Giri Menang, Minggu 21 Oktober 2018 – Jaminan Hidup (Jadup) yang dijanjikan oleh Pemerintah Pusat kepada warga terdampak bencana gempa bumi di Lombok Barat (Lobar) belum ada satu pun yang cair atau terrealisasi.
Menurut Kepala Dinas Sosial Lobar, Hj. Ambaryati, pihaknya masih terus mengusulkan ke Pemerintah Pusat agar bisa memenuhi syarat dan dimasukkan dalam pagu anggaran sesuai dengan arahan Kementerian Sosial.
“Menurut Permensos 4/2015, Jadup sudah mengacu ke SK Bupati untuk Rumah yang Rusak Berat. Jadi tinggal kami sesuaikan data jumlah jiwanya,” terang Hj. Ambaryati saat dihubungi di Kantornya di lingkungan Pemkab. Lobar, Jum’at (19/10).
Karena data mengacu kepada kondisi rumah yang hanya rusak berat, maka Ambaryati mengaku telah meminta Tagana dan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) turun melalukan verifikasi.
“Harus tuntas hari Kamis ini. Jumat kita akan minta rekomendasi ke Provinsi dan Senin (minggu depan, red) kami antar ke Kemensos,” ujar Ambaryati.
Seperti dirilis pihak Pemkab Lobar beberapa waktu lalu, rumah yang rusak berat mencapai 13.942 dari total 72.222 rumah yang rusak.
Jumlah rusak berat itulah yang menurut Ambar menjadi sasaran cek dan ricek pendataan pihaknya untuk diusulkan mendapatkan Jadup.
“Bisa jadi satu rumah (rusak berat, red) ditempati oleh lebih dari satu KK. Basis data Jadup ini kan jiwa, jadi masih harus dicek lagi,” tutur Ambar.
Selain rusak berat, Ambar pun memastikan bahwa administrasi kependudukan warga juga lengkap, selain tercantum dalam kartu Keluarga, warga tersebut pun sudah memiliki e-KTP.
Untuk Lobar sendiri, usulan untuk Jadup itu sudah mencapai 1.910 KK atau 6.403 jiwa. Usulan tersebut dilaksanakan dalam dua tahap. Sisanya yang sedang diverifikasi sambil diusulkan secara paralel.
“Bahkan bisa jadi lebih dari itu kalau melihat proses verifikasi dari pendamping PKH dan Tagana,” tambah Ambaryati.
Menurut informasi yang berkembang, nilai bantuan Jadup itu adalah sebesar Rp. 10.000/jiwa/ hari yang akan diberikan selama 30 hari atau sampai 90 hari. Pencairannya pun tidak bisa langsung, tapi terhitung 6 bulan pasca berakhirnya masa tanggap darurat (bulan Februari, red).
“Dengan syarat warga tersebut sudah menempati hunian tetapnya. Bukan mengungsi lagi,” pungkas Ambar memastikan hal itu sebagai syarat transfer.
Bupati Lobar, H. Fauzan Khalid pun mengapresiasi apa yang dilakukan oleh jajarannya.
“Kita bukan menjanjikan (Jadup, red), tapi yang kita lakukan adalah jemput bola. Bayangkan misalnya ada uang Jadup, baru kita lakukan verifikasi dan memprosesnya secara administrasi, kan repot kita? Masyarakat kita juga yang rugi,” ujar Fauzan.
Di tempat terpisah, Sekretaris Daerah selaku Kepala BPBD Lobar, H. Moh. Taufiq pun mengingatkan.
“Jadup itu adalah “janji” Pemerintah melalui Kemensos. Daerah hanya mengusulkan. Soal realisasi atau tidaknya,tergantung konsistensi mereka ke daerah. Makanya pusat jangan gampang keluarkan janji kalau sekiranya tidak mampu ditepati, karena dampaknya masyarakat yang akan menyalahkan bupati atau walikota yang membuat SK,” tegas Taufiq.