Makna Spiritual, Dongeng “Tuaq Tegodek Dait Tetuntel”

LPAOleh : Lalu Pangkat Ali, S.IP

Dongeng ini (Monyet dan Kodok) termasuk jenis fabel, karena di dalamnya menceritakan tokoh binatang dengan berbagai aksi. Sebagaimana biasanya, cerita dongeng seperti ini tampak tidak realitas. Di dalamnya menceritakan hal-hal yang tidak masuk akal sebagaimana gambaran tentang monyet dan kodok bisa berinteraksi seperti manusia. (lebih…)

Komunikasi Non Verbal dalam Pergaulan Orang Sasak

Oleh : Lalu Pangkat Ali, S.IP

BapakKomunikasi antar manusia sangat mungkin akan membosankan bila hanya dilakukan dengan kata-kata. Karena itu, selebihnya dapat dilakukan secara menarik dengan menggunakan bahasa tubuh yang ditunjukkan dengan posisi dan gerak tubuh ketika seseorang berkomunikasi.

Bahasa tubuh (body language) ini masih dapat diperinci lagi melalui penggunaan anggota tubuh, seperti gerak bibir, mulai dari gerak bibir yang membuat posisi tersenyum sampai posisi bibir yang menyiratkan perasaan dongkol, kecut dan masam. (lebih…)

Sate Bulayak, Antara Cita Rasa dan Keagungan Budaya

sate lombokSeperti halnya daerah lain, Lombok Barat (Lobar) bukan cuma memiliki obyek wisata buatan dan pusat perbelanjaan saja. Di taman Narmada misalnya. Sebagai tempat wisata sejarah dan budaya, kita juga sekaligus disuguhkan oleh wisata kuliner Sate Bulayak.
Narmada yang dikenal dengan moto kota AIR (Aman, Indah dan Rapi), memang juga identik dengan air. Karena di taman peninggalan raja Mataram ini terdapat kolam air awet muda. Konon bagi orang yang meminumnya, akan menjadi awet muda. Namun apapun mitos yang disuguhkan, tidak akan terasa lengkap bila tanpa hidangan Sate Bulayak, makanan khas kota air ini. (lebih…)

Kata Salam (Greeting) dalam Pergaulan Orang Sasak

Raden 2Semangat persaudaraan orang Sasak, terbilang sangat tinggi. Tapi sayang, seringkali tidak diungkapkan secara terbuka, melainkan lebih banyak berupa ekspresi melalui bahasa tubuh (body language) atau sekedar tersenyum. Ketika bertemu atau setelah akan berpisah/berpamitan, secara kultural, orang Sasak tidak mengenal ucapan yang spesifik. Kalau bertamu misalnya. Orang Sasak akan berdehem di depan rumah orang yang akan dikunjungi untuk memberi isyarat pada tuan rumah bahwa ada orang yang datang. (lebih…)

Negosiasi Yang Berhasil

H.Prasetya Utama, M.Kes.

(Widyaiswara BKD Kab.Lombok Barat)

 

 Manajemen Diri tidak sekedar bermakna pengelolaan pribadi (self management) melalui keterampilan intrapersonal semata, tetapi juga mencakup keterampilan interpersonal (people skills) yang lebih fokus pada kemampuan kita untuk berkomunikasi (communicate), berhubungan (relationship), dan mempengaruhi (leadership) orang lain. Dalam konteks ini negosiasi merupakan penerapan dari keterampilan interpersonal tersebut.

Bila kita melihat ke dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kita akan menemukan bahwa kata negosiasi diartikan sebagai proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dengan pihak lain. Akan tetapi, pada masa sekarang ini, banyak orang yang menginterpretasikan negosiasi sebagai suatu kemampuan (skill) untuk membujuk orang lain supaya orang lain tersebut berkenan untuk menerima cara pandang kita. Oleh karena itu, bilamana seseorang dikatakan sebagai ”negosiator yang baik”, hal tersebut umumnya berarti orang tersebut mendapatkan kesepakatan yang terbaik dari sebuah perundingan.

 Kita mungkin tidak menyadari bahwa kita sering kali terlibat di dalam perundingan pada sebagian besar hari. Setiap negosiasi, apakah itu melibatkan penentuan harga jual/beli pada sebuah produk atau jasa, persetujuan atas penawaran kerja, atau dalam bentuk yang sederhana adalah menentukan waktu tidur untuk anak-anak, akan selalu berakhir dengan salah satu dari keempat kemungkinan berikut:

–          Lose/lose; di mana tidak ada satu pihak pun yang berhasil mencapai tujuannya

–          Lose/win atau sebaliknya; di mana satu pihak berhasil mencapai tujuannya sedangkan yang lainnya tidak

–          Tanpa hasil; di mana tidak ada satu pihak pun yang menang atau kalah.

