GIRI MENANG- Pemkab Lombok Barat (Lobar) meminta Pemprov NTB kembali menggelar operasi gabungan di wilayah Ta­man Hutan Rakyat (Tahura). Ini bertujuan mencegah pembalakan liar yang masih kerap terjadi di kawasan Tahuran di area hutan Sesaot, Lobar. ’’Kami sudah koordinasikan dengan provinsi untuk melakukan pengawasan bersama,” ujar Kadis Kehutanan Lobar HL Syaeful Arifin kemarin.

Dijelaskannya, soal perambahan dan illegal logging, Dishut tidak bisa berbuat banyak dan tidak memiliki kewenangan. Karena keberadaan kawasan Tahura langsung dikelola provinsi. Selain itu, personel polisi hutan (polhut) yang dimiliki Lobar jumlahnya masih sangat minim sehingga masih belum bisa mengawasi seluruh wilayah hutan yang ada di wilayah kerjanya.

Sedangkan daerah yang rawan dalam Tahura adalah daerah yang ada di perbatasan antara Lobar dan KLU (Kabupaten Lombok Utara). Luas wilayah Tahura sendiri mencapai hampir 3 ribu hektare yang terletak di wilayah Lembah Sempage dan Pakuan. Bentuk pengawasan yang diharapkan nantinya, pemprov bersama pemkab bisa bersama-sama melakukan patroli di titik-titik rawan perambahan liar. ’’Pengamanan di daerah Tahura ini perlu perhatian bersama,” katanya.

Untuk tahun 2014 hingga bulan Juli, Dishut Lobar mencatat ada tiga kasus ilegal logging yang terjadi di kawasan Tahura di Ses­aot. Dari tiga kasus tersebut, pihaknya bersama aparat kepolisian berhasil mengamankan kayu yang diduga hasil perambahan liar, namun pemilik kayu berhasil melarikan diri.

Untuk diketahui, kawasan hutan yang ada di Lobar adalah 41 hektare atau sekitar 40 persen dari luas wilayah Lobar. Kawasan hutan di Lobar terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.

Sedangkan untuk wilayah hutan kritis di wilayah Lobar semakin berkurang. Saat ini kawasan hutan kritis berjumlah 10 persen. ’’Sebelumnya pada 2009 kawasan hutan kritis berjumlah 37 persen dan sekarang sudah semakin berkurang,” paparnya. (puj). Sumber: Harian Lombok Post, Selasa 5 Agustus 2014