Perempuan dan ABH Terlapor Turun Tiap Tahun

Giri Menang-Kasus perempuan dan anak atau yang dikenal dengan istilah anak berhadapan hukum (ABH) yang terlapor secara resmi di Lombok Barat (Lobar) tergolong kecil. Secara garis besar, jumlahnya menurun setiap tahun.

“ Tapi kami rasa jumlahnya, masih banyak yang tidak terlapor”, kata Kepala BKBPP Lobar Hj. Baiq Eva Nurcahyaningsih.

Menurutnya, banyak yang tidak melapor karena mereka berpikir akan mengeluarkan biaya. Bisa juga mereka takut karena berpikiran itu aib atau bisa juga khawatir dilaporkan balik. “Jelas dalam membantu hal ini dipastikan tidak ada biayanya apalagi bila ada visum dan pendalaman kasus”, tambahnya.

Salah satu yang mungkin jarang dilaporkan adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ada yang melapor namun sering kali dicabut laporannya setelah di awali dengan mediasi oleh pihak BKBPP Lobar. “Semoga warga tidak ada lagi yang takut untuk melaporkan hal ini”, harapnya.

Khusus rangkuman BKBPP Lobar dari tahun 2010 hingga tahun ini, total laporan menyangkut KDRT sebanyak 316 kasus. Untuk tahun 2011 ada 318 kasus dan pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 212 kasus. “Dari kasus yang terungkap dan terlapor tersebut 37 persen kasus yang menimpa anak dan 63 persen kasus terhadap perempuan”, lanjutnya.

BKBPP Lobar dalam hal ini bekerja sama dengan pihak Polres Lobar, Puskesmas, Rumah Sakit, LSM, dan lembaga lainnya yang peduli dengan perempuan dan anak. Selama ini kasus yang sering di jumpai menimpa anak dan perempuan adalah berupa kekerasan fisik, pemukulan, perkosaan, pencurian, dan lainnya. “Selama dua tahun terakhir ada 9 orang yang dilaporkan menjadi pelaku dalam tindak pidana oleh Polres Lobar”, terangnya.

Panti Sosial Marsudi Putra Paramita (PSMPP) merupakan salah satu pelaksana pelayanan dan rehabilitasi kepada anak dan remaja berstatus eks anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang berstatus offender dan defender. Anak ini nantinya diberikan rehabilitasi sosial serta ketrampilan sebagai bekal dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat menjalankan fungsi sosialnya.

“Katagori ABH yang berstatus offender dan defender meliputi pelaku, saksi, maupun korban yang terlibat dalam pelanggaran hukum,”kata Kepala PSMP Paramita Sutiono.

ABH yang terlaporkan dari masyarakat ada 18 orang dan dari lembaga kepolisian ada 1 orang. Pihak panti juga menjadi mediator bila ada kasus yang menimpa ABH tersebut. “Sehingga setelah nanti kembali ke keluarga dan di masyarakat, anak-anak ini mampu melakukan kegiatan sosial dan interaksi sosial dengan masyarakat lainnya”, terangnya.

Panti ini mendidik anak usia pendidikan sekitar 12 hingga 18 tahun yang memiliki permasalahan sesuai dengan Undang-Undang Peradilan Anak. Sehingga anak-anak tersebut harus mendapatkan pembinaan di Panti Sosial Paramita.

“Permasalahan ini seperti anak yang terjerat hukum karena tindak pidana, anak yang terjerat narkoba, serta anak-anak yang tidak berperilakuan baik”, paparnya.

Sumber: Lombok Post, Rabu 29 Mei 2013

Pemilukada Final Di Tahun Ini

Giri Menang- Polemik seputar jadwal Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Lombok Barat (Lobar) kini terjawab sudah. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengeluarkan surat edaran bernomor: 270/2305/SJ tanggal 6 Mei 2013 terkait pelaksanaan Pemilukada di daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir tahun 2014 mendatang agar dilaksanakan pada tahun 2013.

Surat Edaran yang ditandatangani Mendagri Gamawan Fauzi tersebut, menjelaskan alasan 43 daerah harus melaksanakan pilkada tahun 2013 yakni agar tidak mengganggu pelaksanaan pemilu 2014. Namun ini di peruntukkan bagi daerah yang sudah siap, yakni siap dari segi anggaran dan siap jadwal atau tahapan pemilukada oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat.