–          Win/win; di mana tujuan dari kedua pihak berhasil tercapai melalui kesepakatan

Cukup banyak seminar ataupun buku-buku yang menunjukkan teknik-teknik tertentu untuk dapat mencapai ”kemenangan” dalam sebuah perundingan. Sebuah contoh yang tertulis di dalamnya mungkin ada yang menganjurkan untuk melakukan intimidasi untuk dapat menang. Buku-buku seperti itu juga menganjurkan untuk berkompromi sampai batas-batas tertentu, atau dengan kata lain berkompromi tentang hal-hal yang menurut kita dapat diabaikan. Pada akhirnya tujuan yang ingin dicapai adalah melampaui/ mengontrol lawan bicara kita. Tapi sepertinya hal tersebut hanya akan berhasil diterapkan pada tipe personalitas tertentu.
Apabila seseorang mengalami perundingan yang selalu berakhir dengan win/lose result dalam kurun waktu tertentu, akan dapat menimbulkan benih-benih ketidaksetujuan dan rasa ingin membalas (perasaan dendam), yang mana dapat mengakibatkan hal-hal yang tak terduga di masa mendatang. Sebenarnya ada langkah yang lebih baik dalam melakukan negosiasi, yaitu:

SELIDIKI KEINGINAN LAWAN BICARA ANDA DAN BERUSAHA UNTUK MEMPERTEMUKANNYA DENGAN KEINGINAN ANDA SENDIRI TANPA MENGHILANGKAN ATAU MENGUBAH TUJUAN ANDA

Diiringi dengan usaha yang maksimal serta tujuan yang pasti, akan menjadi suatu hal yang mengejutkan apabila hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang, di mana kesepakatan yang mutual (saling menguntungkan) bukanlah sesuatu yang sulit. Berbicara mengenai negosiasi, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu soft bargaining, hard bargaining dan principled negotiation.

Soft bargaining.

Soft bargaining melibatkan bentuk negosiasi yang menitikberatkan pada posisi (menang/kalah), dibandingkan kepentingan dari diadakannya negosiasi itu sendiri. Akan tetapi, untuk menghindari masalah-masalah yang kerap muncul dalam perundingan yang melibatkan posisi, para negosiator akan melakukan pendekatan ”soft” seperti memperlakukan lawan bicaranya sebagai teman, mencari kesepakatan dengan harga apapun, dan menawarkan sebuah hasil perundingan atas dasar penciptaan hubungan yang baik dengan lawan bicara.
Para pelaku negosiasi yang melakukan pendekatan dengan cara seperti berikut akan mempercayai lawan bicaranya, dan akan bersikap terbuka dan jujur mengenai prinsip-prinsip dasar atau alasan mendasar yang mereka miliki mengenai perundingan tersebut kepada lawan bicara mereka. Hal ini akan membuat mereka menjadi rentan bagi para ”hard bargainers” yang akan bertindak secara kompetitif dengan menawarkan hanya beberapa pilihan saja yang benar-benar sesuai dengan alasan mendasar mereka, bahkan melakukan ancaman. Di dalam sebuah perundingan yang melibatkan perunding keras dan lembut, maka akan kita temui bahwa perunding keras hampir selalu tampil dengan kesepatakan yang lebih baik secara mendasar.

Hard bargaining.

Sebagaimana yang sudah diutarakan pada bagian soft bargaining, hard bargaining juga menitikberatkan pada posisi dibanding kepentingan dari perundingan yang terjadi. Negosiator dengan pendekatan semacam ini sangatlah bersifat kompetitif, dengan melihat kemenangan sebagai satu-satunya tujuan akhir. Bagi beberapa orang pakar, perunding-perunding keras ini memadang lawan bicara mereka sebagai saingan. Mereka tidak mempercayai lawan bicara mereka dan berusaha untuk bermain secerdik mungkin untuk mencoba mendapatkan keuntungan maksimal dalam negosiasi. Sebagai contohnya, mereka akan tetap berpegang teguh dengan posisi awal mereka, atau tawaran pertama mereka, menolak untuk melakukan perubahan.

 Mereka mencoba untuk mengecoh lawan bicara mereka khususnya terhadap alasan mereka (soft bargainers) datang ke perundingan tersebut dan menuntut keuntungan sepihak dalam pencapaian kesepakatan. Mereka akan memberlakukan trik dan tekanan dalam usaha mereka untuk menang pada sesuatu yang mereka anggap sebagai sebuah kontes kemauan. Bilamana mereka berhadapan dengan perunding lunak, maka para perunding keras ini cenderung untuk selalu menang. Lain halnya jika berhadapan dengan perunding keras lainnya, di mana ada kemungkinan tidak tercapainya kata sepakat sama sekali (no outcome).

Principled Negosiation

Principled negotiation adalah nama yang diberikan untuk pendekatan yang berbasiskan pada kepentingan yang tertulis di dalam sebuah buku, Getting to Yes, yang pertama kali diluncurkan pada tahun 1981 oleh Roger Fisher dan William Ury. Di dalam buku tersebut tertulis empat dasar di dalam negosiasi:

  1. Pisahkan antara pelaku dengan masalah;
  2. Fokus pada kepentingan, bukan posisi;
  3. Ciptakan pilihan untuk hasil yang mutual;
  4. Tekankan pada kriteria yang bersifat objektif.

 Memisahkan pelaku dari masalah berarti meniadakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah personal dari isu inti, dan bila memang ingin dibicarakan, sebaiknya dibicarakan secara independen. Masalah personal/orang umumnya akan melibatkan masalah yang berkaitan dengan persepsi, emosi dan komunikasi. Persepsi adalah sesuatu yang penting karena hal tersebut membantu dalam pendefinisian masalah serta solusinya. Dan bilamana terdapat kenyataan yang sifatnya objektif dan kenyataan tersebut diinterpretasikan secara berbeda oleh orang-orang yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula, pada akhirnya kata sepakat akan sulit tercapai.

Masalah personal juga terkait dengan kesulitan-kesulitan emosi — ketakutan, kemarahan, ketidakpercayaan dan keresahan sebagai contohnya. Bilamana emosi-emosi ini dilibatkan di dalam perundingan, maka kata sepakat akan semakin sulit tercapai.

