Giri Menang, Minggu 15 Juli 2018 – Dalam rangka Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Menular Langsung (P2PML) Dinas Kesehatan (Dikes) Kabupaten Lombok Barat (Lobar) menggelar Sosialisasi Gerakan Masyarakat Hitung Nafas Balita Batuk Dalam Deteksi Dini Pneumonia, Sabtu (14/7).
Kegiatan yang diselenggarakan di Aula Balai Diklat Pertanian Narmada ini dibuka oleh Kepala Dikes Lobar H. Rachman Sahnan Putra dan diisi oleh Dr. Indra Kasari dari Kementerian Kesehatan RI dan Hj. Hermalena dari Anggota DPR RI sebagai narasumber.
Ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat mulai dari faktor keturunan, faktor pelayanan kesehatan, faktor perilaku dan faktor lingkungan. Dari empat faktor tersebut, faktor perilaku dan faktor lingkungan memiliki konstribusi yang besar di dalam mempengaruhi status kesehatan masyarakat.
“Lombok Barat termasuk kabupaten yang kasus pneumonia sangat tinggi dan bahkan pertama dari 10 penyakit yang ada di Lombok Barat. Tahun 2017 dari target 80 persen yang harus kita temukan, ketemu angka 66 ribu lebih 112 persen. Kasus pneumonia ini adalah kasus yang harus menjadi perhatian kita secara khusus sehingga persoalan-persoalan yang menyangkut pneumonia ini bisa kita tekan di Kabupaten Lombok Barat,” kata Rachman.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, pneumonia menjadi penyebab kematian kedua pada bayi dan balita setelah diare yaitu 23,8 persen.
Rachman berharap agar seluruh kalangan mulai dari tenaga kesehatan, kader kesehatan dan masyarakat memiliki peran yang besar untuk menekan kasus-kasus pneumonia di Kabupaten Lombok Barat.
“Saya kira itu terjadi juga di semua daerah di Indonesia bahwa pneumonia ini adalah sebuah permasalahan kasus penyakit yang harus menjadi perhatian secara khusus supaya bisa di tekan sedemikian rupa,” tegasnya.
Sementara itu dr. Indra Kasari dari Kementerian Kesehatan RI mengatakan bahwa pneumonia ini salah satu penyakit ISPA berat yang menimbulkan kematian. Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dari saluran napas mulai dari hidung. ISPA ini disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri sehingga ispa yang mengenai jaringan paru-paru dapat menjadi pneumonia.
“Gerakan hitung nafas dalam deteksi dini pneumonia normalnya frekuensi bernapas selama 1 menit, tidak boleh melebihi 60 kali pada anak berusia kurang dari 2 bulan. Sedangkan pada anak usia 2 bulan hingga usia kurang dari 12 bulan, maka frekuensi bernapasnya adalah 50 kali. Frekuensi itu menurun menjadi 40 kali pada anak usia 1-5 tahun,” ujarnya.
Ditempat yang sama Hj. Hermalena dari Anggota Komisi IX DPR RI juga memberikan materi bahwa kegiatan sosialisasi dan edukasi harus terus diberikan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terutama para orang tua akan bahaya pneumonia. Sekaligus agar masyarakat mengetahui bahwa pneumonia bisa dicegah dan disembuhkan. Pneumonia atau mudahnya disebut sebagai radang jaringan paru akibat infeksi kuman pada balita.
“Penyakit ini masih masalah besar dan harus kita atasi,” ujarnya. (andy/humas)