Giri Menang, Senin 30 Oktober 2017 – Nyongkolan merupakan sebuah upacara yang unik dan telah menjadi tradisi secara turun temurun dalam menyambut sebuah pernikahan. Biasanya adat Nyongkolan dilakukan saat siang menjelang sore pada akhir pekan. Menggunakan pakaian adat dan menampilkan kesenian Sasak, iring-iringan pengantin berbaris rapi jalan melintasi ruas-ruas jalan.
Namun tidak sedikit pengguna jalan mengeluh saat menjumpai nyongkolan yang menggunakan kecimol. Para pengiring berjoget tidak karuan hingga menyebabkan kemacetan parah.
Melihat hal tersebut, Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid berharap agar kecimol tidak lagi digunakan saat nyongkolan.
“Akan lebih bagus jika kesenian cilokak, hadrah dan semacamnya digunakan saat nyongkolan. Daripada pakai kecimol bikin orang rusuh. Tidak ada budaya masyarakat sasak berjoget di acara nyongkolan memakai kecimol,” tegasnya di hadapan masyarakat saat bersilaturahmi dengan warga Desa Lembah Sempage, Kecamatan Narmada, Minggu (29/10).
Bupati meminta Desa Lembah Sempage bisa menjadi pelopor penggunaan kesenian asli sasak saat nyongkolan. “Mudah-mudah di Desa Lembah Sempage bisa menjadi pelopor saat nyongkolan memakai cilokak dan hadrah. Masyarakat punya cilokak dan hadrah sendiri. Ini sebagai bentuk kita melestarikan budaya masyarakat sasak yang ada di Lombok, khususnya di Kabupaten Lombok Barat,” ajaknya.
Kepala Desa Lembah Sempage, Turmuzi mengatakan kesenian cilokak dan hadrah dipakai untuk nyongkolan sudah dituangkan dalam Peraturan Desa (Perdes).
“Itu setiap acara nyongkolan kita sudah memakai Gendang Beleq, Cilokaq dan Hadrah. Biar tidak ada keributan bagi masyarakat yang mengikuti acara nyongkolan. Kita juga lihat dari beberapa pengalaman sebelumnya, banyak kejadian yang tidak kita inginkan dari kejadian seperti nyongkolan memakai kecimol,” terangnya.
Ia mengaku, masyarakatnya sangat mendukung aturan itu. “Di Lombok Barat, Desa Lembah Sempage menjadi desa pertama yang mendukung Peraturan Desa (Perdes) di mana saat nyongkolan menggunakan Gendang Beleq, Cilokaq dan Hadrah,” ungkapnya.
Desa Lembah Sempage juga memiliki potensi yang bisa dikembangkan, seperti seperti pohon enao untuk gula aren, lalu durian, rambutan, manggis dan kakaow.
“Untuk itu agar hasil-hasil pertanian tidak dijual langsung, tetapi kita olah dulu tetapi syaratnya kita harus tekun. Misalnya di sini juga banyak bahan baku pisang. Kita olah menjadi kripik pisang atau pisang sale supaya nilai jualnya lebih tinggi,” kata bupati.
Bupati menjelaskan, lebih dari 100 hasil olahan seperti kopi, kripik, gula semut, serbat jahe dan lainnya akan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah untuk mendapatkan sertifikat kesehatan, sertifikat dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikat halal. Bila semua produk sudah memiliki lisensi tersebut, maka dapat dengan mudah dipasarkan di took-toko besar seperti Indomart, Alfamart dan supermarket lainnya.
“Pemkab Lobar berkomitmen untuk membantu para petani, tidak boleh selesai di hulunya tapi juga harus berlanjut. Tidak boleh terbantu irigasi, alat-alat pertanian saja tetapi berlanjut membuat Kelompok Wanita Tani (KWT),” tegas bupati. (andi/humas)