Masalah di dalam komunikasi juga dapat dikategorikan sebagai masalah personal. Ada tiga macam masalah komunikasi yang mungkin terdapat di dalam sebuah perundingan. Yang pertama, para pelaku perundingan mungkin tidak berbicara satu dengan yang lainnya. Di mana komentar-komentar mereka secara formal ditujukan kepada lawan bicara mereka, akan tetapi sebenarnya mereka sedang membicarakan pihak lain di luar pelaku perundingan yang hadir pada saat itu. Masalah yang kedua timbul ketika di antara kelompok tidak saling mendengar. Seharusnya mereka mendengarkan secara menyeluruh terhadap apa yang dibicarakan, malahan mereka merencanakan respons masing-masing. Yang terakhir, para anggota kelompok masing-masing saling berbicara satu dengan lainnya, di mana kesalahpahaman dan salah interpretasi mungkin saja terjadi.

Negosiasi terhadap kepentingan berarti negosiasi mengenai hal-hal yang benar-benar dibutuhkan dan diinginkan oleh orang-orang, bukan apa yang mereka katakan mereka ingin-kan atau butuhkan. Sering kali, kedua hal tersebut tidaklah sama. Orang-orang cenderung untuk mengambil sikap yang ekstrim yang dibuat untuk melakukan tindakan balasan untuk lawan bicara mereka. Jika mereka ditanya mengapa mereka mengambil sikap demikian, maka alasan utama mereka adalah bahwa sesungguhnya keinginan mereka yang sebenar-benarnya adalah kompatibel, bukan mutually exclusive.

Dengan berfokus pada kepentingan, para pelaku perundingan akan dapat dengan mudah memenuhi prinsip dasar yang ketiga yaitu, menciptakan pilihan yang bersifat mutual. Hal ini berarti bahwa para negosiator seharusnya berusaha untuk mendapatkan solusi-solusi baru untuk masalah yang dibicarakan dan membuat kedua pihak untuk menang, bukan berusaha menang, dan lainnya harus kalah.

Prinsip yang keempat adalah untuk menekankan pada kriteria yang objektif. Meskipun tidak tersedia secara gamblang, tapi hal tersebut dapat dicari. Hal ini akan sangat memudahkan proses negosiasi. Jika sebuah serikat dan manajemen berusaha/berjuang atas sebuah kontrak, mereka dapat melihat apa yang disetujui atau dilakukan oleh perusahaan serupa di luar sana sebagai kriteria objektif mereka. Jika orang melakukan negosiasi atas harga sebuah rumah ataupun mobil, mereka akan mencari berapa harga yang ditawarkan untuk benda yang serupa.

Hal ini akan memberikan kedua belah pihak tuntunan terhadap ”keadilan”. Terakhir kali, para pelaku negosiasi harus sudah mengetahui alternatif-alternatif apa saja yang mungkin ada. Jika Anda tidak mengetahui alternatif-alternatif Anda, Anda mungkin akan menerima kesepakatan yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan apa yang mungkin Anda miliki, atau menolak sesuatu yang lebih baik dari apa yang sudah dicapai /disepakati.

Di samping empat prinsip dasar di atas, berikut ini adalah 15 hukum di dalam negosiasi yang patut diberikan perhatian. Perhatikan 15 Hukum Negosiasi, yaitu :

