Giri Menang, Selasa 31 Desember 2019 – Menutup akhir tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat (Lobar) menyelenggarakan refleksi akhir tahun berjudul ‘Rapim dan Refleksi, Dialog Interaktif, Bersinergi Mewujudkan Lombok Barat Mantap dalam Perspektif Das Sein vs Das Sollen’ bertempat di Aula Utama Kantor Bupati. Bupati Lobar, H Fauzan Khalid dalam sambutannya menyebut refleksi kali ini terbuka bagi masyarakat untuk mendapatkan masukan langsung tentang apa yg perlu diperbaiki untuk tahun 2020.

Selain bupati, hadir sebagai narasumber yaitu Dr Basuki Prayitno dari Universitas Mataram yg membahas tentang aspek ekonomi. Ada juga Adhar Hakim dari Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yg berbicara tentang bagaimana upaya Lombok Barat meningkatkan layanan publik. Dr Baehaqi, Sekretaris Daerah Lobar menyampaikan secara singkat program-program pembangunan Lobar berikut capaiannya. Ketua DPRD lobar, Hj Nur Hidayah yg menekankan perlunya kebijakan yg menyentuh masyarakat. Pembicara lainnya dari unsur ulama yaitu TGH Muharrar Mahfudz yg menekankan perlunya menangani persoalan sampah karena kebersihan merupakan perintah agama.

Dua narasumber berikutnya, Dr Agus, pengamat Politik dari UIN mataram dan Suhaimi Samsuri, mantan ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Lobar dua periode, berbicara tentang suksesnya pemilu pilpres dan pileg 2019 di Lobar yg masuk partisipasi masyarakat sangat tinggi yaitu lebih dari 86%. Ada juga Dea Malik yg berbicara tentang aset.

Refleksi ini kemudian dilanjutkan dengan dialog interaktif dengan memberikan kesempatan kepada hadirin menyampaikan uneg-unegnya. Beberapa hal yg menjadi masukan yaitu persoalan sampah, aset yg belum bersertifikat, infrastruktur jalan, promosi wisata, banyaknya bangunan berbeton, dan lain-lain.

Bupati Fauzan dalam tanggapannya mengaku apa yg disampaikan hadirin sebagian besarnya benar. Namun, bupati memberi beberapa catatan positif apa yg telah diraih Lobar. Sebagai contoh, dikatakan bupati, tahun 2018, standar pelayanan publik di Lobar adalah yg terendah di NTB dan bernilai merah dari Ombudsman RI Perwakilan NTB. Namun, berkat kerja keras yg dilakukan, tahun 2019 mengalami perbaikan tajam yaitu menjadi yg terbaik di NTB dan terbaik ketiga secara nasional.

Selain itu, upaya perbaikan infrastruktur juga terus dilakukan. Demikian juga dengan keberhasilan penurunan tajam angka stunting di Lobar. Yaitu dari 49% tahun 2009 menjadi 23,2% tahun 2019. Hal ini menjadikan Lobar bersama Kab. Klaten menjadi pilot projek pusat dan juga Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

“Saya diwawancarai Bank Dunia mengapa begitu konsen mengurus stunting padahal tidak menguntungkan secara politik,” ujar bupati. Bupati pun menjawab ‘kalau bukan sekarang kapan lagi mempersiapkan SDM Lombok Barat’.

Menanggapi berbagai masukan bupati mengatakan harus pintar-pintar memilih prioritas, mana yg paling bermanfaat bagi masyarakat karena terbatasnya anggaran. Menanggapi kritik dari salah seorang penanya mengenai pembangunan berbahan beton di Lobar yg tampak mengabaikan lahan pertanian, bupati pun menjawab tentang pentingnya perencanaan.

“Tadi Kota Mataram banyak disanjung karena maju, padahal Mataram juga maju salah satunya karena bangunan beton,” jawab bupati. Di satu sisi, kata bupati, kita dikritik karena membangun, padahal di sisi lain kita perlu membangun untuk maju.

Terkait dengan aset Lobar yg dikritik karena masih banyak yg belum bersertifikat, bupati berjanji, meskipun kurang yakin, untuk menyelesaikannnya hingga masa jabatannya selesai. Namun diakuinya, persoalan aset Lobar memang ribet yg diwarisi dari sebelumnya. Dicontohkannya, kompleks perkantoran kantor bupati luasnya sekitar 16 hektar. Baru beberapa bulan yg lalu, sebut bupati, selesai persoalannya.

“Dulu jangankan sertifikat, surat jual beli saja tidak ada,” kata bupati. Namun demikian, progress tetap terjadi. 2018 misalnya, 200 aset sudah disertifikatkan dan menyusul 130 aset tahun 2019.

“Saya sudah perintahkan bahwa tidak ada tawar menawar mengenai aset pemerintah (Lobar), ” tegas bupati.

Mengenai jalan di Lobar yang kemantapannya hanya 68%, ditegaskan bupati, alasannya karena banyak jalan desa yang diangkat statusnya menjadi jalan kabupaten sehingga tampak masih banyak jalan yg kurang mantap.

Ada juga kritikan dari audiens tentang promosi wisata yg seharusnya dilakukan provinsi NTB bukan Lobar serta event-event yg diselenggarakan seperti Festival Senggigi, Senggigi Sunset Jazz yg dianggap tidak meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Kritik pertama dijawab bupati, hal itu terjadi karena kalau Lobar diam tidak melakukan promosi terbukti tidak ada event di Lobar yg diadakan provinsi. Karena itulah Lobar giat melakukan promosi melalui event-event. Dalam hal dampak, dikatakan bupati, tidak bisa dilihat langsung pada hari H event.

“Senggigi Sunset Jazz, misalnya, dana yang dibutuhkan Rp 2,5 miliar, tapi kita menyiapkan hanya Rp 200 juta, sisanya dari sponsor,” ujarnya. Efeknya memang tidak langsung, kata bupati, tetapi bayangkan iklan 30 detik di TransTV biayanya Rp 60 juta, majalah Garuda Rp 500 juta. Dengan event Jazz tersebut, tegas bupati, iklan tersebut gratis dan dunia membaca itu.

“Jadi tidak bisa diukur pada saat itu, “ujarnya.

http://humas.lombokbaratkab.go.id/portal/node/berita/refleksi-akhir-tahun-ajang-serap-masukan-masyarakat