Giri Menang, Jum’at 9 November 2018 – Sebanyak Tiga Puluh Taruna Siaga Bencana (Tagana) Muda nampak serius menempa fisik di Pantai Kerandangan Senggigi Batulayar Lombok Barat (Lobar) Jum’at (9/11).
Dari baris berbaris sampai proses rescue (penyelamatan) mereka lakukan sebagai latihan buat mereka terjun saat terjadi bencana. Mereka dilatih oleh beberapa instruktur, di antaranya dari Palang Merah Indonesia, staff Dinas Sosial Lobar, bahkan juga melibatkan Badan SAR Nasional dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Mereka juga mendapat kegiatan mentorial dari anggota Tagana senior.
Para Tagana Muda tersebut dilatih selama empat hari. Dua hari di kelas dan Dua hari lapangan.
Pelatihan teoritik mereka dapatkan di Hotel Montana Senggigi dari tanggal 7-8 November dengan materi kebijakan pengurangan resiko bencana, teknik penyelamatan di darat dan laut, teknik pertolongan pertama,dan materi layanan psiko sosial.
Berikutnya, mereka memperoleh pelatihan lapangan yang dipusatkan di Pantai Kerandangan Senggigi dari hari ini (Jum’at, 9/11) sampai penutupannya esok hari (Sabtu, 10/11).
Pada pelatihan lapangan, mereka dilatih mengelola dapur umum, pembuatan shelter, memberikan layanan psiko sosial, dan water rescue.
Salah seorang instruktur yang juga staff di Dinas Sosial Lobar, Mulyadi memastikan bahwa tiga puluh orang tersebut akan semakin memperkuat personalia Tagana di Lobar.
“Saat ini kita sudah memiliki 55 orang Tagana terlatih Se-Kab. Lobar. Dengan pelatihan mencapai 32 jam pelatihan, tiga puluh orang ini insya Allah siap untuk ikut membantu,” terang Mulyadi.
Untuk tahun ini, tambah Mulyadi, perekrutan Tagana dikonsentrasikan hanya dari empat kecamatan yang minim personil namun rawan bencana. Empat kecamatan itu adalah Kecamatan Narmada, Lingsar, Gunung Sari, dan Batulayar.
“Kemarin pun mereka sudah kita aktifkan sebagai relawan. Kita kan terkena kewajiban verifikasi sasaran penerima Jadup (Jaminan Hidup, red) untuk warga yang kena gempa,” terang Mulyadi.
Bagi Mulyadi, sejak awal para Tagana Muda tersebut telah teruji inisiatif dan motivasinya dalam membantu pihak Dinas Sosial.
“Tapi terus kita pantau dan evaluasi. Ke depannya, mereka akan dijenjangkan sesuai klasifikasi peran, fungsi, dan tugas serta kluster. Yang harus mereka fahami adalah tiga gugus tugas, yaitu perlindungan, pengungsian, dan logistik,” kata Mulyadi menjelaskan.
Tagana ini memiliki posisi sangat penting saat terjadi bencana. Imbalan atas jasa mereka sayangnya terbilang sangat kecil. Mereka hanya bisa memperoleh uang lelah dari APBD Lobar sebesar Rp. 300 ribu/bulan/orang serta tambahan dari APBN sebesar Rp. 250 ribu/orang/bulan.
“Tapi mereka masih bisa memperoleh uang pengerahan sebesar Rp. 100 ribu/orang/hari saat ditugaskan ketika ada bencana,” pungkas Mulyadi.
Oleh karena mereka berasal dari warga biasa, para Tagana ini berperan besar dalam mitigasi bencana dan pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi resiko bencana.
Salah seorang Tagana yang terbilang senior di Lobar, Farhan menuturkan peran mereka kala bencana terjadi.
“Kami ini relawan yang siap dipanggil kapan saja. Sering kita bertemu dengan teman lainnya, langsung di lokasi kejadian. Kita sudah tahu tugas masing-masing,” ujarnya.
Tagana yang terlibat sejak tahun 2009 itu mengaku banyak hal membahagiakan yang ingin ia tularkan kepada para yuniornya.
“Di samping memperbanyak teman dan sahabat, ada kebahagiaan tersendiri ketika kita bisa membantu sesama yang dalam kesusahan,” pungkas Farhan. (Humas Lobar)