Oleh Marzuqi, S.A.P.
(Analis Kepegawaian BKD Kab. Lombok Barat)

Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) telah disahkan pada tanggal 15 Januari 2014. Salah satu hak Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut UU Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 21 huruf b adalah PNS berhak memperoleh Cuti. Peraturan yang mengatur tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil (PNS) sampai dengan saat ini masih mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 Tentang Cuti PNS dan Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 01/SE/1977 tanggal 25 Pebruari 1977 tentang permintaan dan pemberian cuti
Cuti menurut PP Nomor 24 Tahun 1976 Pasal 1 adalah keadaan tidak masuk bekerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu dan diberikan dalam rangka usaha menjamin kesegaran jasmani dan rohani. Cuti merupakan hak bagi PNS kecuali Cuti diluar tanggungan negara. Cuti diluar tanggungan negara bukan merupakan hak bagi Pegawai Negeri Sipil dan dapat diberikan untuk kepentingan pribadi yang mendesak, sebagai contoh PNS wanita yang mengikuti suaminya yang ditugaskan di luar negeri.
Adapun Jenis-jenis cuti adalah sebagai berikut;

1) Cuti Tahunan;
Setiap PNS/CPNS yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus menerus berhak atas cuti tahunan. Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja. Setiap pengambil cuti tahunan tidak boleh kurang dari 3 (tiga) hari kerja dan selama menjalankan cuti, PNS yang bersangkutan menerima penghasilan penuh, kecuali cuti besar dan cuti di luar tanggunan negara. Bagi PNS yang mengambil Cuti Besar, selama menjalankan cuti besar tersebut, PNS yang bersangkutan menerima penghasilan penuh, kecuali tunjangan jabatan apabila berhak atas tunjangan jabatan. Cuti tahunan yang dijalankan ditempat yang sulit perhubungannya, maka jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari termasuk hari libur, dengan ketentuan tidak berlaku bagi cuti tahunan yang diambil kurang dari 12 (dua belas) hari kerja.
Cuti Tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yg sedang berjalan. Cuti Tahunan yang tidak diambil dalam 2 tahun berturut-turut atau lebih dapat diambil pada tahun berikutnya untuk paling lama 24 hari termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan. Cuti Tahunan yang ditangguhkan dalam tahun berjalan oleh pejabat yang berwenang dapat diambil pada tahun berikutnya selama 24 hari kerja termasuk tahun yang berjalan.

2) Cuti Besar;
Cuti besar dapat diambil oleh PNS yang telah bekerja minimal 6 (enam) tahun terus-menerus tanpa terputus selama 3 (tiga) bulan termasuk cuti tahunan dalam tahun yang bersangkutan. Cuti Besar dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban agama, umpamanya menunaikan ibadah haji.

3) Cuti Sakit;
PNS yang sakit 1 atau 2 hari harus memberitahukan kepada atasannya baik secara tertulis maupun lisan. PNS yang sakit sampai dengan 14 hari harus mengajukan permintaan cuti sakit secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter baik pemerintah maupun swasta. PNS yang sakit lebih dari 14 hari harus mengajukan permintaan cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter. Cuti Sakit tersebut diberikan untuk paling lama 1 (satu) tahun dan dapat ditambah untuk paling lama 6 bulan bila dipandang perlu berdasarkan surat keterangan dokter. Apabila dalam waktu 1 tahun dan 6 bulan juga belum sembuh, maka yang bersangkutan harus diadakan pengujian kesehatan ;
1) Belum sembuh tetapi ada harapan untuk bekerja kembali sebagai PNS, maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena sakit dengan mendapat uang tunggu menurut Peraturan Pemerintah yang berlaku;
2) Belum sembuh dan tidak ada harapan lagi untuk bekerja kembali sebagai PNS, maka diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak-hak kepegawaian menurut PP yang berlaku.
PNS yang mengalami gugur kandungan berhak atas Cuti Sakit untuk paling lama 1½ bulan. PNS yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajiban yang mengakibatkan PNS tersebut perlu mendapatkan perawatan, maka yang bersangkutan berhak atas Cuti Sakit sampai sembuh.

