Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku mayoritas di Lombok. Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang kental dan mapan. Keberadaan tradisi budaya merupakan magnet tersendiri bagi masyarakat luar untuk berkunjung. Untuk mempertahankan kekhasan ini dibutuhkan kemampuan untuk melestarikannaya. Hal inilah yang coba dibuktikan dan dilakukan oleh KepaIa Desa Lembar Selatan Lalu Salikin. Kecintaan dan keinginannya melestarikan Tradisi Suku Sasak ini ia wujudkan dalam bentuk bangunan Kantor Desa yang unik.
Pembangunan Kantor Desa Lembar Selatan dimulai tanggal 13 Juli 2013 lalu. Konsep bangunan sendiri merupakan perpaduan antara bangunan tradisional dan modern. Sebagaimana diutarakan Lalu Salikin, bangunan yang dibangun ini merupakan wujud kecintaan terhadap budaya Sasak sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa Lembar merupakan pintu masuk menuju Lombok. Penduduk Lembar hampir 20% merupakan warga pendatang dari seluruh penjuru tanah air. Beranekaragam budaya dan suku ada disini, mereka berbaur dengan masyarakat setempat. Untuk mengantisipasi pudarnya budaya dan tradisi Suku Sasak sendiri maka perlu dibangun satu bangunan yang menampilkan ciri khas budaya lokal daerah Suku Sasak, itulah alasan dibangunnya kantor desa bercirikan khas Sasak.
Dikatakan Salikin, sejak pemekaran Desa Lembar Utara menjadi Lembar Selatan tahun 2010 serta pelantikan dirinya sebagai Kepala Desa, 26 November 2012, Lembar Selatan mencoba merubah kesan menjadi lebih baik.
“Alhamdulillah lokasi yang kita dapatkan juga begitu luas, tanah bangunannya merupakan tanah Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, lokasinya berada di sebelah bangunan Kantor Laboratorum PU, “ katanya bersyukur.
Bangunan Desa Lembar Selatan menggunakan relief islami. Pemaknaan ornament dan disain bukan tanpa makna. Ornament warna merah memilki arti berangkat dari keberanian, kebranian disini maksudnya berani merubah, berani membangun dengan hanya modal awal Rp 32 juta. Warna keemasan memiliki makna agar Lembar Selatan mengalami masa keemasan. Untuk tulisan Allah dan Muhammad di depan pintu masuk mengandung arti agar senantiasa dibentengi dan dijaga Allah SWT dan mengikuti tuntunan Rasulallah Muhammad Saw. Bangunan ini diharapkan bisa dijadikan tempat pelayanan masyarakat, penyelengaraan adat dan ritual agama. Meski demikian, tidak semua menyerupai bangunan rumah tradisional. Ada sebagian yang menggunakan konsep modern, hanya arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya.
Selain bangunan kantor terdapat juga satu bangunan pendukung yakni bale sangkep atau rumah pertemuan, lokasinya persis berada di samping kantor desa. Untuk ke depannya akan ditambah satu bangunan di bagian belakang berupa lumbung pangan, di sini akan disediakan padi atau gabah. Keberadaan lumbung ini dimaksudkan agar masyarakat yang tidak mampu namun punya hajatan misalnya untuk khitanan, meninggal, dan sebagainya, bisa mengambil beras di lumbung pangan. Di sekitar kantor desa juga akan dibangun tempat pemancingan, mushalla, dan sekepat.
Ikin berharap dengan berdirinya bangunan dengan konsep tradisional dan modern ini ada lokasi obyek wisata baru kebanggaan yang bisa dikunjungi wisatawan selain pantai Cemare. Dia juga berharap agar bangunan unik Kantor Desa Lembar Selatan yang akan diresmikan sekitar Bulan Juli 2014 ini bisa menjadi motivasi bagi desa-desa lain.
Rumah Adat Suku Sasak di Lombok
Atap rumah adat Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek). Lantainya dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu jerami. Campuran tanah liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen. Pengetahuan membuat lantai dengan cara tersebut diwarisi dari nenek moyang mereka. Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat rumah adat Sasak didapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk menyambung bagian-bagian kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang terbuat dari bambu. Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, dan tidak memiliki jendela.
Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan duniawi) secara bersamaan, Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk), epen bale (penunggu rumah), dan sebaginya.
Perubahan pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya faktor- faktor eksternal lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan topografis) menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya saja, konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang dilandasi oleh nilai-nilai filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.
Untuk menjaga lestarinya rumah adat mereka dari gilasan arsitektur modern, para orang tua biasanya mengatakan kepada anak-anaknya yang hendak membangun rumah dengan ungkapan: “Kalau mau tetap tinggal di sini, buatlah rumah seperti model dan bahan bangunan yang sudah ada. Kalau ingin membangun rumah permanen seperti rumah- rumah di kampung-kampung lain pada umumnya, silakan keluar dari kampung ini.” Demikianlah cara orang Sasak menjaga eksistensi rumah adat mereka, yaitu dengan cara melembagakan dan mentransmisikan pengetahuan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.(Redaksi: L.Budi Darma-Bag.Humas Kantor Bupati Lombok Barat).