Khasanah budaya di Lombok tak akan pernah habisnya. Potensi budaya banyak yang belum tergarap dan mengemuka. Meski selama ini ada sejumlah pentasan budaya yang mencuat, itu hanya baru separuhnya saja. Masih banyak sisi lain dari khasanah kearififan budaya lokal yang masih terpendam bak mutiara yang siap memendarkan cahayanya. Salah satunya yakni budaya Malean Sampi.
Budaya Malean Sampi ini di Lombok biasanya digelar pada areal persawahan yang ada di Kecamatan Lingsar dan Kecamatan Narmada.
Dalam terminology bahasa Sasak-Lombok Malean Sampi artinya mengejar sapi. Beda dengan karapan sapi di Madura yang bertujuan untuk lomba. Namun di Lombok Malean Sampi merupakan wujud rasa syukur para petani yang sudah selesai melaksanakan panen dan menyambut musim tanam berikutnya. Ditengah kegembiraan petani dengan hasil produksi pertanian itulah, petani memilih jeda untuk menggelar Malean Sampi yang dilaksanakan di area persawahan berlumpur.
Menurut Sahnan, SH buadayawan Lombok yang juga warga Lingsar menjelaskan, Malean sampi di Lombok juga menjadi salah satu even tradisional budaya turun-temurun yang dilestarikan hingga sekarang. Kecuali itu gelaran Malean Sapi diselenggarakan untuk menyambut kegiatan musim tanam berikutnya dan sebagai wadah bagi petani peternak untuk rekreasi, menghibur diri dan menjalin hubungan silaturrahmi sesama petani peternak agar lebih kuat.
Dalam kontes Malean Sampi ini, para peserta selain berasal dari petani/peternak, juga berasal dari para saudagar sapi se-Pulau Lombok. Sapi yang akan dilombakan terlebih dahulu dikemas atau dihias dan dipercantik dengan sebaik-baiknya agar menarik perhatian penonton. Hiasan tersebut bisa berupa bendera, stiker atau umbul-umbul kecil dan piranti pelengkap lainnya indah dan elok dipandang mata.
Sapi yang dikonteskan dalam ajang Malean Sampi biasanya dipilih atau diambilkan dari yang pejantan yang tanduknya sudah kelihatan keras dan sudah dibante (disuntik). Sistem bante dilakukan guna memudahkan para pemilik sapi dalam mengajarkan cara bertanding yang semestinya. Sapi yang dikonteskan tersebut disandingkan jadi satu pasar dan ditunggangi oleh joki yang tangguh dan berpengalaman.
Secara perlahan satu demi satu pasangan sapi ini dikonteskan dengan berlari melewati jalur lurus yang sudah disiapkan dilahan berlumpur. Namun dalam Malean Sampi ini tidak dikenal istilah menang dan kalah. Namun sapi yang larinya bagus, tak berbelok, maka praktis sapi dimaksud akan menjadi incaran para saudagar sapi untuk dibeli dengan harga tinggi. Para saudagar berani membeli sepasang sapi tersebut seharga Rp. 30-35 juta.
H. Rawitah. budayawan Lombok lainnya mengungkapkan, jika Malean Sampi ini merupakan tradisi turun-temurun dari para leluhur mereka. Namun keberadaannya perlu lebih dimaksimalkan oleh pemerintah. Padahal Malean Sampi ini dikenal budaya unik di Lombok.
Event Malean Sampi diawali dengan parade atau defile pasangan sapi mengelilingi arena lomba. Kecuali itu sebelum dimulai, para wisatawan dan tamu undangan disuguhi permainan menarik khas Lombok yakni Peresean. Usai prosesi ini, para tamu undangan tidak terkecuali para wisatawan turut larut dalam acara makan bersama secara ala Sasak yakni Begibung. Deretan dulang (baki tinggi) diletakkan pantia untuk para wisatawan dan tamu undangan.
Mereka makan bersama-sama ala Sasak sebagai perwujudan krsamaan dan kekompakan masyarakat dengan lauq-pauq tradisional yang cukup sederhana.
Jurnalis Warga: H. Wardi, S, warga Labuapi Lombok Barat