Jika menyebut nama desa Banyumulek, akan terbayang jelas dalam ingatan kita, bagaimana pembuatan dan produksi kerajinan gerabah di sana. Bagaimana tangan-tangan terampil warganya dalam menciptakan seni gerabah. Dari yang besar hingga kecil, bernilai artistik tinggi, bisa diperoleh sebagai cinderamata.

SEBELUM nama desa Banyumulek itu lahir, tangan-tangan terampil warganya sudah mulai tumbuh dari generasi ke generasi. Itu pun diawali hanya dengan memproduksi gentong atau kendi. Gentong atau kendi ini, orang Sasak di Lombok menyebutnya ‘bong’
Dalam pemasarannya, warga setempat harus memikul produksi ‘bong’ tersebut hanya dengan berdagang keliling dari kampung ke kampung, bahkan dari satu desa ke desa lain. Namun dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, produksi gentong yang dipelajari secara otodidak ini sudah mengalami transisi, sudah beralih menjadi suatu produk yang bernilai seni tinggi. Bahkan daerah ini sudah berkembang menjadi sebuah sentra industri gerabah. Art Shop dan show room sudah mulai tumbuh bak jamur dimusim penghujan. Akibatnya, gerabah Banyumulek mampu mensejahterakan warga setempat, mampu sebagai ladang penyedia lapangan kerja. Lebih dari itu, mampu memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah.
Lahirnya desa Banyumulek ini memiliki dua versi. Pertama, sekitar dua abad tahun silam, desa ini hanya terdiri dari beberapa buah perkampungan. Salah satunya adalah kampung Karang Lebah. Ketika musim penghujan tiba, kampung ini sering dilanda banjir dan airnya selalu berputar-putar. Konon menurut warga setempat, karena airnya selalu berputar, maka masyarakat sekitar memberi nama Banyumulek. ‘Banyu’ artinya air, ‘mulek’ berarti berputar.
Versi lain mengungkapkan, di kampung Karang Lebah tadi, terdapat sebuah mata air. Konon airnya sangat jernih, bening dan enak diminum. Maka warga setempat memberi nama Banyumulek yang artinya, air yang bening dan enak.
Lambat laun, gerabah Banyumulek diminati banyak kalangan, dalam maupun luar negeri. Sejak dunia pariwisata Lombok Barat (Lobar) didengungkan, gerabah Banyumulek ini, dicoba untuk dipasarkan ke daerah Bali, karena di daerah ini tingkat pariwisatanya jauh lebih semarak ketimbang di Lobar. Ternyata di Bali, gerabah Banyumulek banyak diminati. Namun setelah geliat pariwisata di Lobar terus digalakkan, gerabah Banyumulek ini memiliki dampak yang cukup cemerlang. “Sekarang, gerabah Banyumulek sudah diekspor ke sejumlah negara”, kata Kepala Dinas Pariwisata Lobar, I Gde Renjane pada suatu pertemuan.
Sekarang kata Renjane, desa Banyumulek merupakan tempat sentra industri gerabah, sebagai komoditi ekspor non migas sekali gus sebagai tempat tujuan wisata belanja di Lobar. Melihat adanya kemajuan-kemajuan, maka geliat pariwisata terus dikembangkan seiring berkembangnya produk-pruduk dan desain-desain baru dari tangan-tangan seniman gerabah. Hal ini terus memberikan andil dalam menyebarkan nama Banyumulek ke kancah pariwisata dunia. Sehingga tidak heran, kalau Banyumulek akhirnya menjadi bagian dari masyarakat dunia. Itu semua karena gerabah Banyumulek yang memiliki nilai artistik tinggi. Sebuah media yang tadinya tidak berharga menjadi sangat berharga. Dan itu lahir dari tangan-tangan terampil, tangan-tangan seniman gerabah tanpa ada polesan akademisi khusus, melainkan turun temurun dari generasi ke generasi.
