* Lebih Dekat dengan Nur Akhmad Yani

F-PENDAMPINGAN-2Keberhasilan Nur Akhmad Yani, menyulap lahan kering di Desa Mekar Sari, dan Bukit Tinggi, Kecamatan Batulayar memberi multiflier effect cukup besar bagi masyarakat sekitar. Tak hanya masyarakat binaannya, atas dedikasinya itu, Yani, sapaan akrabnya, juga diganjar penghargaan bergengsi karena dianggap memiliki kiprah besar dalam pemberdayaan masyarakat.

***

MODEL pengelolaan lahan kering berupa teras miring yang diciptakan Yani di desa binaan, sebenarnya telah dikembangkan oleh pegiat LSM pada era tahun 1980-an seperti Konsorsium Masyarakat Dataran Tinggi Nusa Tenggara (KMDTNT) di wilayah NTT, NTB, Bali dan Timor Leste, serta CARE Internasional di NTB.

Perbedaannya adalah, dia berhasil melakukan uji coba budidaya tanaman gaharu pada lahan kering. Gaharu yang sebelumnya hanya bisa hidup optimal di lahan lembab, akhirnya dapat dibudidayakan dengan baik pada lahan kering.

“Obsesi saya sekarang menjadi kenyataan. Bertahun-tahun saya memimpikan menemukan spesies tanaman bernilai ekonomis tinggi yang dapat mendongkrak pendapatan petani lahan kering” ungkap Yani.

Selama ini, tanaman utama yang dikembangkan pada program lahan kering adalah jenis tanaman kayu dan buah-buahan, yang belum memberikan dampak signifikan terhadap pendapatan petani lahan kering. “Penememuan bibit gubal gaharu oleh Dr Parman (almarhum) dari Unram telah menginspirasi saya untuk melakukan uji coba agar tanaman gaharu dapat dibudidayakan di lahan kering,” lanjut Yani.

Setelah melihat keberhasilan perubahan yang terjadi pada lahan dua warga yang sebelumnya gersang menjadi hijau dan subur, masyarakat sekitar mulai tertarik mengadopsi inovasi ini pada lahan mereka. Pada tahun 1999, jumlah petani di Desa Mekarsari yang mengadopsi inovasi ini berkembang menjadi 40 keluarga tani. Pengembangan program ini mendapat dukungan dana hibah dari GEF-SGP/UNDP.

Selain Desa Penimbung dan tiga desa di sekitarnya di Lombok Barat, Yani telah mereplikai program pertanian lahan kering model ini ke Desa Sel di Lombok Timur, Desa Mbajo dan Desa Dodi Dungga di Bima dan Desa Malaka di Kabupaten Lombok Utara.

Saat ini, petani dampingan Yani di Desa Mekar Sari telah dapat menikmati hasil panen tanaman semusim dengan lebih baik, termasuk tanaman gaharu dan tanaman kayu lainnya. Satu pohon gaharu umur 5 – 6 tahun bisa menghasilkan 1 – 3 kilogram (kg) gubal gaharu. Harga 1 kg gaharu dapat mencapai Rp 1 juta hingga 9 juta di lapangan, tergantung kualitas gubalnya.

Kata Yani, salah satu anggota kelompok tani yang mengelola lahan seluas 1 hektare dapat membeli sepeda motor cash dari memelihara 3 ekor sapinya. Pakan ternak tidak perlu dicari ke hutan atau tempat lain seperti sebelumnya.  Tetapi cukup dari daun gamal yang ada di kebunnya.

Kapasitas kelembagaan dan individu kelompok tani yang didampingi Yani juga meningkat. Ketua kelompok dan kelompok taninya telah menjadi pemakrasa berdirinya SDN 4 Mekarsari.  Nyoman Suyasa, anggota kelompok lainnya, telah berhasil memfasilitasi pembangunan sarana air bersih dan pembukaan jalan baru di desanya.

Lokasi demplot saat ini telah menjadi laboratorium training lapangan. Telah banyak kunjungan yang dilakukan oleh petani, kelompok tani maupun ormas lain dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Timor Leste untuk belajar bersama dengan petani setempat.

Atas kiprahnya ini, Yani mendapatkan penghargaan sebagai Fellow Ashoka. PSPSDM, lembaga yang didirikannya, dinilai sebagai 15 mitra terbaik GEF-SGP di Indonesia.

Dampingan program yang diberikan kepada masyarakat saat ini tidak lagi terbatas pada bidang pertanian, tetapi juga bidang kesehatan, air bersih dan pendidikan. Jumlah desa dampingan yang telah mendapat sentuhan program PSPSDM sebanyak 129 desa, 121 desa diantaranya tersebar di NTB.(Ali Rojai/Giri Menang)

Sumber: http://www.lombokpost.net/2015/demplot-gaharu-sukses-raih-penghargaan-fellow-ashoka.html