Dalam surat edaran tersebut juga menyebutkan sedikitnya ada 43 daerah se-Indonesia yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir tahun 2014 mendatang dan di harapkan pemilukadanya di majukan atau di mundurkan.

“Kita sudah mengetahui SE ini dari awal, makanya kita membuat tahapan Pemilukada Lobar”, ujar Suhaimi Syamsuri Ketua KPU Lobar saat di konfirmasi wartawan, Senin (27/5), kemarin.

Surat edaran ini lanjut Suhaimi hanya sebagai penguat dalam pelaksanaan Pemilukada Lobar yang akhir-akhir ini banyak mendapat sorotan.” Tanpa surat edaran ini kita tetap sah menggelar Pemilukada, pasalnya KPU RI sudah menetapkan untuk dimajukan”, tandasnya.

Dari segi kesiapan lanjutnya, Lobar sudah sangat siap terbukti dari anggaran untuk Pemilukada sudah dianggarkan dalam APBD Murni Lobar tahun 2013 ini sebanyak kurang lebih Rp 22 miliar. ”KPU Lobar sudah sangat siap, buktinya sudah membuat tahapan Pemilukada dan sudah dimulai sejak beberapa waktu lalu”, cetusnya.

Terpisah, salah satu anggota DPRD Lobar Fraksi PDI-P Wayan Arsa mengatakan setelah dirinya melakukan konsultasi ke Mendagri terkait pelaksanaan Pilkada Lobar, Mendagri mengatakan KPU Lobar sudah benar membuat tahapan dan jadwal Pemilukada tahun 2013 ini.

“Posisinya Lobar sudah siap, baik anggaran maupun lainnya, tinggal dilaksanakan saja”,tandasnya.

Sumber: Lombok Post, Selasa 28 Mei 2013

Bupati Lobar Siap Tindak Aksi Pencurian Coral

Giri Menang – Beroperasinya UD. Ikan Lombok, perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan dan penangkaran biota laut, di Tembowong, Sekotong Barat Lombok Barat (Lobar), tanpa mengantongi izin mengundang perhatian serius Pemkab setempat.  Bupati Lobar, Dr. H. Zaini Arony, MPd mempertanyakan kenapa perusahaan itu bisa beroperasi tanpa izin. Karena itu, ia akan mengambil langkah tegas terkait dengan operasional perusahaan ini.

Selain mengancam menutup perusahaan itu, bupati juga menyiapkan sanski terhadap perusahaan itu karena dinilai merugikan daerah. Bupati yang baru saja pulang dari Mekkah menunaikan ibadah umrah, mengaku belum mendapat informasi pasti dan jelas terkait keberadaan perusahaan tersebut.

‘’Jika betul perusahaan tersebut tidak memiliki izin operasi di wilayah Lobar, pasti saya perintahkan untuk ditutup dan berhenti beroperasi. Selain itu, kami akan berikan sanksi,”tegas bupati, Minggu (26/5) via telepon.

Bupati menyatakan, Senin (27/5) hari ini, ia akan mengecek langsung kebenaran informasi ini. Pihaknya akan memanggil instansi terkait untuk membahas masalah yang dinilainya serius tersebut. ‘’Jika dari hasil cek di lapangan dan keterangan yang diperolah dari dinas terkait membenarkan informasi itu maka kami akan  menyiapkan sanksi tegas  dan melarang perusahaan itu beroperasi di wilayah Lobar karena dinilai telah merugikan daerah,’’ tegasnya.

Prosedurnya, perusahaan apapun yang beroperasi di Lobar harus meminta izin dari Pemkab Lobar. Karena itu, jika perusahaan itu tidak memiliki izin operasi di wilayah Lobar, pihaknya akan memerintahkan untuk mentutup dan memberhentikan perusahaan itu beroperasi.

Sumber : http://www.globalfmlombok.com/read/2013/05/26/bupati-lobar-siap-tindak-aksi-pencurian-coral.html

Beroperasi Sejak 2008 Bisnis Koral di Sekotong Diduga Ilegal

Giri Menang – Aktivitas penjualan terumbu karang di Tembowong , Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong Tengah, Lombok Barat (Lobar) yang diduga ilegal, masih terus berlangsung lancar meski terus disorot. Bahkan aktivitas ilegal itu diawali dari pencurian di sekitar perairan Gili Gede.