  1. Ingat selalu bahwa segala sesuatu dapat dinegosiasikan. Jangan menyempitkan topik sebuah negosiasi pada satu topik saja. Kembangkan sebanyak mungkin hal-hal atau ide-ide pokok yang dapat dinegosiasikan dan jangan lupa untuk segera menciptakan ide pokok yang baru bilamana Anda dan anggota kelompok lainnya mengalami jalan buntu pada satu ide pokok tertentu.
  1. Kristalisasikan visi Anda mengenai kesepakatan tersebut. Pihak yang dapat memvisualisasikan hasil akhirnya umumnya merupakan pihak yang memimpin jalannya perundingan. Persiapkan segala sesuatunya terlebih dahulu.
  1. Informasi adalah kekuatan. Dapatkan sebanyak mungkin informasi yang bisa di dapatkan sebelumnya supaya Anda yakin bahwa Anda memahami betul nilai dari pengadaan perundingan tersebut. Ingatlah, sangat sedikit perundingan yang mulai seketika juga pada saat pihak lawan sudah tiba di meja.
  1. Ajukan pertanyaan. Perjelas informasi yang tidak Anda mengerti. Tentukan baik itu kebutuhan implisit maupun eksplisit dari pihak lawan.
  1. Mendengar. Ketika Anda mendengar dengan baik, Anda tidak hanya mendapatkan ide-ide baru untuk menciptakan hasil win/win tetapi juga membuat lawan bicara Anda merasa bahwa mereka diperhatikan dan dihargai. Hal ini juga membuat Anda dapat mencari apa sebetulnya yang menjadi keinginan dari lawan bicara Anda. Jika Anda berasumsi bahwa lawan bicara Anda membutuhkan hal yang sama (sama-sama ngotot), Anda segera dapat menempatkan diri Anda sedemikian rupa untuk dapat memenangkan negosiasi tersebut.
  1. Tentukan target untuk setiap kesepakatan. Definisikan tingkat penerimaan minimum untuk setiap kesepatakan. Jika bagi Anda tidak cukup jelas apa tujuan Anda sendiri, Anda akan berakhir dengan hanya dapat bereaksi pada proposal yang diberikan oleh lawan bicara Anda.
  1. Targetkan aspirasi Anda setinggi mungkin. Jadikan aspirasi Anda seakan-akan menjadi satu-satunya faktor terpenting di dalam menentukan hasil akhir dari perundingan tersebut. Anda dapat menargetkannya tinggi-tinggi semudah untuk menargetkannya pada tingkat yang rendah.
  1. Kembangkan pilihan-pilihan dan strategi. Orang-orang yang sukses adalah mereka yang memiliki sejumlah alternatif yang dapat diterima. Serupa dengan hal tersebut, negosiator yang sukses adalah mereka yang memiliki strategi yang baik untuk dapat mengubah pilihan-pilihan mereka menjadi kenyataan.
  1. Pikirlah layaknya seekor dolphin. Dolphin adalah satu-satunya hewan yang dapat berenang di dalam laut yang penuh dengan hiu sebaik di dalam lautan yang tenang. Dolphin mampu untuk mengadaptasikan strategi-strateginya dan kebiasaannya pada lawan mereka. Ingatlah, bahkan ketika berunding dengan hiu, Anda masih memiliki pilihan – Anda dapat berjalan menjauhinya!
  2. Jujur dan adil. Di dalam hidup ini, segala sesuatu yang berputar akan selalu berputar. Tujuan yang ingin dicapai di dalam menciptakan hasil win/win adalah supaya kedua pihak dapat merasa bahwa kebutuhan dan tujuan mereka masing-masing telah tercapai, sehingga mereka berkenan untuk datang lagi dan melakukan perundingan lainnya. Sebuah lingkungan kepercayaan akan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menciptakan hasil win/win.
  3. Jangan pernah menerima penawaran pertama. Sering kali, pihak lawan akan memberikan penawaran yang menurut mereka pasti Anda tolak hanya untuk melihat seberapa kuat pemahaman Anda terhadap hal pokok.
  4. Rundingkan dengan kekuatan/kuasa jika memungkinkan. Jika hal tersebut tidak mungkin, setidaknya ciptakan penampilan yang berkuasa. Jika pihak lawan berpikir bahwa Anda tidak memiliki alasan yang cukup untuk menolerir hal-hal di luar tuntutan Anda, pihak lawan tentunya akan enggan untuk melakukannya.
  5. Temukan apa yang diinginkan oleh pihak lawan. Jangan menyerah terlalu cepat, dan akuilah konsesi sebagai sebuah konsesi. Menyerah terlalu dini akan membuat lawan bicara Anda beranggapan bahwa Anda mungkin dapat menerima hal-hal lainnya di luar tuntutan Anda.
  6. Koperatif dan bersahabat. Hindari sikap menjilat ataupun terlalu frontal, yang sering kali menggagalkan negosiasi.
  7. Gunakan kekuatan kompetisi. Seseorang yang berpikir bahwa untuk berkompetisi dengan bisnis Anda adalah sesuatu yang penting akan berkenan untuk memberikan lebih dari apa yang mereka maksudkan pada mulanya.

Seni negosiasi adalah sebuah keahlian yang berharga untuk diajarkan kepada setiap anggota di dalam keluarga (tidak hanya berlaku untuk kalangan bisinis), termasuk anak-anak. Sebuah contoh sederhana dari sekelompok anggota keluarga yang berusaha untuk menentukan rencana sore hari. Beri tantangan kepada setiap anggota keluarga untuk menyampaikan ide-ide mereka, sebanyak mungkin, yang mungkin dapat diterima oleh anggota keluarga lainnya.

Hal ini mungkin bukanlah sesuatu yang disenangi setiap saat. Akan tetapi bila hal ini terus dilakukan, jika orang-orang mencoba untuk bersikap sensitif terhadap kebutuhan dan emosi dari yang lain, dan jika mereka benar-benar mendengar, solusi yang diharapkan dapat dicapai lebih sering lagi. Apa yang pada mulanya terlihat seratus persen bertentangan, dapat berbalik menjadi suatu keadaan di mana pihak lawan menjadi kawan di dalam mencapai tujuan yang mutual. (Disarikan dari berbagai sumber)

Wabup Luncurkan Internet Tengah Sawah (www.itesa.go.id)

DSC_0027 - CopyGiri Menang – Bersamaan dengan rakor TKPKD, Wabup Fauzan Khalid juga meluncurkan (launching) sebuah inovasi dalam bidang pelayanan publik smart village dan local branding di Lombok Barat (Lobar) dengan nama internet tengah sawah yang bisa diakses di itesa.go.id. Internet tengah sawah adalah sebuahinovasi pelayanan publik berupa e-commerce publisher website yang diniatkan untuk membantu pemasaran hasil produksi petani, nelayan, peternak, pembudidaya ikan dan pelaku UKM secara online dan real time. Internet tengah sawah ini merupakan ide dan dibuat oleh Subardi, SKM, M.Kes, Kepala Bagian PDE Setda Lobar sekaligus dikelola oleh Bagian PDE Lobar. (lebih…)

Penghasilan ASN Akan Berbasis Kualifikasi, Kompetensi dan Kinerja

Oleh :

Sally Salsabila, S.STP, MPP

Terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ke depannya akan ditindaklanjuti dengan terbitnya 19 (sembilan belas) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan 4 (empat) Rancangan Peraturan Presiden sebagai aturan turunan atau aturan pelaksana atas UU tersebut.

