Giri Menang, Kamis 3 Mei 2018 – Mungkin tidak semua orang akrab dengan istilah stunting. Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Akibat lebih lanjut, otak anak kurang berkembang. Begitu pula fisiknya akan kerdil, prestasi sekolahnya buruk dan ujung-ujungnya akan mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan ketika dewasa.

Di Kabupaten Lombok Barat (Lobar) angka stunting ini terbilang cukup tinggi. Data yang disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Lobar, Rachman Sahnan Putra dari 65 ribu balita di Lobar, sebanyak 32 persen mengalami stunting. Ini tentunya sebuah angka yang serius.

“Kalau ini dibiarkan, akan terjadi lost generation di Lobar. Karena anak yang mengalami stunting, lima belas tahun kemudian paling hebat ia akan jadi satpam karena keterbelakangan otaknya,” ujar Rahman.

Untuk itu pihaknya berupaya melakukan berbagai terobosan agar angka stunting ini bisa diturunkan. Salah satunya adalah dengan melaksanakan kegiatan Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) mengusung tema stunting, TB dan Imunisasi di Senggigi selama 2 hari (3-4 Mei). Rakerkesda ini diadakan guna membahas rencana aksi apa saja yang akan dilakukan untuk melakukan percepatan penurunan stunting, TB dan pencapaian imunisasi.

“Sebenarnya dari pusat hanya 10 desa yang menjadi sasaran kegiatan ini. Tapi kami di Lobar akan mengintervensi dan garap semua desa ,” ujar Rahman.

Dijelaskannya, dalam menangani stunting ini dilakukan dengan intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik dilakukan dengan cara mengintervensi pada 1000 hari pertama kehidupan. Misalnya dengan memberikan penyuluhan tentang makanan bergizi selama kehamilan, pentingnya ASI, dan makanan tambahan untuk balita. Pengaruh intervensi spesifik ini adalah 30 persen dari penurunan angka stunting.

Sementara itu intervensi sensitif dilakukan dengan cara menggerakkan peran dari lintas sektoral. Misalnya, untuk sarana air bersih dan sanitasi, maka itu tugas dari Dinas PUPR. Untuk ketersediaan pangannya, maka tugas dari Dinas Ketahanan Pangan. Begitu pula dengan perilaku hidup sehat dan bersihnya, merupakan tugas Dinas Kesehatan untuk menanganinya.

“Ternyata pengaruh intervensi sensitif ini sangat kuat, yaitu 70 persen. Itu sebabnya kita perlu bersinergi dengan lintas sektoral menangani stunting ini,” terangnya.

Pejabat Sementara Bupati Lobar yang diwakili Asisten III Drs. H. Fathurrahim mengharapkan agar masalah stunting ini ditangani serius. Ia berharap agar semua pihak punya respek tinggi terhadap masalah ini.

“Tugas kita adalah memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat. Begitu pula masyarakat hendaknya punya kepedulian bersama,” pungkasnya.

Sementara itu dalam diskusi terkait stunting ini, kegiatan diskusi berlangsung dinamis. Diskusi membahasa rencana aksi yang akan dilaksanakan agar capaian target penurunan stunting sesuai harapan. Target secara nasional pada tahun 2019 nanti angka stunting tertinggi adalah 28 persen. Sementara di Lobar angka stuntingnya saat ini masih 32 persen. Ini artinya Lobar punya “hutang” untuk menurunkan stunting sebesar 4 persen dalam kurun waktu kurang 2 tahun. Itulah sebabnya perlu dilakukan terobosan-terobosan aksi percepatan penurunan angka stunting.

Namun progress penurunan angka stunting di Lobar dinilai sangat baik oleh pemerintah pusat. Buktinya tahun 2017 lalu Pemerintah Pusat menetapkan empat daerah termasuk Lombok Barat untuk dijadikan percontohan penurunan angka stunting. Ditunjuknya keempat wilayah tersebut karena pemerintah pusat menganggap komitmen dari kepala daerahnya dinilai sangat baik dalam menghadapi stunting. Tahun 2016 lalu Lombok Barat telah mampu menurunkan angka stunting sebanyak 16 poin yakni dari 49% menjadi 32%.(afgded/humas)