Giri Menang, Senin 24 Juli 2017 – Ketika di tempat lain ketenangan dan kenyaman beragama menjadi hal langka, hal itu tidak berlaku di Desa Mareje dan Desa Mareje Timur, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat. Masyarakat di kedua desa ini secara turun temurun tetap memelihara keberagamannya.
Desa Mareje merupakan Desa induk. Sebagai langkah untuk percapatan pembangunan, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat kemudian melakukan pemekaran menjadi dua desa, yakni Desa Mareje dan Mareje Timur.
Terdapat dua agama besar yang dianut oleh masyarakat kedua desa tersebut yakni agama Islam dan Budha. Meski demikian mereka tetap memelihara kedamaian.
“Toleransi merupakan harga mati yang ada di setiap jiwa masyarakat kami. Jika ada pembanguan Masjid maupun Vihara semua dikerjakan secara gotong royong. Musyawarah untuk mufakat merupakan solusi terbaik untuk setiap permasalahan yang ada,” tegas H.M. Hadran Farizal Kepala Desa Mareje Timur, usai melaksanakan acara halal bihalal di Dusun Apit Aik, Senin (24/7).
Perkawinan antara seseorang yang beragama Islam dan beragama Buddha sering terjadi di kedua desa ini. “Kita tetap selesaikan secara adat. Pihak wanita mengikuti agama yang dianut suaminya,” tambahnya.
Kedamaian yang tercipta juga terwujud akibat dari masih adanya ikatan keluarga dari para pemeluk beda keyakinan ditempat ini. “Setiap Hari Raya Islam maupun Budha tradisi saling mengunjungi tetap kami lakukan. Jika ada acara hajatan kita saling mengundang,” terang Nasib, tokoh agama Budha asal Mareje saat ditemui di kediamannya.
Sementara itu Babinkamtibmas Aiptu Nengah Sudiana mengutarakan, semenjak tahun 2010, di masing-masing dusun telah terbentuk Pam Swakarsa yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Poskamling ada setiap dusun, Kepala Dusun kita libatkan langsung menjadi Ketua Satgas. Masing-masing Pam swakarsa dilengkapi dengan Orari. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan kita jika terjadi gangguan seperti pencurian, perampokan dan masalah lainnya,” pungkasnya. (Humas Lombok Barat)