Penelusuran Suara NTB di sekitar lokasi, pengambilan terumbu karang (koral) berlangsung di belakang Gili Gede. Bermacam jenis koral kelas dunia diperoleh di sana. Salah seorang nelayan, Imam yang pernah menjadi karyawan di sana, sempat menjadi penyelam untuk  mendapatkan berbagai jenis terumbu karang, kemudian dibawa ke pusat penangkaran, UD. Ikan Lombok, perusahaan yang akhir-akhir ini disorot tersebut.

Sekitar pukul 12.15 Wita, sebuah perahu motor dengan dua orang di atasnya, melaju dari arah Gili Gede dan merapat ke tembok belakang UD. Ikan Lombok, milik Geofani Ardison, asal Italia. Tembok belakang perusahaan itu langsung berdempetan dengan Pantai Tembowong. Dua orang tersebut menurunkan box warna hijau, yang diduga isinya koral yang diambil dari sekitar Gili Gede.

Penelusuran dilanjutkan ke pusat penangkaran terumbu karang UD. Ikan Lombok. Disana Suara NTB yang mengaku sebagai pembeli ikan hias dan terumbu karang bertemu dengan sejumlah karyawan, salah satunya Junidi alias Memet. Pria asal Jawa Tengah ini menjadi tangan kanan Geofani, dan sering berhubungan dengan para calon investor.

Dalam penjelasannya, Memet mengaku terumbu karang dibeli dari para nelayan, bukan diambil langsung. Setelah diambil, kemudian dibawa ke pusat penangkaran, yang berbentuk aquarium berbagai ukuran. Dari ukuran 1 x 0,5 meter, sampai ukuran paling besar 5 x 1 meter. Dipenangkaran itu, disimpan dalam hitungan  bulan. ‘’Kalau sudah ada yang pesan, langsung dikirim,’’ kata Memet. Mengenai harga per biji, ia tidak tahu, karena jika sudah berbicara harga, maka bosnya yang berkomunikasi dengan investor tersebut.

‘’Kami hanya urus pengambilan koral, kemudian masukkan dalam aquarium. Kami juga siapkan kemasan pembungkusnya,’’ sebutnya. Disisi lain, empat pria yang juga karyawan perusahaan itu sedang membuat kemasan berbahan kantong plastik bening dan lapisan koran. Kantong itu kemudian dimasukkan koral per biji, kemudian dimasukkan dalam box untuk siap dikirim.

‘’Biasanya berangkat ngambil (koral, red) pagi, sekitar jam 8 (08.00 Wita), kemudian pulangnya jam 10 atau jam 12.00 Wita,’’ tutur Imam, yang mengaku sejak dua tahun terakhir tidak lagi mensuplai terumbu karang ke perusahaan itu. Salah satu alasannya, sering diperingatkan warga lain, bahwa aktivitas itu ilegal.

Keberadaan perusahaan itu memang sudah diketahui masyarakat sekitar. Namun beberapa tahun terakhir, sudah tidak ada yang bekerja di sana. Seluruh karyawan diketahui berasal dari Ampenan, Mataram. Pemilik perusahaan, sering tidak sepaham dengan karyawan lain. “Saya juga sudah tidak nyaman bekerja, karena izin perusahaan itu sudah kedaluarsa,” ujar salah seorang mantan karyawan UD Ikan Lombok yang tidak ingin namanya dikorankan.

Ia membocorkan, selama ini perusahaan itu memang diinformasikan ke masyarakat menjual ikan hias. Namun aktivitas utama di dalamnya adalah penangkaran terumbu karang berbagai jenis. Setelah penangkaran, jika ada yang pesan, kemudian dijual ke luar negeri.

“Sebenarnya warga juga sudah tahu aktivitas itu diduga  illegal, tapi karena tidak ada yang buka suara, jadinya mereka masih lancar-lancar saja aktivitas pengambilan koral dari gili,’’ ujarnya. Tapi saatnya nanti, ia meyakini warga akan berontak, apalagi setelah menyadari  banyak terumbu karang yang rusak. (ars)

Sumber : http://www.suarantb.com/2013/05/27/wilayah/Mataram/detil1.html

Limbah Penambangan Di Sekotong Mengkhawatirkan

Kepala Badan Lingkungan Hidup Lombok Barat Nyoman Sembah mengatakan, pencemaran di wilayah Sekotong tidak dapat dibiarkan berlangsung secara terus-menerus, karena pencemaran akan merusak kesehatan manusia serta lingkungan hidup. Seperti diketahui, pencemaran di Sekotong diakibatkan aktifitas penambangan emas tanpa izin yang telah berjalan selama beberapa tahun belakangan ini.

