jurnalis wargaKetekunan Inaq Sairah (40) dibantu suaminya Amaq Sairah warga Trong Tawah, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat dari menyiapkan bibit tanamannya, mengolah lahan, pemupukan hingga proses terakhir panen maupun pasca panen mesti menjadi pembelajaran amat pentig bagi petani lainnya untuk selalu bekerja keras dan mennyenangi pekerjaannya sebagai petani. Meski tak punya lahan sejengkalpun, namun berbekal keterampilan dan keuletannya, ia tak lantas menyerah pada keadaan. Ia memutuskan untuk menyewa lahan yang luasnya tidak lebih dari 10 are saja.

Rutinitas ini selalu ia teruskan, meski masa sewa lahan sudah berakhir. Ia mencari lahan sewa yang lain. Inaq Sairah merupakan petani penggarap lahan milik orang dan yang spesifik dan tetap melekat padanya adalah menanam tanaman sayur-mayur yang setiap hari diserap pasar. Sebutlah misalnya, tanaman tomat, cabe rawit, cabe besar, kacang panjang, sawi, col, mentimun dan lain sebagainya.  Inaq Sairah cukup jeli melihat pasar. Di saat sayur-mayur lagi langka dan petani lainnya tidak berminat untuk membudidayakannya, karena factor iklim yang kurang mendukung, justru petani 4 orang anak ini berani mengembangkannya. Meski petani lainnya sering menentang pola tanam yang diterapkannya, namun Amaq Sairah tetap memprediksikan peluang pasar. “Di saat panen melimpah pada satu komoditi saja, alhamdulillah kami bisa mendapatkan hasil yang lumayan, namun dari komoditi lain seperti tanaman sayur-mayur ini,” terang Amaq Sairah.

Kesuksesan mengembangkan dengan komoditi sayur-mayur bagi Amaq Sairah tentu tidak terlepas juga dari proses usaha tani yang selama ini dijalankan, terutama dari sisi pemupukan tanaman dengan cara sederhana, baik dan benar. Ditengah kelangkaan pupuk, mahalnya harga pupuk dan selama ini pemupukan dengan menggunakan zat kimia sangat berpengaruh terhadap kejenuhan tanah dan kesuburannya dan sangat rentan akan gangguan kesehatan bagi manusia yang dijadikannya sebagai makanan tiap harinya.

Karena itu Amaq Sairah merasa tidak perlu repot soal pemupukan tanaman hortikulturanya. Ia selalu mengandalkan pupuk kompos dan atau pupuk kandang. Hal ini mengingat pupuk kandang secara swadaya bisa diusahakannya, mengingat di kampungnya banyak warga yang memelihara ternak baik sapi, ayam, burung dan lainnya. “Bahkan saya bisa membuat sendiri pupuk organik yang bahannya dari sampah dedaunan, sampah organic dari dapur, kotoran ternak dan selalu saya manfaatkan untuk setiap kali saya bertanam sayur,” ungkap Amaq Sairah.

Ia mencontohkan pada tanaman mentimunnya yang luasnya hanya 10 are tersebut ia hanya membutuhkan 10 karung pupuk kompos yang disebarkannya sebelum melakukan penanaman maupun secara rutin dua kali sebulan.

“Hasilnya cukup menggembirakan, daun dan bunga lebih  cepat tumbuh, sehingga cepat berbuah. Dan buah yang dihasilkannyapun benar-benar alami dan terbebas dari pupuk pestisida lainnya. Rata-rata setiap kali panen mentimun kami memperoleh maksimal 10-15 karung dengan harga di tingkat pengepul Rp. 90.000 per karung. Setiap minggu panen antara 3-4 kali saja. Usia panen kan bisa sampai sebulan lebih. Bisa dihitung berapa hasil yang bisa kami peroleh,” Tanya Amaq Sairah sembari tersenyum.

Jurnalis Warga oleh  Wardi,  Alamat Labuapi