4) Cuti Bersalin;
PNS wanita berhak atas cuti bersalin untuk persalinan anak pertama, kedua dan ketiga. Untuk persalinan anak keempat dan seterusnya, dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara. Permintaan cuti di luar tanggungan negara untuk persalinan ini tidak dapat ditolak. PNS wanita yang bersangkutan tidak dibebaskan dari jabatannya dengan kata lain jabatannya tidak dapat diisi oleh orang lain. Cuti tersebut tidak memerlukan persetujuan Kepala BKN. Lamanya cuti di luar tanggungan negara untuk persalinan ini sama dengan lamanya cuti bersalin. Selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara ini, tidak menerima penghasilan dari negara dan masa kerjannya tidak dipehitungkan sebagai masa kerja PNS. Setelah menjalankan CLTN, PNS tersebut diaktifkan kembali dalam jabatannya.
Lamanya persalinan adalah 1 bulan sebelum dan 2 bulan sesudah persalinan. Apabila yang bersangkutan mengambil cuti bersalin 2 minggu sebelumnya, maka sesudah persalinan tetap 2 bulan.

5) Cuti karena Alasan Penting;
Cuti Karena Alasan Penting diberikan untuk paling lama 2 (dua) bulan, karena ada alasan; Ibu/Bapak, Istri/Suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu sakit keras atau meninggal dunia, untuk melangsungkan perkawinan pertama, atau karena sebab-sebab lain menurut PP No. 24 Tahun 1976.
Dalam hal mendesak, sehingga PNS yang bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti, maka PNS tersebut dapat mengajukan perintaan izin sementara kepada pejabat yang berwenang.

6) Cuti di Luar Tanggungan Negara (CLTN).
PNS yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 tahun secara terus menerus, karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak, umpamanya mengikuti suami yang bertugas di luar negeri, dapat diberikan CLTN paling lama 3 tahun, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk paling lama 1 tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpanjang.
Untuk mendapatkan CLTN, PNS yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang disertai dengan alasan-alasannya. CLTN bukan hak, oleh sebab itu permintaan CLTN dapat dikabulkan atau ditolak tergantung atas pertimbangan pejabat yang bersangkutan yang didasarkan untuk kepentingan dinas. CLTN hanya dapat diberikan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah mendapat persetujuan dari Kepala BKN dalam rangkap 4; 1) Instnsi yang bersangkutan; 2) KPN; 3)Deputi TUK; 4) deputi pembinaan BKN.
Selama menjalankan CLTN, PNS dibebaskan dari jabatannya, tidak menerima penghasilan dari pemerintah, tidak diperhitungkan sebagai masa kerja, dapat diperpanjang dengan permintaan perjanjian CLTN disertai dengan alasan-alasannya, pejabat yang berwenang mengajukan persetujuan ke kepala BKN. PNS yang telah selesai menjalankan CLTN wajib melaporkan diri secara tertulis kepada pimpinan instansi induknya. Pimpinan instansi induk yang telah menerima laporan dari PNS yang telah selesai menjalankan CLTN berkewajiban :
1. Menempatkan dan mempekerjakan kembali apabila ada lowongan.
2. Apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi induk melaporjan kepada kepala BKN untuk kemungkinan disalurkan penempatannya pada instansi lain
3. Apabila penempatan yang dimaksud di atas tidak mungkin, maka Kepala BKN memberitahukan kepada instansi induk. Instansi induk memberhentikan PNS yang bersangkutan dari jabatannya karena kelebihan dengan hak-hak kepegawaian menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Penempatan kembali PNS yang setelah menjalankan CLTN dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah mendapat persetujuan Kepala BKN.
Khusus bagi CLTN untuk persalinan keempat dan seterusnya, berlaku ketentuan sebagai berikut :
1. Permintaan tersebut tidak dapat ditolak
2. PNS yang menjalankan cuti tersebut tidak dibebaskan dari jabatannnya, jabatannya tidak dapat disi oleh orang lain
3. Cuti tersebut tidak memerlukan persetujuan Kepala BKN
4. Lamanya cuti adalah sama dengan cuti bersalin
5. Selama menjalankan cuti tidak menerima penghasilan dari negara dan tidak diperhitungkan sebagai masa kerja PNS.

Daftar Bacaan
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang cuti PNS
3. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 01/SE/1977 Tentang permintaan dan pemberian cuti