Oleh:
LALU MUHAMMAD FAUZI, S.A.P
(ANALIS KEPEGAWAIAN AHLI PERTAMA – BKD LOMBOK BARAT)
Indonesia merupakan Negara yang menganut pemerintahan presidensial dimana pemeritahan tertinggi di tangan presiden yang di pilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum sebagai implementasi amandemen ke empat UUD 1945. Masa jabatan seorang presiden dan wakilnya selama lima tahun dan selebihnya dapat dapat di pilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Setiap Presiden mempunyai kebijakan politik masing-masing untuk menjalankan pemrintahannya. Kebijakan yang di ambil pada era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) salah satunya adalah mengangakat tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 43 Tahun1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Pasal 16 A bahwa “
(1) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pemerintah dapat mengangkat langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang teleh bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan Nasional.
(2) Persyaratan, tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”.
Kebijakan Presiden SBY yang dimaksud adalah di berlakuknannya PP Nomor 48 tahun 2005 tanggal 11 Nopember 2005 tentag Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS. Dalam Peraturan Pemerintah itu di nyatakan bahwa Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dilakukan bertahap mulai Tahun Anggaran 2005 dan paling lambat selesai pada Tahun Anggaran 2009, dengan memprioritaskan tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Anemo masyarakat Indonesia untuk menjadi abdi negara (PNS) sedemikian tinggi yang berimplikasi pada membengkaknya jumlah tenaga honorer karena dengan di undangnya PP Nomor 48 tahun 2005 itu, harapan masyarakt untuk di angkat menjadi CPNS dari jalur tenaga honorer meningkat sehingga masalah tenaga honorer tidak sesederhana yang di bayangkan sebelumnya, jumlahnya makin membengkak.
Berdasarkan pertimbangan dan hasil evaluasi atas pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS. Beberapa ketentuan mengenai batas usia dengan masa kerja, proses seleksi dan ketentuan lainnya ternyata belum dapat menyelesaikan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS sehingga pada tanggal 23 Juli 2007 di tetapkan Peraturan Pemerintah Nomor: 43 Tahun 2007 tentang perubahan peraturan Pemerintah Nomor: 48 tahun 2005 tentang Pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS.
Dalam PP 43 tahun 2007 itu di terangkan bahwa pengangkatan tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai dari APBN dan APBD menjadi CPNS dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan negara mulai formasi Tahun Anggaran 2005 sampai dengan formasi Tahun Anggaran 2012. Selanjutnya Pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS untuk formasi Tahun Anggaran 2012 ditetapkan pada tahun anggaran berjalan dan untuk tenaga honorer yang bekerja pada instansi pemerintah dan penghasilannya tidak dibiayai dari APBN dan APBD dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan negara berdasarkan formasi sampai dengan Tahun Anggaran 2014.
Gejolak pengangkatan tenaga honorer t terus bergulir dan berlanjut, data jumlah tenaga honorer makin membengkak. Pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer tahun 2012. PP yang merupakan perubahan kedua atas PP No. 48 tahun 2005 itu tersebut mengatur tiga hal, yakni mengenai honorer kategori 1, honorer kategori 2, dan jabatan mendesak untuk diangkat menjadi CPNS.
Terkait dengan terbitnya PP No. 56 tahun 2012 tersebut isinya tidak ada perubahan yang signifikan. Secara umum berisi tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan khususnya oleh Kementerian PAN dan RB, Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKP), dalam penangananan tenaga honorer. Dalam kaitannya dengan penataan jumlah dan distribusi PNS akan tetapi PP ini merupakani payung hukum dalam pengangkatan tenaga honorer kategori 1, atau yang disebut honorer tertinggal atau tercecer, secara adil dan transparan. Hal yang menjadi prinsip adalah bahwa, tenaga honorer yang berhak harus diangkat, tetapi yang tidak berhak tidak diangkat, tapi harus dilakukan penelitian, verivikasi dan validasi yang mendalam, karena potensi kecurangan selalu saja ada.
