Giri Menang, Senin 18 Mei 2020–Masyarakat Muslim Lombok pada umumnya masih memiliki tradisi unik pada saat bulan suci Ramadhan. Mereka menyalakan ‘dile jojor’ seperti yang dilakukan masyarakat Dusun Sambik Baru, Desa Sesaot Kecamatan Narmada Lombok Barat, Minggu malam (17/5).
“Kita nyalakan ‘dile jojor’ sejenis obor kecil yang terbuat dari bahan buah jamplung yang diolah dan dibakar. Oleh masyarakat kita, dan khususnya masyarakat Lombok Barat tradisi ini sering disebut dengan tradisi maleman,” ungkap ulfa salah satu warga Sesaot saat menyalakan dile jojor.
Dia menjelaskan, biarpun di tengah mewabahnya pendemi corona atau covid-19 ini, warga masyarakat tetap antusias dengan menyelenggarakan tradisi maleman yang telah dilakukan sejak jaman dulu.
Sementara itu, Kepala Dusun Sambik Baru Junaidi menjelaskan bahwa maleman (dile jojor) ini dilakukan setiap malam ganjil di sisa 10 malam terakhir bulan Ramadhan yakni tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan. Tradisi dile jojor sebenarnya diawali dengan membawa dulang berisi nasi dan lauk pauk ke masjid untuk roah dan berbuka puasa bersama tokoh agama dan masyarakat. Tetapi dengan adanya penyebaran wabah covid-19 ini di masyarakat, sehingga dilakukan di rumah masing-masing.
“Ini adalah cara masyarakat kita dahulu sampai sekarang menyambut malam Lailatul Qadar,” katanya.
Dia menuturkan, bahwa dile jojor dinyalakan setelah ibadah shalat Magrib. Dusun yang semula gelap ini menjadi terang terkena sinar dari nyala api dile jojor.
“Pria, wanita dan anak-anak kami di kampung ini, meletakkan dile jojor di setiap sudut rumah,” akunya.
Dia juga menjelaskan, alasan dinyalakan dile jojor ini adalah sebagai penerang jalan orang yang akan mengantarkan zakat fitrah.
“Dulu kalau belum dinyalakan dile jojor tidak ada yang mau pergi mengantar zakat fitrahnya, maklum dahulunya tidak seperti sekarang yang banyak diterangi oleh listrik,” tuturnya.

Sumber : Humas Lobar