Giri Menang, Kamis 17 Oktober 2019 – Khawatir atas pelaksanaan pembangunan fisik di tahun anggaran 2019 ini, Bupati dan Wakil Bupati Lombok Barat, H. Fauzan Khalid dan Hj. Sumiatun melakukan monitoring untuk inspeksi mendadak (sidak, red) ke enam proyek sebagai sample dari keseluruhan proyek infrastruktur. Pasangan dengan akronim Zaitun ini didampingi oleh Sekretaris Daerah H. Moh. Taufiq, Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Hj. Lale Prayatni, beberapa Kepala OPD, serta didampingi juga oleh Bagian Administrasi Pembangunan dan Bagian Pengadaan Barang/Jasa di Sekretariat Daerah.
Tim tersebut sengaja menyasar enam proyek yang bersumber dari pembiayaan Dana Alokasi Khusus (DAK) karena menyangkut ketatnya DAK serta capaian realisasi atau progress pembangunannya dianggap masih kurang cepat. Sidak tersebut dilakukan selama dua hari dengan menyasar proyek pembangunan dermaga di Senggigi, Puskesmas Sesela, dan Kantor Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTS) di hari pertama kemaren, Rabu (16/10/2019). Sidak kemudian dilanjutkan ke Pasar Eyat Mayang, Ruas Jalan sepanjang 3,3 Kilometer di Telaga Lebur Sekotong, dan Puskesmas Pelangan di hari kedua ini, Kamis (17/10/2019).
Saat sidak tersebut, Bupati Lombok Barat beserta rombongan menemukan beberapa kekurangan capaian dari yang seharusnya berdasarkan target yang ditetapkan. Kekurangan tersebut terdapat di hampir semua proyek yang disidaknya.
“Dari hasil monitoring, memang rata-rata masih kurang dari target. Jadi kita tegaskan kepada kontraktornya untuk mengejar ketertinggalan itu,” ujar Fauzan saat diwawancarai di hari pertama, Rabu (16/10/2019).
Untuk itu, Fauzan meminta agar para kontraktor bisa memenuhi target yang ditetapkan dengan mencari jalan keluar seperti penambahan jumlah tenaga dan jam kerja. Pihaknya, aku Fauzan, tidak mau tahu alasan keterlambatan capaian tersebut. Menurutnya, kelangkaan bahan material seperti semen atau bata merah yang sempat menjadi keluhan banyak pihak, harus dicarikan jalan keluarnya sendiri oleh para kontraktor.
“Kalau masalah material, silahkan tanya kontraktornya saja. Yang pasti kita sudah menanda tangani kontrak dan itu harus selesai. Kita tidak mau masuk ke urusan teknis,” tegas Fauzan.
Hal senada juga disampaikan oleh Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Hj. Lale Prayatni. Lale memastikan para kontraktor sudah mencari jalan keluar sendiri terhadap persoalan material, kecuali yang sifatnya pabrikasi. Namun Lale mengingatkan agar sebelum musim hujan datang, beberapa item pembangunan yang sifatnya struktur dan yang utama sudah bisa rampung sehingga tidak akan mempengaruhi progress pekerjaan.
“Kita punya limit waktu sampai Desember. Sekitar November nanti kita turun lagi. Harus ngecek lagi. Dengan Bupati dan Wakil Bupati turun, itu menjadi energi baru buat mereka (kontraktor, red) dalam bekerja, dari pada kita diamkan,” terang Lale.
Selama sidak, banyak temuan yang mereka dapatkan. Di hari pertama sidak, hampir semua proyek yang disidak mengalami keterlambatan sekitar 1-2 persen dari yang ditargetkan, kecuali untuk pembangunan dermaga di Senggigi yang memang memiliki spesifikasi khusus sehingga deviasi antara target dengan realisasi pekerjaannya sampai 8 persen lebih. Untuk itu, Lale meminta hal itu diperhatikan oleh Kepala Dinas yang ikut bertanggung jawab atas proyek di SKPD-nya. Untuk kasus dermaga menjadi domain kerja Dinas Perhubungan.
“Saya sudah mengingatkan ke Dinas Perhubungan agar selalu memantau perkembangan. Bila perlu beri teguran tertulis apabila realisasi fisik lebih rendah dari target realisasi,” tegas Lale saat ditemui setelah sidak hari pertama (Rabu, 16/10/2019).
Jenis pekerjaan untuk Dermaga Senggigi sendiri adalah penambahan panjang dermaga sepanjang 50 meter yang akan memudahkan kapal-kapal besar untuk bisa sandar.
Sebelumnya, dermaga yang tersedia untuk menambah panjang itu hanya berbentuk dermaga apung. Karena jenis dan spesifikasi pekerjaan agak khusus di laut, maka sebagian pekerjaan utamanya berupa pembuatan precast beton balok dilaksanakan di darat. Nantinya jika pancang dan balok betonnya sudah terpasang maka progress pekerjaan bisa langsung cepat terlihat karena bobot pekerjaan di laut yang sangat tinggi.
Kondisi serupa juga ditemukan saat sidak di Pasar Eyat Mayang di sidak hari kedua. Secara kasat mata progress pelaksanaan proyek cukup lamban, namun karena jenis pekerjaan berupa pemasangan kap rangka baja adalah jenis pabrikasi, maka pekerjaan tersebut menunggu kap baja yang sedang dalam masa pembuatan.
Pantauan lapangan yang cukup unik ditemukan pada pembangunan ruas jalan Telaga Lebur-Kedaro di Sekotong yang sesungguhnya panjang jalan tersebut adalah 3,3 kilometer, namun poyeknya sendiri hanya membiayai sepanjang 2 kilometer. Menurut pengakuan kontraktor yang mengerjakannya, pihaknya telah melakukan pengaspalan sepanjang 2,68 Kilometer, yaitu 1,3 kilometer di ujung utara dan 1,38 kilo meter di ujung selatan dengan menyisakan jalan yang tanpa aspal di tengah-tengahnya. Pengakuan kontraktor yang tidak ingin namanya disebut, hal itu berdasarkan permintaan masyarakat yang disetujui oleh Pemerintah.
“Tapi kami telah melakukan perataan dan pengerasan tanah (di jalan yang tanpa aspal, red) sehingga tetap bisa dilewati dengan aman,” aku kontraktor tersebut mengaku ingin menuntaskan seluruh panjang jalan, namun nilai kontraknya yang hanya untuk 2 kilometer membuatnya menyisakan di tengah.
Proyek fisik di Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dengan sistem tender di tahun 2019 ini total berjumlah124 proyek tender. Keseluruhannya bernilai total Rp. 268 milyar lebih dengan komposisi 61 persen lebih bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
“DAK sekarang sangat ketat. Di saat kita tidak bisa menyelesaikan tepat waktu di Bulan Desember akan merugikan kita,” terang Lale.
Menurutnya, pola pembayaran DAK hanya dibayarkan sesuai dengan realisasi pekerjaan dan resikonya ada di kontraktor. Namun pekerjaan sisanya akan menjadi tanggungan APBD dalam menuntaskannya.
“Itupun dibayarkan bukan dari DAK, tapi dari APBD kita di tahun depan. Jadi kalau kontraktor itu mau dibayarkan di APBD-P tahun depan, silahkan bisa dilanjutkan, tapi belum tentu di APBD-P nanti bisa kita cantumkan dalam belanja kita,” terang Lale.
Hal tersebut, menurut Lale saat mengakhiri wawancaranya, yang membuat Pemerintah Kabupaten Lombok Barat khawatir dan harus tetap melakukan pengawasan terhadap seluruh proyek, terutama yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).