Dari ke-19 RPP yang akan diterbitkan dalam waktu dekat, RPP yang menarik adalah RPP tentang Gaji, Tunjangan Kinerja, Tunjangan Kemahalan dan Fasilitas Lainnya yang saat ini masih dalam tahap pembahasan. RPP yang akan mengatur sistem baru tentang penggajian dan pemberian tunjangan kinerja, tunjangan kemahalan dan fasilitas lainnya bagi ASN ini dinformasikan akan menggunakan sistem gaji yang penilaiannya menggunakan step dan grade. Dengan sistem penggajian tersebut, gaji ASN akan dibedakan berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan dan resiko pekerjaan, meskipun golongan dan masa kerja sama. Menurut sistem baru ini, direncanakan gaji terendah ASN adalah Rp 5.000.000,00 dan gaji tertinggi mencapai Rp 57.000.000,00 yang berlaku sama bagi ASN Pusat dan Daerah.

Senada dengan gaji yang diberikan berdasarkan beban kerja, besaran tunjangan kinerja ASN akan didasarkan pada capaian kinerja, baik kinerja institusional maupun kinerja individual. ASN yang dengan beban kerja tinggi dan capaian kinerja yang baik akan mendapat gaji dan tunjangan kinerja yang besar, sedangkan ASN dengan beban kerja rendah dan capaian kinerja yang kurang memuaskan akan mendapatkan penghasilan yang lebih sedikit.

Sistem penggajian dan pemberian tambahan penghasilan baru yang akan segera diperkenalkan oleh pemerintah ini tentunya sangat jauh berbeda dengan sistem yang sebelumnya yang lebih didasarkan pada pangkat/golongan dan masa kerja. Hal ini dikarenakan UU ASN menganut sistem meritokrasi dimana penghargaan yang diberikan berdasarkan prestasi (kualifikasi, kompetensi dan kinerja) penerimanya. Sistem ini diharapkan akan membangkitkan semangat kerja para ASN dan dalam jangka panjang akan memperbaiki budaya kerja birokrasi mengingat sistem tersebut dinilai lebih berkeadilan karena memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi dan berkompetensi untuk duduk di berbagai posisi strategis dalam organisasi serta memperoleh penghasilan yang lebih memadai.

RPP yang diperkirakan akan diberlakukan mulai tahun 2017 ini tentunya membutuhkan beberapa analisis dan kajian penting sebelum diimplementasikan, antara lain analisis jabatan, analisis beban kerja serta evaluasi jabatan yang akan dilaksanakan oleh Bagian Organisasi dan Tatalaksana Sekretariat Daerah Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2016 mendatang dan yang rencananya akan berbasis penelitian dengan melibatkan para pakar di bidangnya dengan locus penelitian seluruh SKPD lingkup Kabupaten Lombok Barat agar analisis dan penilaian yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya dan layak untuk dijadikan dasar pelaksanaan RPP tentang Gaji, Tunjangan Kinerja, Tunjangan Kemahalan dan Fasilitas Lainnya secara berkeadilan sebagaimana yang diharapkan UU ASN itu sendiri.

Bagaimana Menafsir Peraturan?

Oleh: Purnomo Sucipto, Pemerhati Peraturan Perundang-undangan

Dalam menyusun peraturan, para perancang peraturan telah berupaya membuat rumusan yang tegas, jelas, dan mudah dimengerti. Bahkan, mereka seringkali menggunakan “penjelasan” untuk menghindari salah pemahaman. Namun demikian, untuk dapat memahami peraturan, penafsiran tetap diperlukan. Hal ini karena peraturan bukanlah produk yang sempurna, yang lengkap, dan tuntas. Upaya perancang dimaksudkan untuk mendekati sempurna.

Penafsiran peraturan terutama dilakukan oleh hakim dalam memutus suatu perkara. Pengacara, polisi, dan jaksa juga melakukan penafsiran untuk melaksanakan tugas masing-masing. Pegawai pemerintah dan masyarakat juga melakukan penafsiran, baik ketika menghadapi proses peradilan maupun dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Semakin banyak orang memahami cara menafsir peraturan akan semakin mudah melaksanakan peraturan dan semakin mudah pula menegakkan hukum. Upaya memperluas kemampuan penafsiran merupakan usaha memenuhi asas “setiap orang dianggap tahu peraturan”.

Dibawah ini akan disampaikan beberapa metode penafsiran yang dapat dilakukan. Hal pertama yang perlu dicamkan adalah satu prinsip dalam penafsiran peraturan yakni “apabila kata-kata dalam peraturan sudah jelas, maka tidak boleh ditafsir”.

1. Penafsiran Menurut Bahasa

Penafsiran ini memaknai suatu ketentuan dalam peraturan berdasarkan pada makna kata, kalimat, dan tata bahasa dalam pengertian sehari-hari. Hal ini karena pada dasarnya melakukan penafsiran adalah memberi arti pada kata, kalimat, dan tata bahasa suatu rumusan ketentuan tersebut. Penafsiran ini juga disebut penafsiran literal atau harfiah atau gramatikal.

Terhadap metode penafsiran ini terdapat dua kemungkinan.Pertama, hakim atau pembaca peraturan lainnya mengartikan kata-kata dalam peraturan secara literal dan tidak dianalisis secara mendalam. Kata-kata diartikan secara harfiah terlepas apakah hasil penafsiran itu masuk akal atau tidak. Kedua, hakim atau pembaca peraturan lainnya melakukan penafsiran lebih daripada sekedar membaca peraturan. Selain mengartikan kata-kata secara literal/harfiah, hakim atau pembaca peraturan lainnya juga mempertimbangkan apakah akan menghasilkan penafsiran yang adil dan masuk akal.