Banyumulek tidak sekedar gerabah, tapi juga pariwisata. Namun dalam rangka pengembangan pariwisata di Lobar, sejumlah produsen gerabah ini tidak sedikit yang sering berkeluh kesah. Mereka mengeluhkan minimnya perhatian pemerintah terutama persoalan modal. Benda-benda berupa gerabah bernilai seni dan artistik, besar maupun kecil telah banyak mengundang pembeli dan peminat. Diantaranya adalah para wisatawan yang datang dari luar negeri (mancanegara) maupun dalam negeri. Mereka rata-rata membeli gerabah Banyunulek untuk keperluan desain rumah, baik interior maupun eksterior. Bahkan banyak untuk keperluan cenderamata serta keperluan koleksi. Itu sebagai tanda bahwa, mereka telah mengunjungi Banyumulek untuk berwisata belanja di Lobar.
Melihat perkembangan yang demikian pesat, mengakibatkan perkembangan pemikiran masyarakat setempat menjadi kian pesat pula. Terutama sekali Pemilik art shop, Pengumpul maupun Perajin yang bisa memainkan harga. Apalagi Pembeli yang datang dari luar negeri alias para bule. Mereka pasti memasang tarif jauh lebih tinggi dari tarif biasanya. Hal ini telah berimbas menjadi sebuah permasalahan, baik permasalahan persaingan harga maupun kesenjangan ekonomi. Persaingan yang tidak sehat, mengakibatkan rancunya harga barang diantara art shop. Bahkan ada Pemilik art shop yang tak tanggung-tanggung memberikan komisi cukup menjanjikan kepada guide (Pemandu).
Akibat dari perlakuan seperti ini, berdampak pada kondisi harga gerabah menjadi mahal. Dengan begitu, berimbas pada terjadinya kesenjangan kehidupan ekonomi masyarakat terutama para Perajin, Pengumpul maupun Eksportir. Tidak hanya itu, jika dilihat dari sisi SDM yang ada, boleh dibilang masih relatip rendah. Ini akibat dari faktor persaingan tadi. Meskipun warga Banyumulek dinilai terampil dalam memproduksi gerabah, tapi tingkat SDM dinilai masih rendah. Sebabnya adalah faktor ekonomi sebagai momok, sehingga merubah tatanan kehidupan ekonomi masyarakat menengah ke bawah menjadi suatu keluhan.
Tapi apapun alasannya, gerabah Banyumulek sudah mulai merambah pariwisata dunia. Banyumulek merupakan desa wisata, destinasi pariwisata yang ramai dikunjungi wisatawan terutama yang memiliki ketertarikan dengan budaya setempat. Akibatnya, sangat berdampak positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat yang akhirnya bermuara pada kesejahteraan.
Banyumulek tidak sekedar gerabah, tidak sekedar gentong yang dijual keliling kampung. Banyumulek telah melahirkan tangan-tangan terampil, cekatan mendesain gerabah berkualitas ekspor.Tidak hanya itu, di desa Banyumulek, kita bisa melihat langsung atraksi pembuatan gerabah. Proses pembuatan dari awal hingga berakhir menjadi sebuah gerabah. Maka tidak salah kalau Banyumulek sebagai destinasi pariwisata di Lombok Barat.
Di luar pariwisata dan gerabah, Desa Banyumulek juga sekarang sedang naik daun. Melalui Kelompok Karang Taruna, tengah membukukan keberhasilan di tingkat nasional. Mereka berhasil masuk 10 besar karang taruna berprestasi tingkat nasional, sehingga secara khusus diundang pada puncak acara peringatan Hari Kesetiakawanan Nasional (HKN) yang digelar di Ternate-Maluku Utara medio Desember ini.
Desa Banyumulek, sebelum mereka bergerak, tergolong sebagai desa tertinggal. Melalui pengembangan desain gerabah, ekonomi masyarakat sekitar ikut terdongkrak. Angka kemiskinan di wilayah sekitar menurun, karena baiknya kesejahteraan masyarakat. Hasil gerabah warga tidak hanya dipajang di dapur saja, melainkan juga mudah ditemui di hotel atau restoran ternama, karena diyakini memiliki nilai jual tinggi. Di Banyumulek, masyarakat juga menciptakan sebuah usaha kreatif yang disebut Taman Bunga. Di tempat ini remaja-remaja yang nakal ditampung dan dilibatkan dalam usaha kreatif.
Bukan hanya itu, di Banyumulek sudah ada rumah baca dan rumah sosial untuk membantu memperbaiki rumah warga yang tidak layak huni (Lalu Pangkat Ali, S.IP – Lombok Barat)