Bahkan selain menambang emas secara konvensional, masyarakat kebanyakan melakukan upaya pemisahan emas dengan bebatuan tidak jauh dari lokasi penambangan. Sembah mengaku, usaha melibatkan masyarakat dalam mengelola lingkungan, sebenarnya telah dilakukan pemerintah daerah dari tahun ke tahun.

Sosialisasi itu meliputi, keinginan pemda menetapkan kawasan Sekotong sebagai lokasi tambang rakyat, Sehingga seluruh upaya penambangan akan bersifat legal atau sesuai perizinan.

Sembah menambahkan, secara sadar, pencemaran lingkungan di Sekotong akan merugikan masyarakat setempat, baik dari sisi kesehatan tubuh maupun kerusakan lingkungan. Bahaya kimia berupa timbal dan sebagainya, secara perlahan akan menimbulkan kerusakan terhadap manusia dan lingkungan, termasuk dapat menyebabkan cacat fisik dan mental penambang itu sendiri.

Sumber : http://rrimataram.com/pencemaran-akibat-penambangan-di-sekotong-mengkhawatir-kesehatan-masyarakat/

KPU Lobar Belum Menerima Berkas Dukungan Calon Perseorangan

Meskipun sudah dibuka hampir tiga minggu lamanya, dan akan ditutup pada pekan depan, Komisi Pemilihan Umum – KPU Lombok Barat sampai hari Selasa (21/5), belum menerima berkas dukungan pasangan calon perseorangan untuk menjadi calon peserta Pemilihan kepala daerah – Pilkada Lombok Barat.

Namun sejumlah pihak justru menilai, pasangan calon perseorangan di Pilkada Lombok Barat disinyalir terus menghimpun KTP dari masyarakat sebagai bentuk dukungan mendaftar di Pilkada.

Fotokopi KTP dan dokumen kependudukan yang masih berlaku, menjadi syarat pasangan calon perseorangan untuk mendaftarkan diri sebagai bakal pasangan calon di Pilkada Lombok Barat. Dukungan juga bisa dalam bentuk Kartu Keluarga atau KK, dengan sarat, setiap satu orang pendukung harus menggunakan satu lembar fotokopi KK.

Ketua KPU Lombok Barat Suhaimi Syamsuri mengatakan, pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai bakal pasangan calon, apabila memenuhi syarat dukungan paling rendah 29 Ribu 967 jiwa, atau empat Persen dari jumlah penduduk Kabupaten Lombok Barat sebesar 749 ribu 169 jiwa. Jumlah dukungan harus tersebar lebih dari 50 Persen dari 10 jumlah kecamatan di Lombok Barat, minimal di enam kecamatan.

Sumber : http://rrimataram.com/kpu-lombok-barat-belum-menerima-berkas-dukungan-calon-perseorangan-dalam-pelbup-lombok-barat-2013/

34 Kapal Pesiar Berlabuh di Lembar

GIRI MENANG-Lombok Barat (Lobar) sepanjang tahun ini bakal di banjiri wisatawan asing, seiring dengan meningkatnya kunjungan kapal pesiar di Pelabuhan Lembar. Sebanyak 34 kapal pesiar dijadwalkan akan berlabuh di Lembar hingga akhir tahun ini.

“Banyaknya kunjungan kapal pesiar hingga kini menjadi dasar untuk menargetkan jumlah kunjungan wisatawan lebih tinggi dari proyeksi tahun sebelumnya”, kata Kadis Pariwisata I Gde Renjana.

Kapal pesiar tersebut mengangkut wisatawan asing untuk berwisata ke sejumlah lokasi. Renjana optimistis meningkatnya kunjungan kapal pesiar akan berbanding lurus dengan jumlah kunjungan wisatawan.

Diketahui, jumlah kunjungan kapal pesiar yang bersandar di Pelabuhan Lembar selama 2012 sebanyak 22 kapal. Jumlah ini meningkat signifikan dari tahun sebelumnya.

“Wisatawan kapal pesiar ini untuk turun ke Pelabuhan Lembar menggunakan sekoci”, tuturnya.

