena utama. Tari lain yang merupakan kolaborasi antara nilai spritual dan seni budahya mewujud dalam tarian kolosal yang serba spektakuler menjadi ruang terpenting yang cukup memukau para pengunjung di arena utama seluas 10 hektar ini yang diperagakan tidak kjurang dari limaratusan relajar SLTA-SMK se Lombok Barat.

Bupati Lombok Barat dalam sambutannya menyatakan, pelaksanaan Seleksi Tilawatil Qur’an selain ditujukan untuk menarik minat masyarakat kita belajar baca Al-Qur’an, juga untuk menyeleksi qori’ dan qoriah terbaik yang nantinya akan mewakili Provinsi NTB dalam event STQ tingkat nasional yang akan datang.

Dalam rangka menyukseskan penyelenggaraan STQ ke XXII ini, Bupati melaporkan, bahwa sejak ditunjuknya Kabupaten Lombok Barat sebagai lokasi penyelenggaraan STQ ke XXII, Pemkab. Lobar beserta seluruh jajaran SKPD yang ada  telah melakukan upaya semaksimal mungkin  mulai dari tahap persiapan sampai dengan terlaksananya  pembukaan pada malam ini.

Penyelenggaraan STQ di tempat ini secara esensial adalah sebuah kepercayaan dan secara substantial adalah bentuk komitmen bersama dalam rangka membangun daerah. Kepercayaan kepada pemerintah Kabupaten Lombok Barat sebagai Lokasi penyelenggaraan STQ tahun ini sungguh dijadikan momentum untuk mempersembahkan kontribusi terbaik bagi daerah kita Nusa Tenggara Barat . Oleh karena itu, dengan bangga dan bahagia kami sampaikan terima kasih atas perkenan bapak Gubernur beserta jajaran pemerintah propinsi yang telah memberikan kepercayaan kepada kami dengan harapan agar  pelaksanaan STQ ke XXII Propinsi Nusa Tenggara Barat di Giri Menang Gerung tahun ini berjalan lancar sesuai dengan harapan kita bersama .

Dalam spektrum yang lebih luas, STQ ataupun MTQ  merupakan wadah untuk merubah paradigma berfikir kita tentang membaca Al-Qur’an. Membaca Alqur’an  tidak hanya termotivasi untuk mendapatkan pahala semata, namun lebih dari itu  kita mampu melakukan analisis kritis disertai penghayatan makna dan pengamalan Alqura’an  dalam kehidupan sehari-hari. Dalam spektrum yang lebih spesifik STQ ini tentu kita jadikan ruang dan wahana untuk mendekatkan dan membumikan Alqur’an di tengah tengah masyarakat, baik mendekatkan Al-Qur’an secara fisik maupun mendekatkan nilai-nilai yang terkandung  didalam nya.

Dalam kesempatan ini Bupati melaporkan kepada Gubernur dan hadirin bahwa dalam Pembukaan STQ ke-22 kali ini Insya Allah kita akan disuguhkan  perpaduan nilai nilai religi dalam pelataran budaya dengan kemasan tari kolosal yang dibawakan oleh anak-anak pelajar kami, dengan  latar paduan suara yang membawakan lagu Islami serta  Shalawat Badar yang  diiringi oleh alunan musik tradisional gamelan. Latar instrumental   gamelan dipilih karena gamelan sering diinterpretasikan hanya sebagai sebuah instrumen berkesenian saja,hanya sebuah tradisi yang dipakai dalam event atau prosesi budaya, namun media gamelan secara historis dalam perkembangan peradaban Islam Indonesia pernah menjadi media penyebaran Islam pada era walisongo dulu.

Persembahan tradisi budaya dalam mengantarkan sebuah prosesi keagaaman tentu dimaksudkan dalam rangka mempertegas suatu  garis kontinum yang jelas antara nilai nilai budaya dan nilai nilai agama. Kami yakin bahwa budaya harus menjadi bagian dari kontekstualisasi nilai nilai agama karena itu perlu rekonstruksi dan reaktualisasi konsefsi bahwa; berkesenian adalah sebuah tradisi yang tidak selalu dimaknai dalam konteks dan situasi yang kontradiktif dengan praktek praktek beragama. Dalam perspektif ini kami mencoba melakukan sebuah penetrasi ajaran agama dalam konteks kesenian dan budaya  daerah .

