Giri MenangMajelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa siang (18/2) berkunjung ke Lombok Barat (Lobar). Rombongan yang dipimpin langsung Ketua MUI NTB, Prof. Syaiful Muslim, ini mengarapkan dua hal kepada Bupati Lobar, DR. H. Zaini Arony. Yaitu pertama, gerakan masyarakat sadar halal melalui pengajuan sertifikat halal dan kedua, fasilitas beribadah umat Islam di hotel-hotel yang ada di Lobar.

“Kedatangan kami (MUI) selain bersilaturrahmi juga menagih janji sewaktu Bapak Bupati (H. Zaini Arony) hadir pada acara AICIS (Annual International Conference on Islamic Studies) di Mataram,” kata Prof. Syaiful Muslim di hadapan bupati dan beberapa kepala SKPD yang hadir di antaranya Kepala Kemenag Lobar, H. Muslim, Kadis Indag, Drs. H. Poniman, Kadis DPPKD, Drs. Mahyudin, Kadis Pariwisata, Gde Renjane, Kabag Kesra, Maksum, Kabag Humas dan Protokol, Drs. Chandra Prayuda.

Janji yang dimaksud yaitu agar hotel-hotel yang ada di Lobar bersertifikat halal. Selain itu, usaha-usaha kecil, menengah maupun besar juga memiliki sertifikat halal produknya.

“Harus ada sertifikat halal bagi UKM-UKM sehingga produk mereka bisa masuk toko,” katanya. Menurutnya rata-rata masakan di Lombok maupun di NTB itu enak, masalahnya hanya pada tidak dimilikinya sertifikat halal. Ada satu kelemahan yang dimiliki oleh produsen maupun konsumen di NTB, menurutnya, yaitu keyakinan makanannya sudah halal.

“Baik produsen maupun konsumen sama-sama yakin bahwa makanannya pasti halal karena yang buat sesama orang Islam sehingga tidak perlu mengurus sertifikat halal,” ujar Prof. Muslim. Namun, dikatakannya, sertifikat halal diperlukan untuk menjamin rasa aman kepada para konsumen. Supaya jangan terjadi keragu-raguan dari konsumen yang Islam.

Dia mencontohkan sebuah laporan dari seorang konsumen. Bahwa ada satu perusahaan yang memproduksi abon, dendeng. Perusahaan ini sudah mendapat Sertifikat Halal namun ada laporan konsumen bahwa perusahaan itu juga menjual abon babi. Setelah ditelusuri ternyata abon babi tersebut merupakan titipan dari perusahaan lain. Dan perusahaan itu berjanji untuk tidak menerima titipan lagi.

“Jadi kami mohon kepada bupati, sosialisasi kami sudah sering tapi tindak lanjut sangat-sangat kurang,” ujarnya. Dikatakannya, bagi usaha-usaha kecil dan menengah (UKM) tidak dikenakan biaya (gratis) dalam pembuatan sertifikat halal ini. Namun perusahaan-perusahaan besar dikenakan biaya dan wajib membuat sertifikat halal.

“Sebagai contoh, ada perusahaan roti besar sekali di Mambalan (Gunung Sari), tapi belum punya sertifikat halal,” tambahnya. Oleh karena itu, dia berharap agar perusahaan ini mendapat perhatian dari bupati melalui dinas-dinas terkait untuk mendapat sertifikat halal.

Dalam pertemuan di Ruang Kerja Bupati (RKB) di Gedung Putih tersebut, juga dijelaskan mengenai syarat-syarat produk mendapat sertifikat halal di antaranya yaitu telah memiliki sertifikasi produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Sedang bagi restoran maupun kafe harus higienis dan sehat. Hal ini untuk menjamin keamanan sebelum diberikan sertifikat halal.

Syaiful mengatakan bahwa penerbitan sertifikat halal itu dilakukan setelah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI NTB yang dipimpin Drs. H. Mustamiuddin, melakukan serangkaian kajian terhadap produk pangan di hotel tersebut. Yaitu dengan melihat dapurnya, jenis bahan pangan yang dipakai, dan hal lainnya yang berkaitan dengan kaidah halal. Juga tidak ada minuman beralkohol di hotel tersebut. Ia berharap pengelola hotel dan restoran, terutama hotel berbintang agar mengurus sertifikat halal sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Diharapkannya, agar dinas teknis terkait, seperti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Peternakan, Dinas Pertanian, dan Badan Ketahanan Pangan, juga harus terus mendorong pengelola hotel dan restoran guna mengurus sertifikat halal

Persoalan kedua yang juga menjadi harapan MUI untuk segera ditangani adalah yaitu laporan dari tamu-tamu yang menginap di hotel-hotel di Lombok Barat tidak ada petunjuk arah kiblat, sajadah maupun Al-Qur’an di hotel yang diinapi apalagi Al-Qur’an.

Menanggapi kedua harapan dari MUI tersebut, Bupati Zaini berjanji akan segera menanganinya bahkan akan ditangani secara terpadu, bersamaan.

“Respon terhadap sertifikat halal saya sambut gembira, nanti saya minta Dinas Indag (Perindustrian dan Perdagangan) untuk mengumpulkan pihak-pihak yang terkait dengan sertifikat halal (hotel, cafe, perusahaan, UKM, dsb) lalu kami undang MUI untuk memberikan sosialisasi prosedur mendapat sertifikat halal dan langsung ditindaklanjuti,” ujar bupati. Terkait dengan al-Qur’an, bupati menegaskan akan membagikan Mushaf Al-Qur’an Gumi Patut Patuh Patju secara gratis kepada semua hotel yang ada di Lobar.

“Saya pernah masuk sebuah hotel dan menemukan ada Injil, nah kok Al-Qur’an tidak ada padahal mayoritas penduduk kita Islam,” kata bupati.

Bahkan, dengan semangatnya, bupati berencana untuk meluncurkan program sertifikat halal, pembagian Al-Qur’an serta penyediaan sajadah, secara bersama-sama, kemudian mengundang MUI untuk memberikan informasi. Bupati merencanakan kegiatan ini dilakukan pada HUT Lobar ke-56 tanggal 17 April 2014 mendatang.

Selanjutnya bupati memaparkan Mushaf khusus yang dimiliki Lobar yang mana hanya 4 daerah di Indonesia yang punya mushaf tersendiri. Dikatakannya, Mushaf Gumi Patut Patuh Patju saat ini sedang dalam proses pencetakan sebanyak 10.700 buah.

“Nanti kita formalkan (acaranya) pada HUT Lombok Barat,” ujar bupati. (Bag. Humas: Muhammad Busyairi & L. Budi Darma)