Contoh: Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan Yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet.

Dalam Pasal tersebut yang menjadi masalah adalah apa yang dimaksud dengan “pejabat karir”. Sebagian besar orang, terutama dalam dunia birokrasi, akan menafsirkan pejabat karir adalah pejabat pegawai negeri sipil. Sehingga, dengan penafsiran itu, yang dapat menjadi wakil menteri adalah pegawai negeri sipil. Tetapi apabila mempertimbangkan apakah masuk akal yang dapat menjadi wakil menteri hanya pegawai negeri sipil, maka dapat juga ditafsirkan bahwa tidak hanya pegawai negeri sipil saja yang dapat menjadi wakil menteri, karena karir tidak hanya dimiliki oleh pejabat selain pegawai negeri sipil, misalnya pejabat pada perusahaan swasta. Penafsiran yang terakhir sejalan dengan Putusan MK Nomor 79/PUU-IX/2011.

2. Penafsiran Historis

Penafsiran ini dilakukan dengan cara melihat sejarah dan kondisi pada saat peraturan dibentuk, dengan melihat pada catatan debat pada saat peraturan dibuat (memorie van toelichting), misalnya saat debat anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam penyusunan undang-undang, atau melihat uraian dalam naskah akademik suatu peraturan.

Contoh: menafsirkan arti pejabat karir dalam rumusan Pasal Yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet dengan melihat pada catatan debat di Dewan Perwakilan Rakyat ada saat Undang-Undang Kementerian Negara dibahas. Catatan tersebut tentunya dapat dimintakan di Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat. Terakhir, dilakukan dengan melihat uraian penjelasan dalam naskah akademik Rancangan Undang-Undang tentang Kementerian Negara dimaksud.

3. Penafsiran berdasarkan Tujuan Peraturan (Teleologis)

Metode penafsiran ini tidak mempermasalahkan pengertian harfiah yang mempunyai arti ganda, melainkan melihat pada tujuan keseluruhan dari suatu peraturan. Pendekatan ini mengisi kekosongan aturan hukum dengan menafsirkan peraturan sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat peraturan.

Contoh: dengan metode penafsiran berdasarkan Tujuan Peraturan, rumusan Pasal “Yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet“ dapat diartikan sebagai berikut: tujuan adanya pengaturan keberadaan wakil menteri adalah untuk mewadahi kebutuhan untuk mendukung tugas menteri dalam menjalankan tugasnya. Menteri yang merupakan jabatan karir dan biasanya berasal dari politisi umumnya tidak menguasai bagaimana melaksanakan tugas-tugas birokrasi. Untuk itulah seorang wakil menteri diperlukan. Dengan demikian, berdasarkan metode berdasarkan Tujuan Peraturan, penafsiran yang lebih mendekati pengertian “pejabat karir” adalah pejabat yang berasal dari pegawai negeri sipil (birokrat). Namun tampaknya penafsiran ini tidak digunakan Mahkamah Konstitusi dalam memutus uji materi mengenai pejabat karir dimaksud.

Selain metode di atas, masih terdapat metode penafsiran lainnya, seperti metode sistematis, metode komparatif, metode futuristik, metode restriktif, dan metode ekstensif. Namun, semua penafsiran pada dasarnya merupakan  varian dari ketiga metode penafsiran di atas.

 

Sumber

Pemuda Dihadapkan Masalah Sosial dan Kebangsaan

DSC_9387Wakil Bupati Lobar H. Fauzan Khalid, S.Ag, M.Si selaku Mabicab Gerakan Pramuka Lobar menyatakan, saat ini pemuda diharapkan pada dua masalah besar yang berkaitan dengan masalah sosial dan masalah kebangsaan. Masalah sosial yakni penggunaan NAZA dan obat terlarang, hubungan seksual pra nikah dan aborsi yang disebabkan pergaulan bebas, tawuran dan kekerasan serta kriminalitas remaja. Masalah kebangsaan yakni terjadinya degradasi solidaritas sosial, semangat kebangsaan, semangat bela Negara, semangat persatuan dan kesatuan dan rendahnya rasa hormat pada orangtua serta terjadinya perubahan gaya hidup yang menjurus pada perilaku tidak sehat.

DSC_9371Pernyataan tersebut dikatakan Wabup saat membuka Muscab Pramuka 2015 kabupaten Lombok Barat di aula kantor Bupati Giri Menang, Gerung belum lama ini. Kata Wabup, ada tiga milestone perkembangan gerakan Pramuka dan perangkatnya. Diantaranya adalah terbitnya UU 12/2010 tentang gerakan Pramuka yang memperkuat legalitas Pramuka. Masuknya pendidikan Kepramukaan ke dalam kurikulum 2013 sebagai ekstrakurikuler wajib yang yang harus dilaksanakan di masing-masing sekolah.

DSC_9370Sehubungan dengan Muscab kali ini, Wabup berharap agar dalam pemilihannya nanti agar memilih orang yang tepat, orang yang mau dan mampu, karena sifat dari gerakan Pramuka adalah gerakan sosial dan ikhlas bhakti bina bangsa, maka akan sangat tepat jika pimpinan baru nanti memiliki komitmen tinggi mau mengabdikan dirinya, mengikhlaskan waktu dan tenaga serta pikirannya untuk Pramuka. Dan harus punya visi dan misi untuk mengembangkan, memajukan dan menggerakkan untuk mewujudkan kaum muda yang berkarakter.

