BALAI Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi NTB menyebutkan, aktivitas pengambilan koral yang dilakukan sebuah perusahaan yang bermarkas di wilayah Sekotong, Lombok Barat (Lobar), tak masuk dalam perusahaan yang diberikan izin. Karena pihak BKSDA, selama ini hanya mengeluarkan izin untuk kegiatan hanya kepada dua perusahaan dan keduanya di Pulau Sumbawa.
Demikian ditegaskan, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA Provinsi NTB, Tri Endang Wahyuni dikonfirmasi Senin (20/5). Disebutkan, dua perusahaan yang diberikan izin tersebut, yakni CV. Dinar dan UD. Samudera Anugerah di Sape, Bima. Sementara untuk di wilayah Lombok, sejauh ini belum ada perusahaan yang diberikan secara resmi untuk izin pengambilan dan ekspor biota laut.
“Kalau ada aktivitas pengambilan koral selain di Sumbawa, itu jelas pelanggaran dan termasuk aktivitasnya ilegal,” tegasnya pada Suara NTB, Senin (20/5).
Untuk wilayah Sekotong, sekitar tahun 2010 lalu, terdapat salah satu perusahaan yang kepemilikannya dari Italia, yang mengajukan izin pengedaran, bahkan izin transplantasi karang. Tetapi hingga saat ini perusahaan tersebut tak kunjung melanjutkan permintaan penerbitan izin yang diajukan.
Ada beberapa izin sebenarnya yang dikeluarkan untuk jenis koral ini, diantaranya izin tangkap, izin peredaran dan izin ekspor. Izin tangkap mencakup pengambilan koral untuk penelitian maupun sample. Demikian juga untuk izin peredaran dalam negeri dikeluarkan murni untuk bisnis (diperjualbelikan). Sementara izin ekspor ini untuk pengambilan dalam jumlah besar yang perizinannya dikeluarkan langsung oleh pemerintah pusat.
Penerbitan izin yang dikeluarkan melalui BKSDA provinsi ini, menurut Endang biasanya dikoordinasikan terlebih dahulu dengan pemerintah kabupaten/kota setempat, terkait berapa kuota yang diminta.
‘’Kamipun sebenarnya tidak berani memberikan izin kalau tidak ada rekomendasi dari pemerintah kabupaten melalui KSDA-nya. Kalau kabupaten merekomendasikan, baru kami mengeluarkan izin. Tapi untuk di Sekotong dan beberapa daerah lainnya di Pulau Lombok belum ada izin resmi yang dikelurkan untuk perusahaan,’’ tegasnya.
Untuk tahun ini, kuota maksimal yang ditetapkan di NTB yang diperbolehkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk pengambilan, sesuai izin peredaran yakni, untuk karang hias sebanyak 47.000 potong, dan substrat (potongan karang lunak) sebanyak 50.000 potong.
Pada pengambilannyapun menurutnya cukup ketat, dicek kesesuaian jenis yang masuk dalam kuota. Setelah itu barulah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebelum dibawa keluar daerah.
Ditegaskan, kendati ditemukan ada aktivitas pengambilan koral secara ilegal, sejauh ini tidak ada sanksi resmi yang memberatkan. Karena koral termasuk biota yang tak dilindungi, tetapi diawasi jumlah yang dibolehkan diambil, sehingga BKSDA hanya memiliki kapasitas pengawasan izin peredarannya.
‘’Itu yang menjadi kendala utama sebenarnya. Tetapi tetap diawasi jumlah yang diperbolehkan untuk diambil, dan sudah ada petugas-petugas khusus yang memantau semua wilayah konservasi, mengingat proses pertumbuhannya memakan waktu yang lama dan dapat menjadi ancaman abrasi,’’ kata Endang.
Sumber : http://www.suarantb.com/2013/05/21/wilayah/Mataram/detil6.html