GIRI MENANG – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Lombok Barat H. Ilham mengkritisi data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait penilain rata-rata lama sekolah di Lombok Barat mencapai 291.325 orang. Pendataan yang dilakukan BPS mengambil usia putus sekolah yang sudah berumur 25 tahun hingga 80 tahun.
Seandainya pihak BPS melakukan pendataan pada usia saat ini, pihak Dikbud meyakin angka rata-rata lama sekolah tidak seperti ini. Mengingat infrastruktur pendidikan berupa bangunan dan fasilitas dunia pendidikan saat ini telah menjamin harapan lama sekolah untuk masyarakat Lombok Barat.
”Apabila BPS melakukan pendataan dengan melihat usia saat ini, kami yakin angka rata-rata lama bersekolah di atas 5,6 persen,” tegas H. Ilham kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (20/7).
Sesuai data BPS, totalnya warga yang tidak tamat SD mencapai 291.325 orang. Jumlah ini terdiri dari kategori usia 15 hingga19 tahun yang tidak lulus SD sebanyak 1.891 orang dan lulus SD sebanyak 3919 orang. Pada usia 20 hingga 24 tahun yang tidak lulus SD sebanyak 1.858 orang dan lulus SD sebanyak 6.571 orang. Sementara pada usia 25 hingga 29 tahun yang tidak lulus SD sebanyak 7.684 orang dan lulus SD sebanyak 10.123 orang.
Jumlah ini memang rendah masyarakat yang di survey berumur 25 tahun. Jika disurvey berusia sekolah, ia memastikan angkanya bakal besar. Masyarakat berusia 25 tahun ini mengalami putus sejak 10 tahun lalu. Rata-rata putus sekolah di SD, SMP, dan SMA.
“ Ini kondisi mereka yang dikumulatifkan, sehingga rata-rata lama sekolah tercatat 5,6 baik berusia 80 tahun,” tandasnya.
Ilham sendiri mengakui bidang pendidikan merupakan salah satu indikator yang dinilai dalam peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada IPM ini ada dua yang mempengaruhinya, yakni rata-rata sekolah dan harapan lama sekolah.
Ia merincikan jika harapan lama sekolah di Lombok Barat telah mencapai lebih dari 12 tahun. Artinya dari sisi infrastutkur yang dimiliki saat ini telah memungkinkan masyarakat bersekolah sampai berumur 12 tahun atau tamat SMA.
“ Pemda sudah mampu membangun infrastruktur yang memadai hingga bisa bersekolah 12 tahun, artinya ada sekolah tempat mereka bersekolah. Tergantung anak-anak ini memanfaatkannya mau bersekolah atau tidak,” terangnya.
Untuk mendorong masyarakat belajar, mereka yang memiliki hambatan geografis yang jauh, pemerintah telah menyediakan program. Untuk tingkat SMP, ada SMP terbuka yang belajar pada siang dan sore. Kemudian, SD dan SMP satu atap yang diperuntukan di pelosok, yang agak rentan dengan sekolah regular.
“Selanjutnya, masyarakat yang terlanjur putus sekolah, bisa masuk ke program paket A (SD) ,B (SMP), dan C (SMA). Inilah program yang dilakukan,” pungkasnya.(fer/r4)
Sumber:http://www.lombokpost.net/2016/07/25/kadis-dikbud-kritik-data-bps/