Menurut Bupati peraih penghargaan tertinggi dari Kementerian Lingkungan Hidup ini pada STQ kali ini juga  menampilkan  kepada  para tamu undangan ; Mushaf Al-Qur`an yang dimiliki oleh Gumi Paer Lombok Barat yaitu Mushaf Gumi Patut Patuh Patju, dan  berdasarkan catatan Lembaga Percetakan Alquran Departemen Agama Republik Indonesia, Kabupaten Lombok Barat adalah salah satu dari tiga daerah  bersama Provinsi  Banten dan Jogyakarta yang telah memiliki Mushaf Alquran bersperfektif  kekhasan budaya.

Mushaf ini tentu menjadi salah satu persembahan kami kepada Pemerintah dan masyarakat tidak hanya Masyarakat Lombok Barat tapi juga masyarakat se Pulau Lombok karena Mushaf Al-Qur`an Gumi Patut Patuh Patju bercirikan  Kekhasan tradisi dan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Lombok umumnya dan Lombok Barat pada khususnya. Kekhasan mushaf Al-Qur’an ini adalah dalam hal ornamennya, di mana ornamen yang ada pada sampul, maupun hiasan pada halaman-halaman mushaf ini bercorakkan ukiran-ukiran yang erat kaitannya dengan kehidupan tradisi budaya masyarakat Sasak.

Lawang Kuri, mengisyaratkan untuk menuju suatu tempat diawali dengan membuka pintunya. Ornamen Mandalika menggambarkan Al-Qur`an dalam fungsinya sebagai obat bagi berbagai macam penyakit terutama penyakit kejiwaan. Kembang laos, yang biasanya dipakai hiasan ukiran batu nisan mengisyaratkan agar kita selalu ingat mati. Motif Songket subahnale, mengekspresikan kegembiraan atas ciptaan Allah dengan berucap subhanallah, dll.

Hal ini dimaksudkan agar secara fisik kitab suci Al-Qur’an semakin dekat dengan masyarakat. Dan untuk selanjutnya kedekatan fisik kitab suci Al-Qur’an ini kita harapkan dapat memacu minat masyarakat untuk membuka, membaca, mengkaji dan mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.

Keberadaan budaya dalam kontekstualisasi ajaran agama merupakan pengejawantahan dari nilai nilai religi yang tidak bertentangan dengan norma agama. Budaya yang selalu bersendikan agama tidak pernah salah, budaya yang berisikan nafas agama tidak pernah akan tersesat.Bukankah kita harus sadari bahwa kita tidak hidup dalam ruang hampa nilai. Adalah sebuah aksioma kehidupan yang tak terbantahkan dan  merupakan  sunnatullah (Law of Nature)  bahwa manusia dalam suatu komunitas dan interakasi kehidupannya memiliki adat,tradisi,norma dan nilai hidup yang senantiasa beradaptasi dan termodifikasi dalam kurun zaman dan waktu.

Demikian juga dalam reaktualisasi ajaran agama senantiasa terjadi proses  sintesa antara prosesi budaya dan praktek praktek beragama. Kabupaten Lombok Barat yang memiliki kekayaan khasanah budaya dan kehidupan masyarakatnya yang multietnis telah berupaya melakukan perpaduan praktek seni budaya yang tentu sejalan  dan selaras dengan ruh agama. Jika saja tradisi ini berpadu dan bermetamorfosa dalam bingkai yang harmoni insya Allah akan menjadi kekuatan dakwah yang luar biasa. Sikap perpaduan yaitu agama di atas kebudayaan menunjukkan adanya suatu akulturasi yang positif antar  nilai agama dengan nilai budaya. Metamorposa ini lah yang melahirkan keseimbangan (equilibrium) karena hidup dan kehidupan manusia mampu menyelaraskan diri dalam domain ilahi dan insani; hablumminallah dan hablumminannas.

