Hadir dalam acara tersebut anggota DPRD Lobar Munawir Haris, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Nusa Tenggara Barat Sama’an, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Barat H. Jalalus Sayuti, Camat se Lobar, OPD-OPD yang Terkait.
Menurut Kepala DP2KBP3A, usia ideal menikah bagi perempuan minimal 21 tahun dan 25 tahun untuk laki-laki. Kepala DP2KBP3A, Ramdhan Hariyanto berpendapat bahwa pernikahan di usia dini khususnya remaja akan menghilangkan kesempatan seseorang untuk sekolah dan mematangkan kejiwaan. Jika dipaksakan sambil sekolah, orang tua tidak akan maksimal menjalankan peran sebagai pendidik bagi anak-anaknya.
Di Lombok Barat sendiri, meski rata-rata Usia Kawin Pertama (UKP) sudah 21 tahun, namun masih ada beberapa daerah di Lobar yang memiliki UKP < 21 tahun. Di beberapa kecamatan di Lobar masih banyak pasangan yang menikah pada usia muda. Umumnya, di sana banyak terjadi pernikahan tanpa cinta dikarenakan tuntutan orang tua yang mengharuskan anaknya menikah dengan calon yang sudah ditentukan biasanya masih ada hubungan kerabat. Tak jarang perjodohan dilakukan sejak anak masih sangat kecil. Ujung dari semua ini adalah perceraian karena pasangan muda belum siap menghadapi kesulitan dalam pernikahan dan ego masing-masing yang tinggi.
Ramdhan menegaskan, Pemerintah benar-benar membutuhkan koordinasi dalam menangani kasus ini, baik dari Dusun, pemerintah Desa, hingga Kecamatan. “Koordinasi ini sangat penting untuk menyatukan tindakan dalam penegakan ketika turun kelapangan. Tentu di harapkan bisa menjadi komitmen bersama hingga menjadi generasi yang berkualitas atau lebih baik khususnya di Lombok Barat.” Tegasnya
Fenomena nikah muda di Lobar tersebut hendaknya bisa menjadi rambu-rambu dan pertimbangan agar tidak menikah di usia muda. Menikah di usia muda akan membawa banyak konsekuensi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan sosial, di samping itu menikah di usia muda memiliki potensi lebih besar gagal (cerai) karena ke tidak siapan mental dalam menghadapi dinamika rumah tangga tanggung jawab atas peran masing-masing seperti dalam mengurus rumah tangga, mencukupi ekonomi dan mengasuh anak.
Inilah hal yang menjadi perhatian Pemerintah Daerah untuk menunda usia pernikahan wanita muda. Bukan saja ancaman perceraian karena kondisi psikis yang masih labil, namun juga berkenaan dengan kehamilan muda yang penuh risiko, baik dari segi kesehatan fisik maupun emosional.