Minal Aidin Wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin.” Untaian kalimat itu yang paling banyak terdengar ketika momentum Hari Raya Idul Fitri. Alhamdulillah, Lebaran tahun ini telah tiba dan proses halal bihalal dan silaturrahim antar saudara, sahabat dan antar umat beragama sudah berlangsung. Bagi kita Umat Islam, Idul Fitri bukan sekadar perayaan ritual semata. Idul Fitri yang memiliki arti kembali kepada kesucian, atau kembali ke asal kejadian menjadi momentum yang berbahagia.
Idul fitri terdiri dari kata ‘id dan al-fithr. Kata ‘id berasal dari akar yang sama dengan kata-kata ‘awdah atau ‘awdatun, ‘aadah atau ‘aadatun dan isti’aadatun. Semua kata tersebut mengandung makna asal “kembali” atau “terulang”. Sementara itu al-fithr adalah satu akar dengan kata al-fihtrah, yang berarti “kejadian asal yang suci” atau “kesucian asal”. Secara kebahasaan, fithrah searti dengan khilqah, yaitu ciptaan atau penciptaan. Allah sebagai Maha Pencipta adalah makna dari kata al-Khaliq atau al-Fathir. Dalam perkembangannya, istilah al-fithrah kemudian berarti “penciptaan yang suci”.
Idul Fitri diambil dari bahasa Arab, yaitu fithrah, berarti suci. Kelahiran seorang manusia, dalam kaca mata Islam, tidak dibebani dosa apapun. Kelahiran seorang anak, masih dalam pandangan Islam, diibaratkan secarik kertas putih. Kelak, orang tuanya lah yang akan mengarahkan kertas putih itu membentuk dirinya.
Namun dalam kenyataannya, perjalanan hidup manusia senantiasa tidak bisa luput dari dosa. Karena itu, perlu upaya mengembalikan kembali pada kondisi sebagaimana asalnya. Itulah makna Idul Fitri. Dosa yang paling sering dilakukan manusia adalah kesalahan terhadap sesamanya. Seorang manusia dapat memiliki rasa permusuhan, pertikaian, dan saling menyakiti. Idul Fitri merupakan momen penting untuk saling memaafkan, baik secara individu maupun kelompok.
Budaya saling memaafkan ini lebih populer disebut halal-bihalal. Fenomena ini adalah fenomena yang juga terjadi di Lombok Barat, dan telah menjadi tradisi di Negara kita. Ini adalah refleksi ajaran Islam yang menekankan sikap persaudaraan, persatuan, dan saling memberi kasih sayang.
Dalam pengertian yang lebih luas, halal-bihalal adalah acara maaf-memaafkan pada hari Lebaran. Keberadaan Lebaran adalah suatu pesta kemenangan umat Islam yang selama bulan Ramadhan telah berhasil melawan berbagai nafsu hewani. Dalam konteks sempit, pesta kemenangan Lebaran ini diperuntukkan bagi umat Islam yang telah berpuasa, dan mereka yang dengan dilandasi iman.
Sementara itu,jika halal bihalal dilihat dari sisi silaturahmi dapat menjadi perantara untuk memperluas rezeki dan memperpanjang umur, sebagaimana keterangan sebuah hadis dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia bersilaturahmi”.
Halal bihalal juga merupakan tradisi khas yang merefleksikan bahwa Islam adalah agama toleransi, yang mengedepankan pendekatan hidup rukun dengan semua agama, pesan universal Islam untuk selalu berbuat baik, memaafkan kesalahan orang lain dan sarana untuk saling berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga tetap menjadi warna tersendiri bagi masyarakat muslim Lombok Barat khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Terlepas dari makna sebenarnya kegiatan halal bihalal tergantung pada niat orang yang menggelarnya dan perspektif setiap masyarakat dari mana menilainya, Jangan sampai silaturahmi hanya sebatas simbol kepedulian dan ajang pencitraan untuk memenuhi agenda tahunan dalam rangka memeriahkan hari raya kemenangan.
Dan perintah untuk saling memaafkan dan berbuat baik kepada orang lain seharusnya tidak semata-mata dilakukan saat Lebaran. Akan tetapi, harus berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Halal-bihalal yang merupakan tradisi khas rumpun bangsa tersebut merefleksikan bahwa Islam di negara-negara tersebut sejak awal adalah agama toleran, yang mengedepankan pendekatan hidup rukun dengan semua agama. Perbedaan agama bukanlah tanda untuk saling memusuhi dan mencurigai, tetapi hanyalah sebagai sarana untuk saling berlomba-lomba dalam kebajikan.
Ini sesuai dengan Firman Allah, “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam) berbuat kebaikan”. (Q.S. 2:148). Titik tekan ayat di atas adalah pada berbuat kebaikan dan perilaku berorientasi nilai. Perilaku semacam ini akan mentransformasi dunia menjadi sebuah surga. Firman Allah (SWT), Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang yang meminta-minta ; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat ; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, benar (imannya) ; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. 2:177)
Berangkat dari makna halal-bihalal seperti tersebut di atas, pesan universal Islam untuk selalu berbuat baik, memaafkan orang lain dan saling berbagi kasih sayang hendaknya tetap menjadi warna masyarakat Muslim Lombok Barat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya, Islam di wilayah Kabupaten Lombok Barat ini adalah Islam rahmatan lil alamiin.

Oleh Marzuqi, S.A.P.
(Analis Kepegawaian pada BKD Kab. Lombok Barat)

DAFTAR BACAAN
Al-Jumanatul Ali; 2011; Al-Qur’an dan Terjemahannya
http://www.fahmina.or.id/penerbitan/warkah-al-basyar/423-halal-bi-halal-tradisi-toleran-islam-indonesia-.html
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=986:halal-bih..
http://zuhdidh.blogspot.com/2011/05/idul-fitri-dan-halal-bihalal.html
http://pawirotaman.blogspot.com/2014/01/silahturahmi-dalam-halal-bihalal.html