Ketua Kwarcab Lobar, Drs. H.L. Serinata, MM, dalam sambutannya menyatakan, pendidikan keperamukaan merupakan sebuah upaya untuk membangun manusia yang memiliki karakter baik dan bermartabat harus dimulai sejak dini. Oleh karena itu hendaknya dalam menyelenggarakan pendidikan bagi kaum muda, tidak hanya menekankan pada pentingnya penguasaan ilmu dan teknologi saja, tapi juga menekankan pada pentingnya pembentukan watak dan keperibadian. Pendidikan yang terlalu menekankan penguasaan ilmu pengetahuan sementara mengabaikan pembentukan watak dan keperibadian adalah tidak tepat.

Pendidikan Kepramukaan dilaksanakan pada nilai dan kecakapan dalam upaya membentuk keperibadian dan kecakapan hidup dengan selalu berpegang pada kode kehormatan yang merupakan janji dan komitmen diri serta ketentuan moral yang harus dijalankan baik dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat secara sukarela dan ditaati demi kehormatan diri seperti yang tertuang dalam kode kehormatan Pramuka “Satya Pramuka dan Dharma Pramuka”.

Menurut Serinata, hampir semua program telah dapat dilaksanakan mulai dari pembinaan anggota muda, dewasa, kegiatan abdimas dan kegiatan partisipatif lainnya baik di tingkat regional maupun nasional dan juga kegiatan lainnya yang menarik dan menantang dalam membentuk keperibadian dan kecakapan peserta diidk. Hasilnya tak mengecewakan. Pramuka Lobar telah berkontribusi menyumbangkan prestasi menyisihkan 9 kontingen dari Kwarcab lainnya di kabupaten/kota lainnya. 75 persen dari medali yang disiapkan dalam lomba LT IV direbut Lobar. Karenanya 16 orang putra-putri terbaik Lobar yang tergabung dalam regu Penggalang putra dan putri ditetapkan menjadi duta mewakili NTB untuk mengikuti lomba Pramuka Penggalang tingkat nasional yang lazim disebut LT V.

Ketua Panitia Muscab gerakan Pramuka Lobar Drs. H.M. Yamil, MA melaporkan, Muscab merupakan forum tertinmggi untuk mempertanggungjawabkan kepengurusan sebuah organisasi. Agenda ini dimaksudkan untuk mengevaluasi , menyusun dan merencanakan program kerja serta memilih dan menentukan pengurus Kwarcab gerakan Pramuka Lobar masa 2015-2020. Temanya, “Memantapkan Pendidikan Kepramukaan di Lobar untuk Menghasilkan Pemimpin Bangsa yang Berkarakter”. “Peserta Muscab terdiri atas utusan cabang dan utusan ranting sebanyak 45 orang.  Peserta Muscab dihadiri Peninjau dari Kwarda, Kwarcab, Kwaran dan DKC berjumlah 15 orang,” kata Yamil. (her-humas)

Mengenal 4 Kecenderungan Kepribadian Orang Lain

Oleh

H.Prasetya Utama, M.Kes

(Widyaiswara BKD Kab.Lombok Barat)

 

Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.Disamping itu kepribadian sering diartikan sebagai ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”

Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :

  • Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
  • Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
  • Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
  • Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
  • Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
  • Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut :

Kepribadian yang sehat

  • Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
  • Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
  • Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.
  • Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
  • Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
  • Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak)
  • Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
  • Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.
  • Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
  • Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
  • Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi), acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang).

Kepribadian yang tidak sehat

  • Mudah marah (tersinggung)
  • Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
  • Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
  • Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
  • Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
  • Kebiasaan berbohong
  • Hiperaktif
  • Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
  • Senang mengkritik/mencemooh orang lain
  • Sulit tidur
  • Kurang memiliki rasa tanggung jawab
  • Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)
  • Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
  • Pesimis dalam menghadapi kehidupan
  • Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan

 

Faktor-faktor penentu kepribadian

  1. Faktor keturunan

Keturunan merujuk pada faktor genetika seorang individu.Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua dari individu tersebut, yaitu komposisi biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu.

  1. Faktor lingkungan

Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial; dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang. Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada kultur yang lain.

CIRI-CIRI INDIVIDU YANG BERHASIL BERINTERAKSI DENGAN LINGKUNGAN/KELOMPOKNYA

  1. Diterima oleh kelompoknya
  2. Diperlukan oleh kelompoknya
  3. Disenangi oleh kelompoknya
  4. Diharapkan manfaatnya bagi kelompok

Artikel H

EMPAT KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN

Bagaimana/dari mana seseorang memperoleh SEMANGAT; apakah dari luar diri (extrovert/E), atau dari dalam diri (introvert/I).

Bagaimana seseorang mendapatkan INFORMASI; apakah melalui panca indra (sensing/S) atau imajinasi (intuitive/N).

Bagaimana seseorang membuat KEPUTUSAN; apakah berdasarkan pemikiran (thinking/T) atau perasaan (feeling/F).

Bagaimana seseorang MERENCANAKAN KEGIATANNYA; apakah dengan menilai situasi (judging/J) atau dengan memahami situasi (perceiving/P).