Sumber: Lombok Post, Selasa 21 Mei 2013

Izin Perusahaan Pengelola Biota Laut Diduga Kedaluwarsa

Giri Menang -Menyikapi dugaan penyelundupan biota laut di Lombok Barat (Lobar), Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) dan Komisi I dan Komisi II DPRD setempat akan melakukan investigasi untuk mendalami persoalan ini. Dewan dalam waktu dekat akan mendatangi perusahaan itu untuk menelusuri dari segi perizinannya, karena menurut informasi pihak Dislutkan izin perusahaan itu sudah habis alias kedaluwarsa.

Sementara Dislutkan sendiri akan menyelidiki asal muasal karang dan ikan hias yang dikelola perusahaan itu, karena pihak pengelola berdalih itu berasal dari Bima namun informasi dari nelayan biota laut yang dikelola diambil juga di perairan Lobar. Selain itu, pihak terkait juga akan mengorek informasi terkait izin operasional, lokasi dan jenis biota yang diambil serta jumlah yang diambil.

‘’Kami akan selidiki masalah ini, karena ini masalah serius,”ungkap Kadislutkan Lobar, H. Hasbullah, Senin (20/5). Dijelaskan, perusahaan penangkar berlokasi di Tembowong itu beroperasi sekitar lima tahun lalu sebelum ia menjabat sebagai Kadislutkan. Dulunya perusahaan ini bernama UD Ikan Lombok, namun belakangan ia tak tahu apakah nama perusahaan itu tetap sama karena pemiliknya berasal dari Italia.

Informasi yang ia peroleh ketika berkunjung ke perusahaan itu bersama Bupati Lobar beberapa waktu lalu, perusahaan itu mengambil karang dan ikan hias di Bima. Perusahaan ini kemudian menangkarnya dan setelah berukuran besar dikirim ke Bali. Dari Bali , biota laut ini kemudian dikirim ke luar negeri. Akan tetapi dari informasi nelayan sekitar daerah itu, biota laut tidak hanya diambil dari Bima melainkan banyak di perairan Lobar. Hal ini menurutnya perlu didalami, karena jika benar itu terjadi maka tentu tanggung jawab perusahaan itu untuk melakukan perbaikan dan perlu meminta izin ke Dislutkan Lobar.

Hal ini menimbulkan pertanyaan, karena perusahaan ini seringkali mengirim biota laut sementara jika dihitung pertumbuhan karang itu lambat. Pertumbuhan per centimeter memakan waktu sekitar enam bulan. Namun intensitas pengiriman perusahaan ini hampir setiap bulan. Ia menduga kalau izin pengelolaan yang diperoleh hanya sebatas kedok untuk mengambil biota laut kemudian dikirim dan dijual.

‘’Jangan-jangan izin pengelolaan itu hanya kedok saja,’’ imbuhnya. Hasbullah juga menerima informasi, perusahaan pengelola dan penangkar biota laut satu-satunya di NTB itu sudah habis masa izinnya. Ia melihat langsung surat izin ittu habis setahun lalu. Ia pun menganjurkan kepada pengelola perusahaan untuk mengajukan perpanjangan melalui Dislutkan kabupaten, kemudian diteruskan ke Dislutkan provinsi. Namun pihak perusahaan tak menggubrisnya dengan alasan pengurusan izin itu berada di bawah kewenangan provinsi.

Menurutnya, persoalan ini sudah lama terjadi. Namun kurangnya koordinasi karena aturan yang tumpang tindih di sisi lain mendelagasikan wewenang penentuan kuota penjualan biota laut kepada Dislutkan di sisi lain juga wewenang serupa juga kepada Dishut dalam hal ini BKSDA.

Menurutnya, rancunya aturan ini menyebabkan persoalan ini kurang dikontrol dan diawasi. Padahal akibat pengiriman dan pengambilan terumbu karang laut mengancam kelestarian biota laut.  Karena berdasarkan hasil penelitiannya, di sepanjang pantai dari daerah Eat Mayang Lembar hingga Pelangan- Sekotong Barat terjadi kerusakan karang dan biota laut lainnya. Selain ulah warga yang mengambilnya untuk dijual dan diolah, juga karena pengaruh pembuangan limbah tambang.

