Kabupaten Lombok Barat

Perang Topat, Warisan Budaya Tentang Toleransi dan Pluralisme

Lingsar, Diskominfotik. Perang Topat adalah tradisi budaya masyarakat Lombok yang dilaksanakan setiap tahun di Wilayah Lingsar, Kabupaten Lombok Barar. Kegiatan Perang Topat tahun 2022 dilaksanakan hari Kamis (8/12/2022) di Taman Lingsar atau Pura Lingsar Kecamatan Lingsar. Hadir dalam kegiatan Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid, Ketua DPRD Lobar Hj. Nurhidayah, Dandim 1606/Lobar Letkol Arm Arif Rahman, Kapolresta Mataram, Kejari Mataram, tamu dari Kementrian ESDM RI, Pj. Sekertaris Daerah Lobar H. Ilham, Ketua TP-PKK Kab. Lobar Hj. Khairatun Fauzan Khalid, Ketua DWP Lobar Hj. Erni Zuhara Ilham, Kepala OPD, Camat se-Kab. Lobar, Kepala Desa se-Kec. Lingsar serta seluruh warga lingsar dan Lombok.

Selain memiliki wisata alam yang tersebar di berbagai penjuru, Pulau Lombok juga memiliki banyak sekali wisata budaya, diantaranya adalah Tradisi Perang Topat yang merupakan tradisi turun temurun yang mulai sejak lama. Tradisi ini di laksanakan sebagai rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Kegiatan perang topat ini diawali oleh ritual di kemalik di pura lingsar. Kemudian masyarakat hindu dan muslim melakukab tradisi saling lempar ketupat. Hal ini sebagai bentuk komunikasi dan kebersamaan antara warga hindu dan islam di Lingsar. Kegiatan ini merupakan salah satu wujud toleransi dan moderasi di pulau Lombok.

Dalam sambutannya dihadapan ribuan masyarakat, Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid mengatakan bahwa dua tahun perang topat tidak dilaksanakan karena adanya pandemi COVID-19. “Alhamdulillah sore hari ini yang bertepatan dengan bulan purnama, kita kembali bersama-sama dapat hadir di taman lingsar untuk kembali melaksanakan tradisi perang topat ini,” tuturnya.

Bupati Fauzan mengatakan bahwa ia bangga dan salut atas kolaborasi seluruh masyarakat Lombok Barat, khususnya masyarakat Lingsar karena kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan baik. Selain itu ia juga menyampaikan bahwa tradisi perang topat ini merupakan warisan leluhur yang mengajarkan masyarakat untuk menghargai perbedaan dan bersikap toleransi. “Hal ini juga merupakan suatu kebanggaan, karena perang topat kemaliq Lingsar merupakan warisan dari para leluhur untuk mengajari kita bagaimana bersikap terhadap perbedaan,” tegasnya.

 

Bupati dua periode ini juga menegaskan bahwa perbedaan bukan untuk diperdebatkan, bukan juga untuk ditengkarkan melainkan perbedaan itu merupakan hukum alam dan tidak ada artinya bagi kita untuk mentengkarkan perbedaan. “Yang harus kita lakukan adalah terus-menerus mempererat rasa persatuan dan kesatuan kita. Alhamdulillah para leluhur meninggalkan kita sebuah budaya yang bertujuan untuk mempererat persatuan, yaitu adalah perang topat dan sudah menjadi tugas kita untuk menjaga serta menyebarkan mengenai adat istiadat ini agar masyarakat luas mengerti bahwa perbedaan tersebut tidak untuk ditengkarkan,” jelasnya.

Ketua Pengelola Kemaliq Lingsar Lalu Suparman Taufik menyampaikan harapannya agar masyarakat ini dapat tetap bersatu dan damai. Ia berharap jika terdapat suatu konflik, agar konflik tersebut dapat diselesaikan dengan cepat dan damai. Ia juga menjelaskan bahwa prosesi perang topat dilaksanakan bertepatan dengan gugur bunga waru atau dalam Bahasa Sasaknya ialah rorok kembang waru. “Rorok kembang waru adalah waktu menjelang tenggelamnya sinar matahari yaitu sekitar pukul 17.30,” tambahnya.

Ia juga mengatakan bahwa perang topat yang merupakan acara ritual sekaligus bagian dari Pujawali menggunakan makanan sajian berupa ketupat yang juga merupakan sesajian dalam upacara. Setelah itu ketupat yang sudah dipakai untuk perang ini dibawa pulang oleh masyarakat khususnya petani, karena diyakini dapat dipergunakan sebagai bubus untuk dijadikan pupuk yang ditaburkan di sawah dan kebun pada saat malam hari seraya mohon doa pada Yang Maha Kuasa untuk mendapatkan kesuburan bumi dan hasil pertanian yang semakin melimpah.

(Diskominfotik/Indra/Juan/Dhea)