 1. Extrovert dan Introvert

Tipe introvert adalah mereka yang senang menyendiri, reflektif, dan tidak begitu suka bergaul dengan banyak orang. Orang introvert lebih suka mengerjakan aktivitas yang tidak banyak menuntut interaksi, semisal membaca, menulis, dan berpikir secara imajinatif.

Sebaliknya Ekstrovert artinya tipe pribadi yang suka bergaul, menyenangi interaksi sosial dengan orang lain, dan berfokus pada the world outside the self.

Karakteristik

Introvert:

  1. Suka menyendiri
  2. Menyukai pergaulan satu lawan satu
  3. Berpikir, baru bicara atau bertindak
  4. Melestarikan energi
  5. Fokus pada dunia dalam
  6. Tenang
  7. Fokus pada satu hal dalam satu waktu
  8. Diam
  9. Berpikir pada diri sendiri
  10. Menyukai refleksi

Ekstrovert :

  1. Suka bergaul
  2. Menyukai interaksi dalam kelompok
  3. Bicara atau bertindak, baru berfikir
  4. Mengeluarkan energi
  5. Fokus pada dunia luar
  6. Banyak bicara
  7. Menginginkan variasi dan aksi
  8. Ramah
  9. Berpikir tanpa beban
  10. Menyukai diskusi

 

2. Intuitive (N) vs Sensing (S)

Tipe ini melihat bagaimana seseorang memproses data. Tipe intuitive memproses data dengan melihat pola dan impresi, serta melihat berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.Intutive adalah abstract thinkers. Sementara sensing memproses data dengan cara bersandar pada fakta yang konkrit, factual facts, dan melihat data apa adanya. Sensing adalah concrete thinkers.

Intuitive :

  1. Lembut hati
  2. Simpati pada problem orang lain
  3. Subyektif, nyaman dengan nilai
  4. Bijaksana
  5. Menghargai pertemanan
  6. Memutuskan dengan hati
  7. Menghargai harmony
  8. Terlihat emosional
  9. Pandai menghargai orang lain
  10. Memasukan segala sesuatu ke dalam hati

Sensing :

  1. Cenderung pada kepastian
  2. Menganalisis problem
  3. Obyektif, nyaman dengan hal logis
  4. Langsung
  5. Menghargai kompetensi
  6. Memutuskan dengan kepala
  7. Menghargai keadilan
  8. Terlihat tidak sensitif
  9. Baik dalam memberi kritik
  10. Tidak pernah memasukkan segala sesuatu ke dalam hati

 

3. Perceiving (P) vs Judging (J)

Tipe dikotomi ini ingin melihat derajat fleksibilitas seseorang. Tipe perceiving adalah mereka yang bersikap fleksibel, adaptif, dan bertindak secara random untuk melihat beragam peluang yang muncul.

Judging bukan berarti judgemental (atau menghakimi), tapi diartikan sebagai tipe orang yang selalu bertumpu pada rencana yang sistematis, serta senantiasa berpikir dan bertindak secara sekuensial (tidak melompat-lompat).

Perceiving

  1. Menginginkan keterbukanaan
  2. Menghargai sesuatu yang mengalir
  3. Beradaptasi sambil jalan
  4. Menyukai fleksibelitas
  5. Main sekarang, kerja nanti
  6. Menyukai proyek jangka pendek
  7. Berorientasi proses
  8. Lebih santai
  9. Menyukai spontanitas

Judging

  1. Suka akan kejelasan, kepastian
  2. Menghargai sesuatu yang terstruktur
  3. Perencanaan ke depan
  4. Menyukai keteraturan
  5. Kerja dulu, baru main
  6. Menyukai proyek yang sempurna
  7. Berorientasi hasil
  8. Lebih terstruktur
  9. Menyukai keteraturan, pasti

 

4. Feeling (F) vs Thinking (T)

Tipe dikotomi yang ketiga ini melihat bagaimana orang berproses mengambil keputusan. Feeling adalah mereka yang melibatkan perasaan, empati serta nilai-nilai yang diyakini ketika hendak mengambil keputusan. SementaraThinking adalah mereka yang selalu menggunakan logika dan kekuatan analisis untuk mengambil keputusan.

Feeling :

  1. Lembut hati
  2. Simpati pada problem orang lain
  3. Subyektif, nyaman dengan nilai
  4. Bijaksana
  5. Menghargai pertemanan
  6. Memutuskan dengan hati
  7. Menghargai harmony
  8. Terlihat emosional
  9. Pandai menghargai orang lain
  10. Memasukan segala sesuatu ke dalam hati

Thinking :

  1. Cenderung pada kepastian
  2. Menganalisis problem
  3. Obyektif, nyaman dengan hal logis
  4. Langsung
  5. Menghargai kompetensi
  6. Memutuskan dengan kepala
  7. Menghargai keadilan
  8. Terlihat tidak sensitif
  9. Baik dalam memberi kritik
  10. Tidak pernah memasukkan segala sesuatu ke dalam hati

 

PENUTUP

Demikian sekilas mengenal 4 (empat) kecenderungan kepribadian orang lain, sehingga diharapkan kita kalau bekerja dan berkarya di tempat kerja ada manfaat yang kita peroleh antara lain, mampu mengembangkan potensi dan penugasan yang sesuai pada staf, dapat berinteraksi dalam kelompok, menumbuhkan toleransi dan meminimalkan konflik antar personal serta mengembangkan suasana kelompok yang kondusif di tempat kerja.

 

(Disarikan dari berbagai referensi)

1 57 58 59 60 61 71