Seharusnya terkait hal ini dikoordinasikan, terutama terkait lokasi, jenis dan jumlah biota yang diambil. Karena hal ini terkait kontrol lebih penting untuk rehabilitasi karang yang diambil. Namun karena Dislutkan tidak tahu lokasi yang diambil perusahaan, maka pihaknya juga tidak bisa berbuat banyak. Seharusnya dalam ketentuan teknis, ketika perusahaan mengajukan izin operasi ke pemprov diberitahukan juga ke kebupaten, sehingga kabupaten mengetahui keberadaan perusahaan itu. Di lain pihak jika terjadi persoalan yang timbul akibat aktivitas itu maka tentu perusahaan perlu dimintai pertanggungjawaban. ‘’Itu juga menyangkut ketentuan, karang yang boleh dan tidak boleh diambil untuk dijual,’’tukasnya.

Menurutnya, kegiatan perusahaan yang mengambil dan merusak biota laut tak sebanding dengan upaya konservasi terumbu karang. Pemkab lobar sendiri menghabiskan dana sekitar Rp 250 juta lebih setahun untuk merehabilitasi 6000 stek karang. ‘’Tapi dengan mudahnya dirusak,’’ tandasnya.

Sementara itu reaksi keras disampaikan anggota Komisi II DPRD Lobar yang membidangi perikanan dan kelautan , H. Ahmad Zaenuri. Menurutnya, perusahaan itu harus ditutup sementara jika izinnya habis. Karena justru yang menanggung kerugian adalah daerah. Ia menegaskan pihaknya akan melakukan rapat komisi untuk membahas masalah ini. Setelah itu Komisi II  akan segera turun ke perusahaan itu untuk mengecek aktivitasnya. Menurutnya, kegiatan dan perizinan perusahaan itu harus melalui kabupaten karena mengacu undang-undang otonomi daerah. ‘’Minggu depan kita akan turun mengecek ke sana (perusahaan) itu, karena ini jelas-jelas merugikan daerah. Karena tidak berkontibusi ke daerah,’’ujarnya.

Keberadaan perusahaan itu luput dari sepengetahuan Dewan dan tak ada izinnya di pemkab, karena itu perusahaan ini tidak berkontribusi ke daerah. Komisi I yang membidangi masalah perizinan, H. Misrun menegaskan, perusahaan itu harus ditutup sementara jika terbukti izinnya habis. Karena lokasinya di Lobar maka proses perizinannya juga di daerah setempat. ‘’Kegiatan perusahaan itu harus distop, jika memang izinnya habis,’’tegasnya.

Sumber : http://www.suarantb.com/2013/05/21/wilayah/Mataram/detil2.html

Pembangunan Kondotel di Lobar

Lombok Barat, NTB, 20/5 (Antara) – Investor nasional PT Generasi Sakti Persada segera membangun kondominium dan hotel (kondotel) berlantai 10 di kawasan pariwisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

“Begitu izin membangunnya terbit, kegiatan fisik pembangunan kondotel 10 lantai itu dimulai. Sekarang masih diurus di Pemerintah Kabupaten Lombok Barat,” kata Pimpinan PT Generasi Sakti Persada untuk wilayah NTB Awan Wijaya, di Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Senin.

PT Generasi Sakti Persada merupakan anak perusahaan PT Sentul City Tbk, yang berbasis di Jakarta, namun membuka cabang di sejumlah provinsi termasuk di NTB. PT Sentul City Tbk merupakan perseroan yang bergerak dalam bidang pengembangan kota mandiri yang mengintegrasikan resor dan kawasan pemukiman terpadu di Sentul – Bogor.

Awan mengatakan, pihaknya telah menyediakan anggaran sebesar Rp100 miliar untuk membangun kondotel berlantai 10 dengan kapasitas 300 unit kamar. Nantinya, kondotel itu menjadi bangunan hotel pertama yang berlantai 10 yang ada di kawasan pariwisata Senggigi.

Kondotel itu nantinya menjadi bangunan kondominium pertama yang ada di Pulau Lombok, NTB, karena selama ini belum ada kondominium yang dibangun.

“Izinnya pembangunanya yang belum terbit, memang ada arahan dari Pemkab Lombok Barat agar bangun empat lantai saja, namun kami menghendaki 10 lantai. Sedang kami koordinasikan lagi agar iiznnya segera terbit,” ujarnya. Awan optimistis berbagai perizinan akan segera rampung agar pembangunan kondotel itu dapat dimulai dalam tahun ini. PT Generasi Sakti Persada juga akan membangun hotel berbintang lima pada areal seluas 1.123 hektare di Stangi, Kabupaten Lombok Utara.

