GIRI MENANG-Inspektorat Kabupaten Lombok Barat (Lobar) mengimbau kepada aparatur desa untuk mengelola Alokasi Dana Desa (ADD) dengan tepat. Dengan demikian akan terhindar dari jeratan hukum yang bisa membawa ke hotel prodeo (penjara).

Kepala Inspektorat Lobar H Rahmat Agus Hidayat, di Giri Menang kemarin, mengatakan, prinsip akuntabilitas harus selalu ditekankan.

Tata kelola keuangan yang baik menjadi titik fokus dalam Undang-Undang (UU) tentang Desa yang baru.

‘Tata kelola keuangan itu erat kaitannya dengan peraturan otonomi desa yang baru,” katanya.

Di dalam regulasi baru itu, sambungnya, tertuang nilai keuangan yang dikelola desa yang terbilang bombastis. Ada peningkatan lima hingga enam kali lipat. Jika itu tidak dikawal dan dibuatkan regulasi tentu bisa menjadi permasalahan.

Oleh sebab itu, inspektorat sudah menyiapkan upaya sosialisasi supaya kepala desa dan badan permusyawaratan desa (BPD) memahami UU Desa. Begitu juga dengan tim penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) serta masyarakat pada umumnya. Pasalnya, dalam regulasi itu prinsip akuntabilitas dan keterbukaan yang ditonjolkan.

‘Transparan itu bisa ditutup-tutupi lagi karena itu sesuatu yang sangat penting sehinga kades harus paham,” ujarnya.

Untuk menghadapi UU tentang Desa yang baru, menurut Rahmat, setiap desa harus menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni. Sehingga ketika mereka mengelola dana yang relatif besar tidak salah. Akibatnya menjerumuskan mereka menjadi penghuni hotel prodeo. “Makanya BPD juga harus mengambil peran untuk melakukan pengawasan sebagai tindakan pencegahan,” katanya.

Dikatakan, pihaknya setiap tahun menggelar sos­ialisasi tata kelola ADD yang saat ini mencapai Rp 100 hingga Rp 250 juta per desa. Upaya itu sebagai bentuk kerja sama dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa (BPMPD) Lobar. Upaya itu akan diperkuat lagi pada 2014 karena adanya beberapa kepala desa baru. Mereka tentunya belum memiliki pandangan dan pemahaman terkait akuntabilitas pengelolaan ADD yang nilai relatif besar, yakni mencapai Rp 1 miliar.

Anggaran besar yang dikelola desa memungkinkan masyarakat secara umum untuk melaku­kan pengawasan. Mereka berhak mengetahui kemana arah penggunaan dan apa bentuknya. ‘Tapi kalau itu dijalankan dengan baik, siapa pun yang mengontrol aparat desa bisa mempertanggungjawabkan,” tandasnya.

Sumber: Lombok Post, Sabtu 22 Februari 2014