GIRI MENANG – Pemkab Lombok Barat (Lobar) terus melakukan persiapan menjelang dibukanya WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) di Sekotong. Saat ini, tinggal menunggu turunnya Amdal (Analisis mengenai dampak lingkungan).

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Lobar Budi Darmajaya menilai, analisis dampak terhadap lingkungan bila pertambangan tersebut beroperasi memang harus dilakukan. Menurutnya, proses keluarnya Amdal bisa memakan waktu cukup lama karena harus melewati kajian dan analisa panjang.

Proses Amdal tercepat bisa selesai kurang lebih 3-4 bulan namun ada juga yang lebih dari itu. “Amdal ini tergantung survei para penganalisanya,” ujarnya.

Amdal merupakan suatu kajian mengenai dampak positif dan negatif dari suatu rencana kegiatan atau proyek yang kemudian dipakai pemerintah dalam memutuskan apakah layak atau tidak layak untuk lingkungan. Kajian dampak positif dan negatif tersebut biasanya disusun dengan mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat.

Suatu rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak layak lingkungan jika berdasarkan hasil kajian Amdal dampak negatif yang ditimbulkannya tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia. Begitupula jika biaya yang diperlukan untuk menanggulangi dampak negatif lebih besar daripada manfaat yang ditimbulkan.

Distamben telah memetakan, WPR di Sekotong berada di Lemer dan Simba. SK dan peta kedua lokasi tersebut sudah selesai dengan luas lokasi sebesar 1.247 hektare.

“Namun berdasarkan hasil rapat dengan Dinas Kehutanan Provinsi NTB luasnya hanya 867 hektare saja karena di lokasi tersebut ada wilayah hutan produktif,” tambahnya.

Pengelolaan tambang rakyat boleh dikelola oleh koperasi, kelompok bahkan perorangan. Pembagian luas yang boleh ditambang tiap pengelola tambang berbeda-beda. Untuk koperasi tambang sebesar 10 hektare, kelompok sebesar 5 hektare, sedangkan untuk perorangan 1 hektare.

Lobar saat ini sudah memiliki 56 koperasi tambang yang dikelola masyarakat. Distamben juga sudah mengeluarkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) kepada 56 koperasi tersebut.

“Namun ke-56 koperasi ini belum bisa melaksanakan pertambangan terkait amdal yang yang masih dalam proses,” terangnya. (Lombok Post-Senin, 15/04/2013)