Giri Menang-Kasus perempuan dan anak atau yang dikenal dengan istilah anak berhadapan hukum (ABH) yang terlapor secara resmi di Lombok Barat (Lobar) tergolong kecil. Secara garis besar, jumlahnya menurun setiap tahun.
“ Tapi kami rasa jumlahnya, masih banyak yang tidak terlapor”, kata Kepala BKBPP Lobar Hj. Baiq Eva Nurcahyaningsih.
Menurutnya, banyak yang tidak melapor karena mereka berpikir akan mengeluarkan biaya. Bisa juga mereka takut karena berpikiran itu aib atau bisa juga khawatir dilaporkan balik. “Jelas dalam membantu hal ini dipastikan tidak ada biayanya apalagi bila ada visum dan pendalaman kasus”, tambahnya.
Salah satu yang mungkin jarang dilaporkan adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ada yang melapor namun sering kali dicabut laporannya setelah di awali dengan mediasi oleh pihak BKBPP Lobar. “Semoga warga tidak ada lagi yang takut untuk melaporkan hal ini”, harapnya.
Khusus rangkuman BKBPP Lobar dari tahun 2010 hingga tahun ini, total laporan menyangkut KDRT sebanyak 316 kasus. Untuk tahun 2011 ada 318 kasus dan pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 212 kasus. “Dari kasus yang terungkap dan terlapor tersebut 37 persen kasus yang menimpa anak dan 63 persen kasus terhadap perempuan”, lanjutnya.
BKBPP Lobar dalam hal ini bekerja sama dengan pihak Polres Lobar, Puskesmas, Rumah Sakit, LSM, dan lembaga lainnya yang peduli dengan perempuan dan anak. Selama ini kasus yang sering di jumpai menimpa anak dan perempuan adalah berupa kekerasan fisik, pemukulan, perkosaan, pencurian, dan lainnya. “Selama dua tahun terakhir ada 9 orang yang dilaporkan menjadi pelaku dalam tindak pidana oleh Polres Lobar”, terangnya.
Panti Sosial Marsudi Putra Paramita (PSMPP) merupakan salah satu pelaksana pelayanan dan rehabilitasi kepada anak dan remaja berstatus eks anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang berstatus offender dan defender. Anak ini nantinya diberikan rehabilitasi sosial serta ketrampilan sebagai bekal dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat menjalankan fungsi sosialnya.
“Katagori ABH yang berstatus offender dan defender meliputi pelaku, saksi, maupun korban yang terlibat dalam pelanggaran hukum,”kata Kepala PSMP Paramita Sutiono.
ABH yang terlaporkan dari masyarakat ada 18 orang dan dari lembaga kepolisian ada 1 orang. Pihak panti juga menjadi mediator bila ada kasus yang menimpa ABH tersebut. “Sehingga setelah nanti kembali ke keluarga dan di masyarakat, anak-anak ini mampu melakukan kegiatan sosial dan interaksi sosial dengan masyarakat lainnya”, terangnya.
Panti ini mendidik anak usia pendidikan sekitar 12 hingga 18 tahun yang memiliki permasalahan sesuai dengan Undang-Undang Peradilan Anak. Sehingga anak-anak tersebut harus mendapatkan pembinaan di Panti Sosial Paramita.
“Permasalahan ini seperti anak yang terjerat hukum karena tindak pidana, anak yang terjerat narkoba, serta anak-anak yang tidak berperilakuan baik”, paparnya.
Sumber: Lombok Post, Rabu 29 Mei 2013