Permintaan madu asli yang dibudidayakan secara tradisonal setiap masa panennya terus melonjak. Permintaan yang semakin tinggi akan kebutuhan madu yang begitu penting artinya bagi kesehatan ini, nyaris tak bisa dipenuhi oleh produsen madu di sejumlah pusat perlebahan masyarakat terutama yang tinggal di kawasan hutan.
Berburu madu asli dengan pesanan yang cukup tinggi, sementara produksi madu belum bisa memenuhi permintaan, diakui oleh kelompok produsen madu pada Kelompok Tani Madu Sari, Dusun Batu Goleng, Desa Tempos, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat. Hampir di setiap kali panen kita tak mampu memenuhi permintaan konsumen yang ingin membeli produksi kita,” kata Awaludin anggota Kelompok Tani Madu Sari, Batu Goleng belum lama ini.
Banyaknya permintaan madu dari setiap kali panen tersebut sangatlah beralasan, karena selama ini madu yang dihasilkan oleh kelompok ini terbukti sebagai madu berkualitas dengan kandungan kadar air yang sangat rendah, sehingga jaminan kualitas madu ini terutama dari sisi khasiatnya bagi kesehatan bisa dipertanggungjawabkan.
Madu dengan jaminan kualitas teruji ini, menjadikan market penjualan menyasar ke sejumlah daerah. Dijelaskan Awaludin, selain untuk memenuhi pasar local se-NTB juga tak sedikit pemesannya banyak yang berasal dari luar daerah. “Bahkan dari tamu-tamu pusat baik dari kalangan Perguruan Tinggi maupun Kementerian yang mengetahui keberadaan produksi madu ini banyak yang memesan jauh hari sebelumnya, sebelum masa panen tiba,” kata dia yang juga dipercaya sebagai Bendahara Kelompok.
Secara umum produksi madu yang dihasilkan oleh kurang lebih 30-an anggota di kelompok ini difokuskan pengembangan budidaya lebah madu jenis Apis Cerana. Pengembangan madu jenis ini disesuaikan dengan kondisi pepohonan berbunga yang tumbuh liar di kawasan tersebut sebagai sari makanan yang diserap lebah. “Lebah juga menyerap sari makanan dari tanaman musiman yang dibudayakan petani di sini. Katakanlah misalnya tanaman jagung,” katanya memberi contoh.
Dalam mengelola usaha budidaya khusus madu ini, hingga berkembang pesat seperti sekarang, bukannya mengandalkan swadaya saja, namun keterlbatan instansi terkait dalam hal pendampingan juga tak sedikit memberi kontribusi. Instansi terkait dimaksud yakni, Bapeluh Lobar, Bakorluh NTB, Dinas Kehutanan Lobar dan NTB, BP-DAS, Koperasi, Perindag dan lain sebagainya. Dengan sinergitas dari sejumlah lembaga dan instansi terkait inilah yang menjadikan kelompok tani Madu Sari ini menuai harapan sebagaimana yang dihajatkan kebanyakan anggota.
Cara pembudidayaanpun diterapkan dengan dua model diantaranya dengan membuat stup (semacam kotak kayu) berbahan kayu dipergunakan untuk memproduksi madusari yang keluar langsung dari lebah tersebut. Selain itu selongsong kayu seperti kurungan kayu/bambu bundar memanjang yang digantungkan di sejumlah ranting pohon, namun cukup matahari dan oleh masyarakat di sini disebutnya Kungkungan. “Di kelompok kami sudah terpasang 300 stup (kotak lebah) seluruhnya. Pembuatan stup ini selain biayanya dari swadaya anggota, juga ada bantuan dari instansi terkait. Seperti kemarin. Kami mendapatkan bantuan dana untuk paket pembuatan stup dari BP-DAS NTB sebanyak 70 stup, namun kita bikin jadi 80 stup. Jadi swadayanya 10 stup dari kelompok. Rata-rata satu stup berbiaya Rp. 100 ribu,” kata Mahnan, Sekretaris Kelompok di saat yang sama.
Kepemilikan stup lebah dari masing-masing anggota bervariasi antara 10 sampai 20 stup. Dalam satu kali panen per anggota bisa memperoleh antara 20 botol hingga 25 botol. Dalam satu stup bisa menghasilkan rata-rata satu botol. “Namun kalau musimnya dalam satu stup bisa menghasilkan 2 botol. Dan untuk menjaga kualitas madu ataupun volume produksinya stup juga harus dirawat. Kotak tak boleh bocor terkena hujan atau dikerubungi semut. Masalahnya lebah takut sama semut merah besar,” ujarnya.
Dari tahun ke tahun hasil panen dari Kelompok Lebah Madu Sari ini meningkat. Catatan di buku induk kelompok menyebutkan dalam dua tahun terakhir ini, 2013 sebanyak 353 botol yang diproduksi dan terjual habis. Sementara tahun 2014 tercatat sebanyak 608 botol yang bisa diproduksi dan juga habis terjual. Adapun dari sisi harga per botolnya Rp. 175 ribu, naik dari sebelumnya yang hanya Rp. 150 ribu. “Meski demikian banyak yang cari produksi kita, karena banyak dimanfaatkan konsumen untuk dijadikan obat dan untuk menjaga kesehatan tubuh,” kata Awaludin.
Pekerjaan sebagai pembudidaya madu ini merupakan pekerjaan sampingan anggota selain bertani sebagai pekerjaan utama maupun beternak sapi. Meski pekerjaan sampingan, namun beternak madu cukup membantu peningkatan ekonomi masyarakat. Nah jika anda menginginkan kualitas madu yang benar-benar berkhasiat, carilah di kelomppok ini. Panen dilakukan setiap tiga bulan sekali. Antara lain bulan Januari, April, Juli dan September. Tunggu apalagi, khawatirnya nanti anda kehabisan stok. (hernawardi)