Yang paling di harapkan dari di terbikannya PP No. 56 tahun 2012 ini adalah agar bisa mengakhiri ‘rezim honorer’, sehingga manajemen PNS yang profesioanl dapat ditata sesuai dengan prinsip-prinsip merit system, dan jauh dari komoditi politik dan ajang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), yang mengakibatkan rendahnya kualitas birokrasi di Negara kita tercinta Indonseia sehinga verifikasi dan validasi secara mendalam terhadap berkas usul para honorer penting dilakukan Sejalan dengan prinsip itu, konsekuensinya tidak semua yang sudah lolos verifikasi pasti bisa diangkat menjadi CPNS. karena, setelah diuji public ternyata terdapat banyak aduan, laporan, serta keluhan dari berbagai pihak, terkait dengan kebenaran honorer dimaksud meskipun alokasi anggarannya sudah ditetapkan oleh Badan Anggaran untuk masuk dalam tahun 2012 ini, kalau realitasnya hanya sebagian yang memenuhi syarat,
Selain mengatur honorer kategori 1, dalam PP No. 56 tahun 2012 itu juga mengatur mengenai honorer kategori 2, yang sebenarnya antara keduanya hampir sama. Perbedaannya adalah, kategori 2 ini dibiayai bukan dari APBN atau APBD. Terhadap mereka, tidak dilakukan diverifikasi, tapi dilakukan tes sesama mereka. Juga ada penghargaan terhadap mereka yang memiliki masa kerja lebih lama. Dengan PP No. 56 tahun 2012 itu memungkinkan untuk yang mempunyai keterampilan khusus seperti dokter yang mau bekerja di daerah terpencil dapat diangkat menjadi CPNS tanpa melalui seleksi. Namun usianya dibatasi, maksimal 46 tahun. Selain itu, dibuka juga untuk tenaga yang memiliki keahlian spesifik yang tidak ada di PNS, misalnya ahli nuklir. Bottom of Form
Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana Nasib Honorer K2 yang tidak lulus tes tahun 2013 lalu.? Sementara jumlah tenaga honorer K-II yang mengikuti tes CPNS tahun 2013 tercatat sebanyak 605.170 orang. Dari jumlah itu, 254.774 atau 42 persen diantaranya merupakan tenaga pendidik. Adapun tenaga kesehatan sebanyak 17.124 orang, tenaga penyuluh ada 5.585 orang, dan 327.696 orang, atau 54 persen merupakan tenaga teknis/administrasi. Yang akan diterima menjadi CPNS adalah antara empat puluh sampai limapuluh persen. Bagaimana selebihnya.?
Solusi yang ditawarkan untuk Honorer K-II yang tidak lulus tes CPNS tahun 2013 Menteri PAN-RB yaitu Azwar Abubakar yang dilansir dari www.jpnn.com menuturkan bahwa “Tidak menutup kemungkinan honorer yang gagal bisa masuk PPPK, tapi harus ikut prosedur cara rekrutmen PPPK juga. Jadi tidak serta merta mereka langsung masuk. Kalau daerah masih ingin mempekerjakan honorer, ya silakan saja. Tapi bagi yang tidak bisa mempekerjakan lagi karena alasan tidak ada anggaran, ya silakan diberhentikan. Apakah diberikan kompensasi atau tidak, itu tergantung kebijakan daerah.” Jelas pak Menteri yang asal Nangroe Aceh Darussalam itu.Hanya saja yang perlu di cermati adalah untuk pengangkaan PPPK ada mekanisme perekrutannya sendiri, yang berbeda dengan honorer. Kalau honorer, daerah yang angkat tanpa perhitungan matang sedangkan PPPK harus ada perhitungan jelas. Sebab PPPK haknya sama dengan pegawai negeri, bedanya di pensiun saja.
Tentang Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja (PPPK) , dalam Undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), ada peluang besar tenaga honorer “berganti baju” menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Tingkat kesejahteraan PPPK ini dipastikan bakal lebih baik. Peluang itu cukup besar, karena sesuai UU ASN, yang berwenang mengangkat PPPK adalah Pejabat Pembina Kepegawaian. Ini tidak ada bedanya dengan pengangkatan tenaga honorer.Perbedaan PPPK dengan PNS adalah dengan melihat ketentuan pasal Pasal 21 dan 22 UU ASN, terlihat hak PPPK beda-beda tipis dengan yang diterima PNS. Di sana disebutkan, PNS berhak memperoleh : gaji, tunjangan, dan fasilitas. cuti, jaminan hari tua, perlindungan, dan pengembangan kompetensi serta juga Jaminan Pensiun. Sedang hak PPPK, yang diatur di pasal 22, disebutkan PPPK berhak memperoleh gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi. Hanya saja, pemerintah dan DPR tampaknya tidak mau para PPPK nantinya tiba-tiba menuntut diangkat jadi PNS sehingga di UU ASN dinyatakan, PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi calon PNS.
Nasib tenaga honorer K-II yang tidak lulus seleksi pada 2013 lalu di akomodir dengan di keluarkannya surat dari Kemenpan-RB Nomor : B.2605/M.PAN.RB/6/2014 perihal Penanganan Tenaga Honorer Kategori II Yang dinyatakan lulus hasil seleksi. Surat yang di tandatangani pada tanggal 30 Juni 2014 oleh Sekretaris Kementerian PAN-RB atas nama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada point 3 dinyatakan bahwa “Terhadap tenaga honorer kategori II yang tidak lulus seleksi, agar dilakukan verifikasi dan validasi sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam PP 56 Tahun 2012 disertai dengan surat pertanggungjawaban mutlak (SPTJM). Data hasil validasi dimaksud disampaikan ke Kementerian PAN dan RB dan BKN, dengan formulir terlampir paling lambat tanggal 15 Agustus 2014, sebagai bahan analisis dan pertimbangan perumusan kebijakan selanjutnya”. Kebijakan seperti apa yang di maksud..? kita tunggu saja..!
(Sumber: Peraturan perundang-undangan dan beberapa sumber lain.)