Lombok Barat [Sasak.Org] Nama lengkapnya Dian Reno Rahardian. Usianya baru 6 tahun. Anak pertama dari pasangan Dani Eko Nurbuono-Baiq Anjar Srikaton ini memiliki bakat seni yang cukup menonjol. Kendati usianya masih amat belia, namun bocah pintar dan kocak ini sudah bisa memperlihatkan potensi seni dalang yang dimilikinya. Bakat seni dalang itu mengalir dari darah sang kakek. Reno, demikian dia disapa akrab teman-teman maupun di lingkungan keluarga. Keceriaan dan kepiawaiannya berdalang membuat Reno sering tampil. Pada acara formal dan informal, Reno tampil dengan kelincahan tangannya memainkan tokoh-tokoh pewayangan. Dari masing-masing tokoh, Reno sudah bisa membedakan karakter suara, sikap, perbuatan maupun kekocakannya. Yang paling menonjol adalah, ketika tokoh panukawan Amaq Locong, Inaq Litet dan Amaq Keseq yang terlibat dalam dialog bahasa Bima Dompu. Semuanya memiliki aksen suara yang berbeda. Kekocakanpun menyatu dalam dialog itu.
Reno kecil, cucu dari dalang kondang dan kocak, H.Lalu Nasib ini bakal jadi generasi penerus sang kakek. Melalui lakon pewayangan Sasak seperti, Onco Wacono serta pengaksame-pengaksame dalam bahasa pewayangan Sasak semuanya dilahap Reno. Bahkan bocah kelas 1 SDN 2 Gerung (Lombok Barat) ini sudah hafal tokoh-tokoh wayang Sasak yang dilakoni sang kakek. Tidak saja tokoh-tokoh formal, melainkan juga tokoh-tokoh informal sebagai rakyat jelata seperti, amaq Ocong, Amaq Litet, Amaq Keseq, Inaq Gedang dan lain-lain. “Ada Jayengrane atau wong Menak, Putri Munigari, Umar Maya, Prabu Alam Daur, Tanus Tamtanus” beber Reno kepada Penulis ketika berkunjung menemuinya di dusun Perigi-Gerung beberapa waktu lalu. Tokoh-tokoh tersebut, sedikitpun tak ada yang meleset dari celotehannya. Tidak hanya itu, tokoh-tokoh lain seperti Bala-Bala, tokoh antagonis si raksasa kembar itu pun tak lepas dari ingatannya.
Seperti yang diceritakan sang bunda, Reno, sejak duduk dibangku TK sudah kelihatan, menonjol seninya. Bahkan ketika itu, tak jarang Reno tampil dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun yang di gelar dalam bentuk hajatan. “Mungkin karena dia (Reno.red.) sering melihat Mbahnya tampil”, beber sang bunda Baiq Anjar Srikaton.
Memang, semua yang dilakoni Reno, tak pernah lepas dari bimbingan sang kakek. Setiap kakek ditanggep (diundang tampil, red), Reno bisa dipastikan ikut. Bahkan pada setiap awal pertunjukan, Renolah yang mengawali dengan membawakan cerita Onco Wacono tadi. Lakon ini biasanya disampaikan pada awal akan dimulainya pertunjukan. Pada saat itulah disampaikan, cerita apa yang hendak ditampilkan. Kalau Reno ikut menemani sang kakek, sudah bisa dipastikan, Renolah yang tampil mengawali pertunjukan. “Kalau Reno libur sekolah, dia pasti minta ikut menemani”, tutur sang kakek yang ditemukan sedang bercengkrama dengan sang cucu.
Ketika Penulis datang menyambangi Reno, terlihat bocah aktif ini tengah memainkan lakon-lakon pewayangan. Ia duduk bersila di atas sofa dengan mulut komat kamit. Terkadang bahasanya tanpa dimengerti oleh Penulis yang hanya terbengong melihat kepiawaiannya berdalang. Kendati dengan hanya bertelanjang dada, Reno tetap bersemangat. Padahal baru saja pulang sekolah, Reno jadi lupa makan. “Reno mau dalang dulu bawakan lakon Keluarga Berencana”, bebernya. Konon, lakon ini yang digunakan dalam sebuah iklan Keluarga Berencana pada pemerintah setempat.
Tidak hanya sekedar berdalang, Reno juga mahir melapaskan ucapan-ucapan dalam prosesi Sorong Serah Aji Krama pada ritual perkawinan Sasak. Dalam gelaran ini, Reno bisa tampil sebagai seorang Pembayun atau Utusan dalam penyelesaian prosesi Sorong Serah. Sebagai seorang manusia dewasa, pengetahuan dan hafalan bahasa ini harus melalui kerja dan waktu yang ekstra. Namun bagi Reno, bahasa Pembayun sudah bisa diucapkan dengan lancar dan jelas.
Sekarang, Reno sudah bisa tampil mewakili daerahnya. Di Bandung beberapa waktu lalu, Reno diberi kesempatan hadir dalam sebuah gelaran Festival Dalang Cilik. Orderan pun datang silih berganti. Reno juga tampil dalam rangka Hari Anak Nasional tingkat kabupaten Lombok Barat. Kepiawaian berdalang, kekocakan dialog yang disampaikan melalui tokoh wayangnya, membuat penikmat seni pedalangan berdecak kagum.
Reno kecil yang bercita-cita jadi profesor ini kian bersemangat. Semangat itu ia tunjukkan terutama di sekolah. Ketekunannya belajar, disiplin bersikap, rajin mengaji dan sholat, membuat keluarga terutama orang tua, Anjar-Eko merasa bangga memiliki putra secerdas Reno. Setiap kali sepulang sekolah, Baiq Anjar, sapaan akrabnya, selalu memeriksa pelajaran yang diikuti Reno sepulang sekolah. “Semua mata pelajaran nilainya bagus-bagus”, papar karyawati pada kantor Camat Gerung ini bangga.
Hal lain yang menambah lengkapnya kebanggaan bunda Anjar adalah, kesyukurannya kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa. Karena Tuhan telah menitipkan padanya seorang anak yang cerdas, lucu, pintar dan rajin. Cerdas dalam berseni dalang, kocak berdialog, supel bergaul, pintar, cerdas di sekolah, rajin mengaji, sholat, semuanya bekal Reno dalam memupuk harapan dan cita-citanya. Semoga!
http://www.sasak.org/kabar-lombok/budaya/reno-dalang-cilik-generasi-penerus-mamiq-nasip/26-11-2013