Kalau kita mengambil contoh penyebaran Islam oleh para wali songo, maka keberhasilan dakwah mereka karena adanya toleransi berupa akulturasi nilai-nilai agama dan budaya, sehingga dakwah mereka bisa diterima. Salah satu bentuk toleransi dan akulturasi itu adalah dakwah yang dilakukan melalui media wayang.

Sebelum Walisongo menggunakan wayang sebagai media dakwah, terjadi perdebatan di antara mereka mengenai adanya unsur-unsur yang bertentangan dengan aqidah, doktrin keesaan Tuhan dalam Islam. Selanjutnya para Wali melakukan berbagai penyesuaian agar lebih sesuai dengan ajaran Islam. Bentuk wayangpun diubah yang awalnya berbentuk menyerupai manusia menjadi bentuk yang baru.

Selain itu, sebagai media dakwahnya, para wali juga melakukannya melalui berbagai bentuk akulturasi budaya lainnya seperti penciptaan tembang-tembang keislaman berbahasa Jawa, gamelan, dan lakon islami. Setelah penduduk tertarik, mereka diajak membaca syahadat, diajari wudhu’, shalat, dan sebagainya. Sunan Kalijaga dalam salah satu adegan wayang, memasukkan jimat layang jamus kalimasada yang dalam Islam berarti dua kalimah syahadat, dengan maksud agar berpegang teguh pada keyakinan dan kesaksian kita kepada Sang Pencipta dan utusan-Nya.

Islam dengan berbagai aspek ajarannya tidak lahir di ruang kosong, Islam lahir pada suatu masyarakat yang sudah memiliki budaya dan tradisi, dan Islam lahir bukan untuk memusnahkan itu semua melainkan mengisinya dengan jiwa Islam, ruh Islam. Kalau saja Islam didakwahkan dengan cara kekerasan, menghapus semua itu tanpa adanya toleransi dan akulturasi, maka Islam tidak akan berkembang sebagaimana yang kita saksikan saat ini. Dalam konteks Indonesia, bahkan dalam konteks regional Nusa Tenggara Barat,  kalau saja Islam disebarkan dengan cara-cara kekerasan, mengharamkan tradisi  budaya yang sudah ada, maka tentu kita tidak akan menyaksikan Islam diterima oleh mayoritas penduduk Indonesia termasuk Nusa Tenggara Barat. Hal ini menunjukkan bahwa misi Islam selain toleransi juga kasih sayang.

Dalam perspektif pemikiran itulah  membumikan Alqur’an dalam arti sesungguhnya yakni bagaimana Alqur’an dapat dilaksanakan dalam tataran implementatif dan bukan saja dalam tataran kognitif ; insya Allah dapat terwujud dan diwujudkan. Budaya dan tradisi itu bisa dijadikan sebagai alat yang bisa membawa mudarat dan manfaat. Ibarat sebuah pisau, bisa digunakan untuk membacok orang bisa juga untuk mengupas bawang atau mangga atau mengiris daging yang sudah disembelih. Gerak-gerak budaya, seni, suara bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan syiar Islam sebagaimana yang  berkembang dalam masyarakat kita saat ini. Itulah yang menjadi alasan bahwa membangun syiar Islam dengan bermediakan budaya atau tradisi tanpa harus membuang tradisi atau budaya yang sudah ada.

Bupati juga berpesan sebagai tuan rumah mewakili masyarakat Lombok Barat, saya berpesan kepada para qori’ dan qoriah agar berlomba dengan sebaik mungkin.

Gubernur NTB, TGH. Zainul Majdi mengungkapkan, STQ`merupakan wahana untuk lebih mempererat tali silaturrahmi semua daerah di NTB ini. STQ juga diharapkan bisa mendekatkankan ummat Islam pada Al-Quran, sehingga ajaran di dalamnya bisa dipahami.

Prestasi NTB selama penyelenggaraan STQ maupun MTQ tingkat nasional selalu menorehkan prestasi. Secara nasional NTB masuk dalam enam besar qorik-qoriah terbaiknya. Bahkan dalam ajang STQ tingkat internasional belum lama ini kafilah NTB mampu menjadi juara I. (her-Tim Humas)