Rencana pembangunan hotel megah itu juga direncanakan pada 2013, meskipun desainnya belum rampung. “Begitu Kondotel 10 lantai itu dibangun, kami akan konsen di Lombok Utara untuk bangun hotel bintang lima itu,” ujarnya. Ia berharap, pemerintah daerah mendukung upaya penyediaan infrastruktur pendukung pariwisata itu, dan mempermudah berbagai perizinan.(*)

Sumber : http://www.antaramataram.com/berita/?rubrik=5&id=24601

Pengambilan Koral Tanpa Izin

BALAI Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi NTB menyebutkan, aktivitas pengambilan koral yang dilakukan sebuah perusahaan yang bermarkas di wilayah Sekotong, Lombok Barat (Lobar),  tak masuk dalam perusahaan yang diberikan izin. Karena pihak BKSDA, selama ini hanya mengeluarkan izin untuk kegiatan hanya kepada dua perusahaan dan keduanya di Pulau Sumbawa.

Demikian ditegaskan, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA Provinsi NTB, Tri Endang Wahyuni dikonfirmasi Senin (20/5). Disebutkan, dua perusahaan yang diberikan izin tersebut, yakni CV. Dinar dan UD. Samudera Anugerah di Sape, Bima. Sementara untuk di wilayah Lombok, sejauh ini belum ada perusahaan yang diberikan secara resmi untuk izin pengambilan dan ekspor biota laut.

“Kalau ada aktivitas pengambilan koral selain di Sumbawa, itu jelas pelanggaran dan termasuk aktivitasnya ilegal,” tegasnya pada Suara NTB, Senin (20/5).

Untuk wilayah Sekotong, sekitar tahun 2010 lalu, terdapat salah satu perusahaan yang kepemilikannya dari Italia, yang mengajukan izin pengedaran, bahkan izin transplantasi karang. Tetapi hingga saat ini perusahaan tersebut tak kunjung melanjutkan permintaan penerbitan izin yang diajukan.

Ada beberapa izin sebenarnya yang dikeluarkan untuk jenis koral ini, diantaranya izin tangkap, izin peredaran dan izin ekspor. Izin tangkap mencakup pengambilan koral untuk penelitian maupun sample. Demikian juga untuk izin peredaran dalam negeri dikeluarkan murni untuk bisnis (diperjualbelikan). Sementara izin ekspor ini untuk pengambilan dalam jumlah besar yang perizinannya dikeluarkan langsung oleh pemerintah pusat.

Penerbitan izin yang dikeluarkan melalui BKSDA provinsi ini, menurut Endang biasanya dikoordinasikan terlebih dahulu dengan pemerintah kabupaten/kota setempat, terkait berapa kuota yang diminta.

‘’Kamipun sebenarnya tidak berani memberikan izin kalau tidak ada rekomendasi dari pemerintah kabupaten melalui KSDA-nya. Kalau kabupaten merekomendasikan, baru kami mengeluarkan izin. Tapi untuk di Sekotong dan beberapa daerah lainnya di Pulau Lombok belum ada izin resmi yang dikelurkan untuk perusahaan,’’ tegasnya.

Untuk tahun ini, kuota maksimal yang ditetapkan di NTB  yang diperbolehkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk pengambilan, sesuai izin peredaran yakni, untuk karang hias sebanyak 47.000 potong, dan substrat (potongan karang lunak) sebanyak 50.000 potong.

Pada pengambilannyapun menurutnya cukup ketat, dicek kesesuaian jenis yang masuk dalam kuota. Setelah itu barulah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebelum dibawa keluar daerah.

Ditegaskan, kendati ditemukan ada aktivitas pengambilan koral secara ilegal, sejauh ini tidak ada sanksi resmi yang memberatkan. Karena koral termasuk biota yang tak dilindungi, tetapi diawasi jumlah yang dibolehkan diambil, sehingga BKSDA hanya memiliki kapasitas pengawasan izin peredarannya.

‘’Itu yang menjadi kendala utama sebenarnya. Tetapi tetap diawasi jumlah yang diperbolehkan untuk diambil, dan sudah ada petugas-petugas khusus yang memantau semua wilayah konservasi, mengingat proses pertumbuhannya memakan waktu yang lama dan dapat menjadi ancaman abrasi,’’ kata Endang.

Sumber : http://www.suarantb.com/2013/05/21/wilayah/Mataram/detil6.html

1 38 39 40 41 42 53