GIRI MENANG-Awal tahun, Badan Legislasi (Banleg) DPRD Lombok Barat (Lobar) di sodorkan dua pembahasan raperda yakni penyelenggaraan perlindungan dan pencegahan tindak kekerasan pada perempuan dan anak serta pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk menetapkan keduanya, ketua Banleg DPRD Lobar HL Pattimura Farhan menyatakan tidak ingin terburu-buru dengan harapan produk hukum yang di buat bisa efektif dan populis di masyarakat.
Pattimura mengatakan, secara garis besar Banleg mengapresiasi pengaturan jenis pemanfaatan yang tertuang pada Raperda Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil. Menurutnya, adanya ketentuan yang membolehkan pemanfaatan untuk tujuan non-usaha di reperda menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat kecil.
“Raperda ini memberi kesempatan kepada masyarakat tradisional dapat menikmati nilai-nilai ekonomi sumberdaya pesisir sesuai dengan kearifan lokal., “kata Pattimura kepada Lombok Post, kemarin.
Rancangan peraturan ini juga di yakininya tidak akan membebani masyarakat kecil di wilayah pesisir karena mekanisme perizinan untuk beraktivitas secara tradisional. Pola seperti inipun sudah lama di laksanakan masyarakat.
Pattimura mendukung pencantuman item izin pemanfaatan pengusahaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Izin ini menurutnya, bentuk mekanisme kontrol dan pengendalian negara terhadap pengelolaan sumber daya laut. Namun karena mekanisme izin ini adalah hal yang baru, dia meminta agar implementasi pengelolaannya memperhatikan banyak hal.
Pertama menyangkut pemanfaatan sumber daya alam (SDA) bagi rakyat. Maksudnya pemberian izin harus lebih menguntungkan masyarakat nelayan yang rata-rata memiliki tingkat pendidikan rendah dan modal yang terbatas.
Kedua memberi ruang untuk tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat SDA. Meski ada izin, masyarakat pesisir harus tetap terlindung haknya untuk berpartisipasi aktif dalam pemanfaatan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Ketiga soal penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam memanfaatkan SDA . pemberian izin ini tidak boleh menghilangkan konsep hak adat dan hak-hak tradisional rakyat sehingga tetap bisa di kerjakan dan diwariskan ke generasi berikutnya.
Pattimura menilai, pada dasarnya implementasi raperda ini harus tetap bersandarkan pada UUD 1945 pasal 33 ayat (3) dan ayat (4). Disimpulkan jika pengelolaan dan zonasi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil harus tetap dalam penguasaan negara dan bertujuan bagi kemakmuran rakyat.
“penguasaan oleh negara disini berarti mulai dari membuat kebijakan, melakukan pengaturan,pengurusan, pengelolaan hingga melakukan pengawasan,” jelasnya.
Sementara mengenai Raperda penyelenggaraan Perlindungan dadn Pencegahan Tindak Kekerasan Pada Perempuan dan Anak, salah satu substansi materinya terkait jaminan perlindungan terhadap korban kekerasan anak-anak dan permpuan. Ini mencakup upaya atau langkah-langkah yang komperhensif dan integral yang akan di ambil berupa jaminan perlindungan, baik dalam konteks sebelum kasus kekerasan itu terjadi (langkah preventif) maupun sesudahnya.
“Artinya, dalam Raperda ini di atur langkah-langkah atau kebijakan kuratif dan represif yang lebih komperhensif,”ujarnya.
Ketua Baleg DPRD Lobar ini juga memandang perlu adanya kebijakan affirmantive action sebagai implementasi atas produk hukum trsebut. Karena pengaturannya menyangkut masalah yang krusial dan menimpa kelompok sosial yang paling rentan. “Dengan kata lain, Raperda ini harus berperspektif korban , yakni anak-anak dan perempuan,” tukasnya . (ida)
Sumber : Lombok Post, Selasa 22 Januari 2013